"Sayang, kenapa dari tadi kamu bawaannya cuma rebahan aja, sih? Padahal kan kamu yang ajakin buat staycation ke sini," keluh Ralin kepada suaminya."Capek, Honey!" ucap Juan dengan malas sambil berganti posisi tidur."Capek? Capeknya ngapain? Dari tadi kerjaan kamu cuma tidur, diajakin jalan-jalan malah nggak mau. Kita ke sini kan biar punya quality time berdua, Sayang!"Mata Juan masih terpejam, ia lantas menghela napasnya sejenak. "Kamu yang buat mood-ku jadi jelek," gumamnya.Ralin mengernyit. "Maksudnya?""Ngapain juga mesti ajakin teman-teman kamu, sih? Aku sengaja mengajak kamu untuk staycation berduaan bukan ramai-ramai seperti sekarang ini.""Ini kebetulan aja teman-teman waktu itu lagi ngomongin masalah staycation di grup chat, jadi aku iseng aja ajakin mereka untuk ikut ke sini. Nggak apa-apa, kan?" Juan lantas membuka kedua matanya, jujur saja ada rasa malas tetapi ada rasa puas juga karena Juan bisa bertemu dengan Kania secara diam-diam. Beruntung saja Ralin sedang pergi
Ralin memutuskan untuk pergi ke private villa Kania, daripada dirinya bosan karena ditinggal tidur oleh Juan. Ia mengetuk pintu villa Kania, berharap sahabatnya itu segera membukakan pintu untuknya.Tak berselang lama pintu pun terbuka, terlihat sosok Kania langsung memberi senyum manis kepada Ralin."Kenapa, Ral?" tanya Kania."Boleh masuk, kan? Biar ada teman ngobrol," kata Ralin yang kemudian nyengir lebar.Kania mengangguk perlahan. "Boleh, dong! Ayo masuk ...." Ralin pun masuk ke dalam villa tersebut, ia lantas duduk di kursi yang memang tersedia di villa tersebut."Suami kamu mana? Kenapa sendirian?" tanya Kania memulai obrolan.Ralin menghela napas sejenak. "Tidur, dia bawaannya memang tidur melulu, padahal dia yang tawarin buat staycation.""Mungkin dia capek!" jawab Kania, jelas saja Kania tahu kalau Juan kelelahan."Mungkin, biasanya kalau weekend dia memang suka rebahan. Makanya aku ke sini daripada bosen nggak ada teman ngobrol, aku tahu kalau kamu pasti kesepian juga."
Sesuai dengan yang Ralin pikirkan kalau bertemu dengan keluarga Juan adalah ujian mental untuknya. Bukannya Ralin tak suka kalau berkumpul dengan sanak saudara, yang jadi masalah adalah ketika Ralin menjadi topik utama perbincangan.Pertanyaan yang paling utama adalah, mengapa Ralin belum hamil?Ralin sampai harus memasang senyum palsu terus-terusan di depan semua keluarga Juan, beruntung saja sudah ada mama Juan yang kali ini menjadi juru bicara, jadi Ralin mempersilahkan waktu dan tempatnya untuk ibu mertuanya itu."Kamu kenapa, Honey?" tanya Juan saat menyadari kalau istrinya mulai resah dan gelisah tak karuan."Umm .. anu, apa kita boleh pulang duluan aja?" tanya Ralin."Mau pulang sekarang?""Ya kalau boleh, sih!" kata Ralin sedikit ragu."Boleh, ayo kita pulang. Sebentar, kita harus pamitan dulu sama yang lainnya." Juan akhirnya mengajak Ralin untuk berpamitan dari tempat itu. Beruntungnya Ralin karena sanak saudara Juan semua tak ada yang menghalangi mereka untuk pulang, termasu
Juan melirik sekilas ke arah istrinya yang sudah kembali tertidur, oke aman! Ia pun akhirnya membuka pesan dari Kania lewat aplikasi chat yang jarang ia pakai agar Ralin tak curiga. Nama Kania juga sudah disamarkan menjadi Johan, sebenarnya lucu, nama Johan tetapi yang dibahas dengan Juan kebanyakan omongan mesum seputar ranjang.[Ralin tidur, dia lagi nggak enak badan.] Juan.[Kamu gempur dia semalam di villa? Sampai nggak enak badan gitu.] Kania/Johan.[Enggak juga, mungkin kondisi dia aja yang memang lagi nggak bagus. Kenapa? Kamu mau gantiin posisi dia sebentar?] Juan.[Besok, ok?] Kania/Johan.[Pulang kerja mampir sebentar di apartemen khusus kita.] Juan.[Ok ....] Kania/Johan.[Vc bentar, dong!] Juan.[Terus Ralin? Nanti lihat kita, nggak?] Kania/Johan.[Bentar, aku pindah dulu ke tempat aman!] Juan.Juan pun hendak mencari tempat aman, pikirannya tertuju pada kamar satunya lagi yang ada di apartemennya. Ia pun membiarkan Ralin untuk beristirahat sendiri di dalam kamarnya.Denga
