Meskipun awalnya sedikit ragu untuk melanjutkan kegiatan mereka di apartemen Ralin, tapi dengan bujuk rayu yang Juan bisikkan, akhirnya Ralin pun luluh dan setuju untuk mengajak Juan ke sana.
Begitu masuk ke dalam apartemen milik Ralin, Juan langsung menyambarnya untuk melanjutkan kegitannya tadi.Tubuh Ralin terhempas di sofa, Juan pun berada di atasnya. Dengan bibir yang masih berpagutan lembut, perlahan tangan Juan mulai mengekplorasi tubuh Ralin.Ralin menikmati tiap sentuhan yang Juan lakukan kepada dirinya. Perlahan Juan membuka kemeja kerja yang ia kenakan, lantas membuangnya sembarang di lantai. Wajah Ralin memerah saat melihat bentuk badan Juan yang tentu saja kini sangat berbeda pada saat Juan remaja.Juan remaja yang dulu gendut, kini menjelma menjadi Juan dewasa yang gagah dengan bentuk tubuh sempurna dan otot-otot yang menonjol di badannya. Perempuan mana yang mau menolak pesona laki-laki ini, bahkan teman-teman Ralin pun tak percaya kalau Juan akan menjelma menjadi laki-laki dewasa super charming.Ralin meraba lembut dada kekar Juan dengan jari-jarinya, meneliti setiap inci permukaan kulit dari dada turun ke perut, sampai jari-jari Ralin akhirnya berhenti di sana."Kenapa berhenti? Lanjut turun lagi!" perintah Juan.Ralin menaikkan satu sudut bibirnya. "Kamu mau tanganku turun lagi?" tanya Ralin dengan gaya menantangnya."Of course!" bisik Juan.Ralin menggelengkan kepalanya. "No ... no ....""Kenapa no, no? Aku lebih suka kalau yes ... yes!""I will say 'yes', kalau kamu segera melamarku. Apalagi kalau kita segera menikah dan sudah sah, tentu hal yang begini jauh lebih bebas, kan?" kata Ralin dengan tegas. Ia lantas mendorong tubuh Juan dari atas tubuhnya.Juan mendecakkan lidahnya. "Honey, aku maunya sekarang! Paling nggak, kita tester dulu, ya? Please ...." Juan merengek layaknya anak balita, sudah kepalang tanggung kalau tidak dilanjutkan."Kalau aku bilang enggak, itu artinya tetap enggak! Aku cuma mau menunggu lamaran kamu sesegera mungkin," tegas Ralin lagi."Oke, jadi kamu maunya kapan?" tanya Juan langsung."Secepatnya!""Besok?""Mungkin lebih baik," jawab Ralin."Tapi kamu sudah yakin, kan?" Lagi Juan memastikan kembali."Aku sudah tentu yakin, apa jangan-jangan malah kamu yang tidak yakin?" cecar Ralin balik pada Juan.Juan menggelengkan kepalanya sambil melangkah mendekati Ralin yang kini berdiri di dekat jendela apartemennya. Pandangan Ralin menatap jauh ke jalanan di luar apartemennya.Dua tangan Juan terselip di pinggang Ralin, ia berdiri tepat di belakang kekasihnya itu. Perlahan ia pun mendekatkan bibirnya di telinga Ralin. "Selama tiga tahun satu sekolah denganmu sewaktu SMA, tidak ada waktu yang lebih menyenangkan selain saat jam istirahat sekolah. Kamu tahu kenapa?" bisik Juan."Kenapa?""Karena setiap istirahat sekolah, kamu dan teman-temanmu selalu memintaku untuk membelikan kalian makanan di kantin. Kamu sadar nggak, setiap makanan yang aku berikan ke kamu itu selalu dalam porsi yang lebih banyak daripada teman-temanmu? Dan setiap aku memberikan makanan itu ke kamu, kamu selalu tersenyum sambil mencubit pipiku! Itu momen yang paling aku suka dari kamu, dan itu juga yang buat aku diam-diam suka sama kamu selama hampir 3 tahun itu. Biarpun akhirnya kamu dengan gamblang menolakku sewaktu perayaan kelulusan kita, dan malah mengatakan karena aku gendut dan bukan seleramu!"Ralin membalikkan badannya, menatap ke arah Juan. "Sorry, kalau yang dulu itu–""Nggak masalah," potong Juan langsung. "Aku tahu perempuan mana pun pasti nggak suka sama cowok gendut yang banyak makan seperti aku dulu! Tapi gara-gara kejadian itu juga aku termotivasi untuk menguruskan badan, sampai bisa seperti hari ini, yang kamu lihat di depanmu! Makanya kalau kamu