Beranda / Romansa / Pamer Suami / 4. Sejak Kapan Kamu Punya Pacar?

Share

4. Sejak Kapan Kamu Punya Pacar?

Penulis: Ika Armeini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ralin baru saja selesai dari makan siangnya dan buru-buru menyelesaikan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda. Saat Ralin sedang fokus, gawainya berbunyi menandakan panggilan telepon masuk, ternyata telepon dari mamanya.

Ralin menghela napasnya sejenak, bersiap-siap mendapati khotbah dari si mama.

"Ya, Ma? Ralin masih di kantor," ucap Ralin saat menjawab panggilan telepon.

"Udah tahu kalau kamu lagi di kantor, yang Mama nggak tahu itu sejak kapan kamu punya pacar?" tanya Arini pada putrinya secara langsung.

Ralin menepuk dahinya, ia sendiri belum bilang ke orang tuanya kalau sudah memiliki kekasih, sementara semalam ia telah mengunggah foto ciuman pipi bersama Juan. Pasti mamanya telah melihat sendiri unggahan foto tersebut.

"Itu cincin berlian, kamu beneran diberi sama pacar baru kamu?" Lagi Ralin mendapatkan pertanyaan yang jelas pertanyaan dari mamanya ini muncul karena unggahan foto Ralin di I*******m.

"I-iya, Ma!" jawab Ralin sedikit ragu.

"Wah, akhirnya ... besok ajak ke rumah, ya? Mama sama papa pengen ketemu sama pacar baru kamu," ucap Arini dengan semangat.

"Oke, Ma, nanti Ralin beri tahu Juan. Umm ... udah dulu ya, takut dilihat sama Pak Carlos kalau Ralin lagi telponan," ucap Ralin sedikit berbisik, antisipasi kalau bosnya lewat.

"Oke, jangan lupa makan dan istirahat yang cukup! Jangan terlalu memforsir diri, ya? Jangan lupa juga transfer uangnya, Mama belum bayar arisan."

Ralin memutar bola matanya, pesan si mama selalu berujung dengan 'jangan lupa transferan' ini lah yang membuat Ralin harus bekerja keras, kadang memforsir diri tanpa kenal waktu. Bagaimana sempat mencari kekasih kalau waktunya ia habiskan untuk bekerja dan mengabdi untuk Carlos Company.

"Iya nanti Ralin transfer! Bye, Ma ...." Ralin langsung menyudahi panggilan tersebut. "Kalau bukan karena bantu bayar hutang mama dan papa, aku nggak akan mungkin seperti sekarang ini! Oke, besok aku bawain calon mantu kaya raya buat mama dan papa," gumam Ralin sambil menatap layar gawainya.

Ralin kembali fokus ke pekerjaannya, ia tahu betul bagaimana bos besarnya yang selalu menuntut Ralin untuk bekerja cepat dan sempurna.

Tak berselang lama, telepon di meja kerja Ralin berbunyi, panggilan dari bos besarnya.

"Ya, Pak?" sapa Ralin saat telah mengangkat telepon.

"Ralin, perwakilan dari Poernomo Group apa sudah datang?" tanya Carlos pada Ralin.

"Poernomo Group, belum datang–"

Ralin menghentikan ucapannya begitu tiba-tiba disodorkan sebuket bunga besar di hadapannya. Netra Ralin terbelalak kaget, ia pun menoleh ke arah laki-laki yang tengah berdiri sambil menyodorkan bunga itu kepadanya. Seulas senyum manis langsung terpasang di bibir Ralin. "Ralat, Pak! Perwakilan dari Poernomo Group sudah datang, baru saja datang!" ucap Ralin lagi kepada bosnya di panggilan telepon.

"Oke, nanti antar beliau langsung masuk ke ruangan saya," ucap Carlos.

"Baik, Pak!" Ralin langsung menutup teleponnya. Netranya masih memandang lekat kepada sosok laki-laki berkulit bersih yang belakangan ini mengisi hari-harinya. Ia pun meraih buket bunga yang tadi disodorkan untuknya itu.

"Buat aku?" tanya Ralin dengan wajah sumringah.

"Bukan, buat OB kantor kamu!" goda Juan.

Ralin langsung manyun. "Terus ngapain disodorin ke aku?"