Juan terbangun di pagi hari dan langsung meraba-raba bagian samping ranjangnya. Kosong, tak ada sosok Ralin di sebelahnya. Ia pun akhirnya bangkit dari ranjang, lalu mencari sosok istrinya itu."Ke mana Ralin, ya? Bukannya semalam badannya masih panas?" Bingung Juan mencari sekitar kamar tetapi tidak ada. Ia pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya, begitu ia keluar dari kamar suatu pemandangan langka langsung tersaji di hadapannya. Ralin terlihat sedang sibuk di dapur, ia ditemani oleh para asisten rumah tangga. Terlihat istrinya itu sedang sibuk memasak sambil sesekali bertanya kepada asisten rumah tangganya.Juan jadi terenyuh melihat kejadian di depan mata tersebut, rasanya sayang sekali kalau tak disaksikan. Senakal apa pun Juan di luar sana, tetapi dalam hatinya ia tetap menyayangi Ralin, baik dan buruknya selalu ia terima biarpun kadang memang bikin kesal."Sayang, kamu udah bangun?" sapa Ralin begitu menyadari kalau ada Juan yang memperhatikannya. "Udah!" jawab Juan, ia pun
Kania langsung kaget begitu merasakan ada yang menyentuh dadanya, ia pun spontan menoleh ke arah belakang dan mendapati sosok Juan yang sedang tersenyum kepadanya.“Lama nungguinnya sampai kamu ketiduran di dalam air begini?” tanya Juan.“Enggak kok, aku merasa nyaman aja rendaman begini. Ayo sini!” Kania langsung menarik tangan Juan.Tak pikir panjang lagi, Juan pun akhirnya ikut bergabung bersama dengan Kania, ia membuka kancing bajunya kemudian baju tersebut ia lempar sembarang di lantai kamar mandi. “Hei, memangnya kamu nggak mau pakai baju itu untuk nanti pulang? Kenapa dilempar sembarangan?” tanya Kania. “Aku sudah siapkan baju ganti di apartemen ini, jadi tenang aja!” Juan kini telah polosan, semua kain yang menempel pada tubuhnya telah ia tanggalkan. Ia kemudian ikut masuk ke dalam bathub dan menarik tubuh Kania untuk menempel pada tubuhnya. Punggung Kania pun bersandar pada dada bidang Juan sambil menikmati air hangat yang memenuhi bathub ini. Tangan Juan kembali melanjut
"Kamu nggak apa-apa, Honey?" Juan menyusul Ralin ke toilet, khawatir karena tiba-tiba saja Ralin mengatakan mual. Suara muntahan Ralin terdengar sangat keras, sementara Juan membantu Ralin dengan memijat-mijat punggungnya. Tak ada yang keluar dari mulut Ralin, hanya cairan liurnya saja yang terbuang. "Mungkin aku masuk angin, ya?" ucap Ralin.Juan sedikit terkekeh. "Gimana ceritanya kamu bisa masuk angin, sih?""Ya habisnya perut berasa nggak enak begini, rasanya begah tapi ada mualnya." "Aku minta Bibi untuk buatin kamu minuman hangat, ya?" tawar Juan.Ralin mengangguk setuju, mereka pun keluar dari kamar mandi. Juan kemudian mengarahkan istrinya itu untuk duduk di sofa. "Tunggu sebentar di sini, ya! Aku mau panggil Bibi dulu," kata Juan kepada Ralin.Ralin mengangguk dan membiarkan Juan untuk pergi sejenak. Setelah Juan memanggil asisten rumah tangganya untuk membuatkan Ralin minuman, ia kemudian menghampiri istrinya itu lagi dengan membawa segelas teh hangat. "Makasih, Sayang!
Ralin sampai di rumahnya sambil melirik ke arah jam yang ada di dinding. Juan biasanya memang belum pulang jam segini, ia pun lantas menuju ke dapur dan terlihat asisten rumah tangganya sedang menyiapkan makan malam."Aku mau bantu ya, Bi!" kata Ralin sambil membantu asisten rumah tangganya untuk memotong sayuran."Duduk aja, Nyonya! Biar Bibi yang kerja."Ralin menggelengkan kepalanya. "Aku pengen masak, Bi! Biarpun belum jago, tapi setidaknya aku mau terus belajar supaya terbiasa." Tak berselang lama, terdengar suara bel di apartemen Ralin. Salah satu asisten rumah tangganya pun langsung bergerak untuk membukakan pintu."Ralin dan Juan ada?" Terdengar suara perempuan yang tidak asing di telinga Ralin. Seketika ia menoleh ke arah pintu dan mendapati mertuanya yang datang bertamu. Sudah lumayan lama mama mertuanya ini tak mampir ke sini, baru saja Ralin merasa bisa bernapas dengan lega karena mama mertuanya tak mampir ke sini lagi. Namun kali ini ternyata kembali bertamu tanpa terduga