“Ah, aku sih selalu senang kalau temanku ada yang mampir ke sini apalagi kalau sama keluarganya atau suaminya,” jawab Kania. Ekspresinya masih terlihat santai dan ramah. Sesekali Kania melirik ke arah Juan, semakin hari suami orang semakin tampan.“Bagus kalau gitu.” Ralin tersenyum manis. “Kebetulan aku lagi ngidam, kepengen minum kopi yag dibuatin sama kamu. Kebetulan banget kamu ada di sini, Kania, jadi aku bisa dibikinin kopi langsung sama kamu, kan?”“Ngidam kopi yang dibuatin langsung sama aku? Wah, anak kamu tahu banget ya mana Tante yang pinter bikin kopi.” Lagi-lagi Kania melirik ke arah Juan. Kali ini sambil memberi kerlingan mata.Sudah tentu Juan langsung mengalihkan pandangannya, tak mau fokus ke Kania. Lagipula Juan memang sedang menghindari perempuan ini, malah bisa-bisanya Ralin ngidam kopi buatan Kania. Apa benar anaknya ini paham kalau bapaknya ada sesuatu dengan Kania?Ralin fokus mengelus perutnya yang belum begitu buncit. “Sekaligus tahu juga kalau Tante Kania itu
"Ya ampun, Anya, saya nggak bisa lama-lama di sini. Istri saya mau lahiran, saya harus segera pulang." Juan berusaha melepas pelukan dari sekretarisnya tersebut. "Pusing, pu-pusing, Pak!" "Makanya kan tadi saya bilang, kalau nggak bisa minum ngapain dicobain sih? Kamu kan bisa tolak dengan baik-baik, mereka bakalan paham kok kalau kamu nggak biasa. Kalau begini saya harus gimana? Harus titipin kamu sama siapa?" Anya sudah lemas tak karuan, mana peduli dengan omelan atasannya tersebut. Akhirnya mau tidak mau Juan harus mengantar sekretarisnya untuk balik ke kamarnya. Membiarkan Anya beristirahat di sana, mungkin pilihan terakhir Juan akan menitipkan Anya pada staf hotel. "Kunci kamar kamu mana, Nya?" tanya Juan. Anya hanya menunjuk saku di celana bahan yang ia gunakan tanpa bicara apa-apa, sudah terlanjur sakit kepala. Mau tidak mau Juan pun harus meraba saku celana itu cuma untuk mengambil kunci kamar Anya. Dapat! Untung saja kuncinya berbentuk kartu yang mudah diambil. L
Ralin mengedarkan pandangannya begitu masuk ke sebuah cafe, tempat diadakannya perkumpulan bersama sahabat-sahabat terdekatnya semasa SMA. Dari jauh ia dapat melihat empat perempuan yang berkumpul di satu meja."Ralin, sebelah sini!" Salah satu perempuan yang duduk di sana melambaikan tangannya ke arah Ralin. Dengan cepat Ralin pun melesat menuju ke meja tempat teman-temannya berkumpul. "Sorry, agak terlambat. Di jalan cukup macet," kata Ralin memberi alasan karena kedatangannya yang terlambat. "Kita baru sampai juga, kok! Aku pikir kamu terlambat karena datang bersama dengan calon suami kamu," celetuk Hana, salah satu teman Ralin. "Huush ... gimana mau punya calon suami kalau pacar aja belum ada sampai sekarang," timpal
"Iya, aku Juan yang dulu terkenal gendut di sekolah. Jadi kalian sudah ingat?" ucap Juan tanpa rasa malu.Empat sahabat Ralin kembali tercengang dengan mulut menganga lebar, mereka tak percaya kalau sosok Juan yang terkenal gendut dan sering terkena perundungan oleh teman-temannya karena postur tubuhnya itu, kini menjelma menjadi laki-laki dewasa yang berbeda.Juan yang sekarang jauh lebih tampan, rapi, dengan kulit bersih dan postur tubuh atletis, serta aroma parfum khas maskulin dari tubuhnya yang bisa dipastikan kalau itu parfum mahal."Kenapa kalian kaget begitu?" tanya Ralin tiba-tiba.Teman-teman Ralin menggelengkan kepalanya dengan bersamaan, masih tak percaya dengan sosok laki-laki sempurna idaman setiap wanita ini adalah teman semasa SMA mereka dulu.Ralin menaikkan satu sudut bibirnya, puas memberikan kejutan spesial untuk para