"Cuma mau memastikan, cantikan mana, bunganya atau kamu!"

"Terus?"

"Ternyata cantikan kamu! Kalau gitu bunganya nggak jadi buat OB, aku kasih ke orang yang cantik aja, deh! Biar makin cantik lagi," gombal Juan.

Ralin langsung tersipu malu. Apalagi melihat senyum Juan yang mengarah kepadanya, semakin membuat hatinya bergetar, seperti ada gelombang listrik yang tiba-tiba muncul dari atas kepala sampai kakinya.

"Thank you!" ucap Ralin sambil menghirup aroma bunga yang diberikan untuknya. Ia pun kemudian meletakkan buket bunga tersebut di   atas meja kerjanya. "Pak bos udah tungguin kamu di dalam, mau masuk sekarang?" tawar Ralin.

"Boleh tunggu lima menit, nggak?"

Ralin mengernyit. "Boleh! Mau ngapain lima menit?"

"Mau perhatiin bagaimana pacarku kalau sedang kerja," jawab Juan.

"Nggak usah aneh-aneh, deh!" Ralin kembali tersipu malu. Biarpun ini bukan pertama kalinya Ralin berpacaran, tapi jelas Juan adalah laki-laki pertama yang bisa membuka gerbang hati Ralin setelah bertahun-tahun dikunci dengan rapat. Tak ada laki-laki yang boleh masuk selama bertahun-tahun ini.

"Aku serius, ternyata kalau lagi sibuk kerja wajah kamu jadi makin cantik lagi. Jadi nggak salah pilih, dan jadi pengen peluk terus dibawa pulang!"

"Ssssttt ... jangan keras-keras, malu kalau di dengar orang!" Ralin meletakkan telunjuknya di bibir. Netranya melirik ke kanan dan ke kiri melihat situasi di dekatnya.

"Oh, jadi masih malu kalau pacaran denganku? Aku kira cuma waktu SMA kamu malu untuk jadi pacarku, ternyata sekarang masih malu juga!" Juan pura-pura keki.

"Eh, bu-bukan gitu! Aku sama sekali nggak malu pacaran sama kamu, tapi ini masih dalam situasi kerja. Pak Carlos itu orangnya tegas, kalau kerja harus fokus dan–"

Juan lantas meletakkan telunjuknya di bibir Ralin tanpa peduli dengan situasi sekitar. "Kalau Om Carlos sudah tahu kamu ini pacarku, harusnya dia nggak akan berani marahin kamu, sekali pun kamu pacaran denganku di waktu bekerja atau sekaligus di hadapan beliau!"

Kedua alis Ralin menukik tajam. Terasa aneh di telinganya mendengar Juan memanggil pemimpin perusahaan tempat Ralin mengabdikan dirinya ini.

"Om?" tanya Ralin.

Juan mengangguk. "Oh, aku lupa bilang kalau Om Carlos adalah adik sepupu papaku. Perusahaan Carlos Company bisa bangkit dari kebangkrutan tujuh tahun lalu karena bantuan dari papa," jelas Juan. Ia lantas melirik arloji mahal yang terpasang di pergelangan tangannya. "Oke, sudah lima menit! Waktunya bertemu Om Carlos!"

"Oh, oke!" Belum selesai Ralin kaget dengan kenyataan baru kalau ternyata bos besarnya adalah paman dari Juan, tapi Ralin harus segera menyelesaikan tugasnya. Ia pun bangkit dari tempat duduknya, dan mengantar Juan untuk masuk ke dalam ruangan CEO Carlos Company.

Begitu Juan masuk, ia langsung disambut dengan sumringah oleh pamannya. "Juan, selamat datang kembali!" ucap Carlos seraya memeluk keponakannya itu.

"Wah, senang bisa melihat Om kembali, apalagi sekarang makin terlihat ganteng!" Puji Juan kepada pamannya.

Ah, jangan berlebihan! Tapi sebenarnya kalau ganteng itu memang sudah bawaan Om dari lahir," jawab Carlos dengan bangga sambil melepas pelukannya kepada keponakannya itu. "Ayo silahkan duduk!"