tanya apa aku yakin atau tidak denganmu, jawabannya tentu yakin, bahkan aku berjuang memantaskan diriku hanya untuk kamu!" terang Juan dengan jujur.Ralin senang mendengar pernyataan Juan tadi. Tapi kalau boleh jujur, sebenarnya Ralin pun setuju untuk berpacaran dengan Juan karena kini ia sudah tahu betul bagaimana latar belakang keluarga laki-laki ini. Bagaimana besarnya perusahaan yang dipimpin olehnya, dan bagaimana kehidupan keluarganya yang masuk dalam golongan konglomerat itu.Orang bilang materialistis, tapi hidup itu harus realistis. Ralin tentu tak menolak saat tahu juga tampilan Juan yang kini sangat berubah total itu, hampir tak ia kenal sebelumnya. Bagi Ralin, ini paket komplit seorang calon suami berkualitas. Ralin tak mau pikir panjang, sebelum direbut orang. Bagaimanapun, Ralin harus segera menikah dengan Juan."Orang tuamu pasti bisa menerima aku, kan? Karena kalau kamu tanya pendapat orang tuaku, sudah tentu laki-laki yang seperti kamu lolos seleksi calon menantu," kata Ralin tiba-tiba.Juan tertegun sesaat, memikirkan apakah hubungannya dengan Ralin akan berjalan sempurna kalau saja orang tuanya tahu bagaimana latar belakang keluarga Ralin yang bisa dibilang keluarga sederhana."Aku akan meyakinkan keluargaku, tapi ada baiknya kalau kamu juga datang untuk berkenalan dengan orang tuaku. Apa kamu mau?" tawar Juan."Apa itu penting?" tanya Ralin balik.Juan langsung terkekeh mendengar respon dari Ralin itu. "Kamu masih tanya apa itu penting? Jelas itu penting, Honey! Kamu harus mengenal keluargaku, begitupun aku yang harus mengenal keluarga kamu juga.""Saling mengenal dengan orang tuamu bisa nanti setelah menikah, kan? Lagipula setelah menikah aku akan tinggal di rumah kamu bersama kedua orang tuamu, kan?" jawab Ralin dengan santai. Di bayangan Ralin, hidup di rumah mewah bak rumah Sultan milik Juan tentu akan menjadi pengalaman membahagiakan baginya. Ralin tak perlu repot-repot bekerja di kantor, dan tentunya di rumah itu Ralin bisa mengabadikan momen apa saja lewat akun media sosialnya. Ia harus memastikan semua teman-teman yang sering mencibirnya, jadi makin panas akibat melihat unggahannya di media sosial.Juan memutar kedua bola matanya merasa kalau Ralin terlalu santai. Namun apa pun yang Ralin mau, tentu Juan akan turuti. "Oke, nanti biar aku sendiri yang bilang ke orang tuaku kalau aku akan segera melamar kamu!""Serius?" tanya Ralin.Juan mengangguk yakin.Spontan Ralin mengecup pipi Juan. Tak lupa ia meraih gawai miliknya, kemudian ia mengecup pipi Juan satunya lagi sambil tangannya sibuk mengabadikan momen itu lewat kamera di gawainya tersebut.Selesai dengan memberi kecupan, Ralin fokus pada media sosial I*******m. Ia mengunggah momen kebersamaannya barusan sambil menuliskan penjelasan singkat tentang gambarnya. "Calon suami terbaik. Soon."Tak perlu menunggu lama, dalam hitungan beberapa detik dan menit, unggahan itu langsung mendapatkan banyak 'suka' dari pengikut Ralin. Tak ketinggalan beberapa komentar mulai bermunculan, menanyakan siapa sosok laki-laki yang tengah Ralin cium pipinya. Ralin sibuk membalas satu per satu pertanyaan tersebut, sementara Juan kebingungan mengapa Ralin tampak seperti sibuk dengan dunianya sendiri dan tak memperdulikannya yang masih di sana."Kamu ngapain, sih?" tanya Juan sambil mendekat ke arah Ralin yang kini sedang duduk manis di sofa sambil memainkan jari-jarinya di layar gawai. Juan agak kaget melihat momen mereka barusan yang ternyata sudah diunggah oleh Ralin dan bahkan mendapatkan banyak komentar."Mau buktikan ke mereka kalau sebentar lagi aku akan menikah!" jelas Ralin pada Juan."Supaya?""Supaya mereka tahu kalau Ralin Febyana sudah bertemu jodohnya!" Ralin menjelaskan tanpa melihat ke arah Juan, ia