Meskipun awalnya sedikit ragu untuk melanjutkan kegiatan mereka di apartemen Ralin, tapi dengan bujuk rayu yang Juan bisikkan, akhirnya Ralin pun luluh dan setuju untuk mengajak Juan ke sana.Begitu masuk ke dalam apartemen milik Ralin, Juan langsung menyambarnya untuk melanjutkan kegitannya tadi.Tubuh Ralin terhempas di sofa, Juan pun berada di atasnya. Dengan bibir yang masih berpagutan lembut, perlahan tangan Juan mulai mengekplorasi tubuh Ralin.Ralin menikmati tiap sentuhan yang Juan lakukan kepada dirinya. Perlahan Juan membuka kemeja kerja yang ia kenakan, lantas membuangnya sembarang di lantai. Wajah Ralin memerah saat melihat bentuk badan Juan yang tentu saja kini sangat berbeda pada saat Juan remaja.Juan remaja yang dulu gendut, kini menjelma menjadi Juan dewasa yang gagah dengan bentuk tubuh sempurna dan otot-otot yang menonjol di badannya. Perempuan mana yang mau menolak pesona laki-laki ini, bahkan teman-teman Ralin pun tak
Ralin baru saja selesai dari makan siangnya dan buru-buru menyelesaikan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda. Saat Ralin sedang fokus, gawainya berbunyi menandakan panggilan telepon masuk, ternyata telepon dari mamanya.Ralin menghela napasnya sejenak, bersiap-siap mendapati khotbah dari si mama."Ya, Ma? Ralin masih di kantor," ucap Ralin saat menjawab panggilan telepon."Udah tahu kalau kamu lagi di kantor, yang Mama nggak tahu itu sejak kapan kamu punya pacar?" tanya Arini pada putrinya secara langsung.Ralin menepuk dahinya, ia sendiri belum bilang ke orang tuanya kalau sudah memiliki kekasih, sementara semalam ia telah mengunggah foto ciuman pipi bersama Juan. Pasti mamanya telah melihat sendiri un
"Oh, mungkin Ralin belum cerita ke Om?" tanya Juan.Carlos memandang ke arah sekretarisnya, kemudian bergilir menatap ke arah keponakannya. "Jadi kalian sedang pacaran? Sejak kapan? Ralin belum ada memberi kabar, hanya memang belakangan ini Om sadar dia seperti bertingkah sedikit aneh. Ternyata sedang jatuh cinta, ya?"Wajah Ralin langsung merona merah akibat malu. Bagaimanapun ia memang sedang jatuh cinta kepada Juan, jadi wajar kalau belakangan ini Ralin jadi kurang fokus bekerja."Om yakin hubungan kalian pasti akan berlanjut ke tahap yang lebih serius, sebelum itu terjadi sepertinya Om harus memiliki cadangan sekretaris." Carlos tersenyum menatap Ralin, sekretaris kepercayaannya.Ralin mengernyit. "Maaf, Pak, memangnya kenapa? Apa pekerjaan saya kurang maksimal?"Carlos menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi saya yakin kalau Juan tidak akan membiarkan kamu untuk tetap bekerja di sini, tentu nanti kamu akan menjadi Nyonya Ralin
Juan telah menunggu Ralin di depan kantor Carlos Company. Sebuah mobil sport mahal yang dikendarai oleh Juan cukup mengundang perhatian beberapa pegawai di perusahaan tempat Ralin bekerja itu, mereka terkesima dan memberikan atensi khusus kepada sosok laki-laki tampan dan rupawan yang sedang berdiri sambil menyenderkan bagian belakang tubuhnya di mobil tersebut.Ralin pun langsung menghampiri kekasihnya, yang langsung disambut oleh Juan dengan dekapan hangat."Kamu sudah lama nunggunya?" tanya Ralin.Juan menggelengkan kepalanya. "Enggak, paling baru sepuluh menit, kok!""Kenapa nggak telpon aku kalau kamu sudah sampai? Kalau bukan anak-anak lain yang beri tahu aku kalau ada bos Poernoma Group di depan kantor, mungkin aku nggak bakalan tahu." Ralin mengurai dekapan dari Juan, rasanya canggung juga dilihat oleh banyak mata yang lewat. Akan tetapi di sisi lain Ralin sangat bangga bisa