masih sibuk membalas satu per satu komentar tersebut.Ralin baru saja selesai dari makan siangnya dan buru-buru menyelesaikan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda. Saat Ralin sedang fokus, gawainya berbunyi menandakan panggilan telepon masuk, ternyata telepon dari mamanya.Ralin menghela napasnya sejenak, bersiap-siap mendapati khotbah dari si mama."Ya, Ma? Ralin masih di kantor," ucap Ralin saat menjawab panggilan telepon."Udah tahu kalau kamu lagi di kantor, yang Mama nggak tahu itu sejak kapan kamu punya pacar?" tanya Arini pada putrinya secara langsung.Ralin menepuk dahinya, ia sendiri belum bilang ke orang tuanya kalau sudah memiliki kekasih, sementara semalam ia telah mengunggah foto ciuman pipi bersama Juan. Pasti mamanya telah melihat sendiri un
"Oh, mungkin Ralin belum cerita ke Om?" tanya Juan.Carlos memandang ke arah sekretarisnya, kemudian bergilir menatap ke arah keponakannya. "Jadi kalian sedang pacaran? Sejak kapan? Ralin belum ada memberi kabar, hanya memang belakangan ini Om sadar dia seperti bertingkah sedikit aneh. Ternyata sedang jatuh cinta, ya?"Wajah Ralin langsung merona merah akibat malu. Bagaimanapun ia memang sedang jatuh cinta kepada Juan, jadi wajar kalau belakangan ini Ralin jadi kurang fokus bekerja."Om yakin hubungan kalian pasti akan berlanjut ke tahap yang lebih serius, sebelum itu terjadi sepertinya Om harus memiliki cadangan sekretaris." Carlos tersenyum menatap Ralin, sekretaris kepercayaannya.Ralin mengernyit. "Maaf, Pak, memangnya kenapa? Apa pekerjaan saya kurang maksimal?"Carlos menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi saya yakin kalau Juan tidak akan membiarkan kamu untuk tetap bekerja di sini, tentu nanti kamu akan menjadi Nyonya Ralin
Juan telah menunggu Ralin di depan kantor Carlos Company. Sebuah mobil sport mahal yang dikendarai oleh Juan cukup mengundang perhatian beberapa pegawai di perusahaan tempat Ralin bekerja itu, mereka terkesima dan memberikan atensi khusus kepada sosok laki-laki tampan dan rupawan yang sedang berdiri sambil menyenderkan bagian belakang tubuhnya di mobil tersebut.Ralin pun langsung menghampiri kekasihnya, yang langsung disambut oleh Juan dengan dekapan hangat."Kamu sudah lama nunggunya?" tanya Ralin.Juan menggelengkan kepalanya. "Enggak, paling baru sepuluh menit, kok!""Kenapa nggak telpon aku kalau kamu sudah sampai? Kalau bukan anak-anak lain yang beri tahu aku kalau ada bos Poernoma Group di depan kantor, mungkin aku nggak bakalan tahu." Ralin mengurai dekapan dari Juan, rasanya canggung juga dilihat oleh banyak mata yang lewat. Akan tetapi di sisi lain Ralin sangat bangga bisa
Juan disambut dengan hangat dan ramah oleh kedua orang tua Ralin. Siapa juga yang mau menolak calon menantu seperti Juan, tampan, rupawan, menawan dan yang paling penting dompet tebal."Jadi, apa ada rencana untuk ke depannya tentang hubungan Nak Juan bersama Ralin?" tanya Hendra, papa Ralin, kepada Juan.Juan mengangguk. "Tentu, Om! Saya punya rencana masa depan bersama Ralin, biarpun kami baru berpacaran tapi saya dan Ralin sudah yakin untuk menjalin hubungan ke tahap yang lebih serius.""Bahkan Juan siap untuk secepatnya menikahi Ralin, Pa!" ucap Ralin dengan antusias. Ia menoleh ke arah Juan untuk memastikan kembali. "Iya kan, Sayang?"Juan mengangguk. "Betul, Om!"Kedua orang tua Ralin tersenyum senang mendengar kabar gembira ini. Tentunya sudah tidak ada alasan untuk menolak Juan, bisa dipastikan Ralin nanti akan hidup makmur sejahtera bersama dengan laki-laki ini."Nanti saya akan memberi kabar ini juga kepada
Ralin digendong ala bridal style oleh Juan menuju ke kamar pengantin di hotel tempat mereka melakukan acara resepsi. Kedua tangan Ralin dikalungkan di leher Juan, biarpun rasanya deg-degan tak karuan, tetapi Ralin berusaha menutupinya agar terlihat tetap tenang di depan suaminya itu.Begitu sampai di kamar, tubuh Ralin di turunkan tepat di tepi ranjang oleh Juan. Pakaian pengantin masih melekat di tubuh masing-masing, pelan-pelan Juan pun meraba lembut pinggang Ralin sambil berbisik, "Aku bantu buka gaun pengantin kamu, ya?"Seketika jantung Ralin jadi terpompa makin cepat, pikirannya sudah menerawang jauh dan memikirkan apa yang akan terjadi kalau Juan sudah membantunya untuk membuka gaun pengantin itu? Tentunya dinas mulia suami istri akan dimulai setelahnya.Perlahan Ralin menganggukkan kepalanya, memberi izin kepada Juan untuk membantunya membuka gaun pengantin yang masih menempel di tubuhnya itu. Gerakan Juan sangat lembut, bahkan membuat aliran darah
"Ke mulut?" Ralin terbelalak saat mendengar instruksi dari suaminya. "Iya, Honey! Masukin pelan-pelan ke mulut kamu," ucap Juan dengan suara beratnya yang kali ini terdengar sangat menggairahkan. Terlihat wajah Ralin sedikit ragu. "A-aku belum pernah." "Apa kamu mau coba? Pelan-pelan aja, mungkin awalnya kurang nyaman, lama-lama pasti terbiasa," kata Juan lagi. Ralin agak ragu, tetapi sebelum hari pernikahan ia sudah dibekali dengan berbagai video dewasa oleh kakaknya. Memang Ralin sempat menontonnya dan cukup membuat dirinya merem melek sekaligus geli dan ngeri. Ternyata saat praktek langsung untuk pertama kalinya seperti sekarang, benar-benar membuat Ralin gelagapan. Pelan tetapi pasti, Ralin akhirnya mau untuk mencoba sesuai arahan dari Juan. Jangan tanya soal rasa, tentu rasanya tidak enak untuk Ralin. Bagaimanapun ini adalah bagian dari dinas mulianya, jadi Ralin harus bisa. Terdengar desahan halus yang keluar dari bibir Juan saat Ralin mulai terbiasa dengan benda itu di m
"Ka-kamu ngapain, Sayang?" tanya Ralin dengan wajah bingung dan setengahnya lagi kegelian. Juan mendongak sejenak. "Lanjutkan tugas kita yang semalam," jawabnya sambil kembali melanjutkan aktivitasnya di bawah sana. "A-aku geli, ah ...." Suara desahan dari bibir Ralin langsung lolos, rasa ngantuknya seketika menghilang. Ada sensasi geli bercampur nikmat di bagian inti miliknya. Lama Juan bermain di sana, sampai akhirnya Ralin merasakan suatu rasa aneh yang membuat tubuhnya bergetar hebat. "Ma-mau pipis," ucap Ralin dengan terbata. Juan malah makin menjadi-jadi di bawah sana, ia tahu kalau istrinya sedang menuju ke puncak kenikmatannya. Ralin melengkungkan tubuhnya, kedua tangannya meremas seprai di tempat tidur. Juan menyudahi aksinya di bawah sana, ia lantas tersenyum puas saat melihat istrinya menggeliat merasakan nikmat. Juan kemudian berpindah dan memposisikan tubuhnya di atas Ralin, ia mulai mencium leher istrinya secara intens, perlahan turun dan berhenti di dua benda ke
Tubuh Ralin terasa lemas begitu digempur habis-habisan oleh suaminya. Pangkal pahanya terasa nyeri, pinggangnya ngilu, dan dari leher hingga dadanya dipenuhi oleh tanda merah peninggalan dari Juan.Sejak semalam memang benar-benar melelahkan, tetapi Ralin senang karena akhirnya ia merasakan sendiri bagaimana rasanya memiliki suami."Honey, mandinya masih lama? Apa aku harus ikutan juga masuk ke dalam?" Suara Juan terdengar dari luar kamar mandi, Ralin yang sedang bercermin di kamar mandi langsung meraih bathrobe dan menutupi tubuhnya. Kalau sampai Juan masuk ke kamar mandi sudah bisa dipastikan akan berakhir seperti apa. Ralin kelelahan, sisa yang tadi saja masih nyeri.Buru-buru Ralin keluar dari kamar mandi, suaminya langsung memberi senyuman lebar."Mandinya udah kelar? Padahal aku baru mau join," kata Juan sambil mengerlingkan matanya."OMG, Juan, aku capek! Istirahat sebentar, ya!" keluh Ralin.Juan mengern