Ralin masih berada di ruangan itu sambil terus memperhatikan Juan. Bisa-bisanya Ralin baru menyadari kalau ternyata Juan memiliki hubungan persaudaraan dengan Carlos, bos besar di perusahaannya.

Padahal sudah tiga kali Ralin bertemu dengan Juan di sini, tapi baru kali ini Ralin mengetahui kebenarannya. Semakin yakin lagi kalau Juan adalah calon suami dengan kriteria idaman untuk Ralin. Kekayaannya pasti tak main-main.

"Ralin, tolong siapkan minuman untuk Pak Juan!" Carlos memberi perintah pada Ralin.

"Oh, nggak perlu Om!" tolak Juan langsung.

"Apa kamu yakin?" Carlos mencoba meyakinkan Juan lagi.

Juan mengangguk sambil tersenyum, ia pun mengarahkan pandangannya kepada Ralin. "Saya nggak mau buat pacar saya repot, Om!"

Carlos mengernyit. "Pacar?" 

Bab terkait

  • Pamer Suami   5. Jangan menikah Dengan Juan!

    "Oh, mungkin Ralin belum cerita ke Om?" tanya Juan.Carlos memandang ke arah sekretarisnya, kemudian bergilir menatap ke arah keponakannya. "Jadi kalian sedang pacaran? Sejak kapan? Ralin belum ada memberi kabar, hanya memang belakangan ini Om sadar dia seperti bertingkah sedikit aneh. Ternyata sedang jatuh cinta, ya?"Wajah Ralin langsung merona merah akibat malu. Bagaimanapun ia memang sedang jatuh cinta kepada Juan, jadi wajar kalau belakangan ini Ralin jadi kurang fokus bekerja."Om yakin hubungan kalian pasti akan berlanjut ke tahap yang lebih serius, sebelum itu terjadi sepertinya Om harus memiliki cadangan sekretaris." Carlos tersenyum menatap Ralin, sekretaris kepercayaannya.Ralin mengernyit. "Maaf, Pak, memangnya kenapa? Apa pekerjaan saya kurang maksimal?"Carlos menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi saya yakin kalau Juan tidak akan membiarkan kamu untuk tetap bekerja di sini, tentu nanti kamu akan menjadi Nyonya Ralin

  • Pamer Suami   6. Kenapa Nyosor?

    Juan telah menunggu Ralin di depan kantor Carlos Company. Sebuah mobil sport mahal yang dikendarai oleh Juan cukup mengundang perhatian beberapa pegawai di perusahaan tempat Ralin bekerja itu, mereka terkesima dan memberikan atensi khusus kepada sosok laki-laki tampan dan rupawan yang sedang berdiri sambil menyenderkan bagian belakang tubuhnya di mobil tersebut.Ralin pun langsung menghampiri kekasihnya, yang langsung disambut oleh Juan dengan dekapan hangat."Kamu sudah lama nunggunya?" tanya Ralin.Juan menggelengkan kepalanya. "Enggak, paling baru sepuluh menit, kok!""Kenapa nggak telpon aku kalau kamu sudah sampai? Kalau bukan anak-anak lain yang beri tahu aku kalau ada bos Poernoma Group di depan kantor, mungkin aku nggak bakalan tahu." Ralin mengurai dekapan dari Juan, rasanya canggung juga dilihat oleh banyak mata yang lewat. Akan tetapi di sisi lain Ralin sangat bangga bisa

  • Pamer Suami   7. Menikahi Ralin

    Juan disambut dengan hangat dan ramah oleh kedua orang tua Ralin. Siapa juga yang mau menolak calon menantu seperti Juan, tampan, rupawan, menawan dan yang paling penting dompet tebal."Jadi, apa ada rencana untuk ke depannya tentang hubungan Nak Juan bersama Ralin?" tanya Hendra, papa Ralin, kepada Juan.Juan mengangguk. "Tentu, Om! Saya punya rencana masa depan bersama Ralin, biarpun kami baru berpacaran tapi saya dan Ralin sudah yakin untuk menjalin hubungan ke tahap yang lebih serius.""Bahkan Juan siap untuk secepatnya menikahi Ralin, Pa!" ucap Ralin dengan antusias. Ia menoleh ke arah Juan untuk memastikan kembali. "Iya kan, Sayang?"Juan mengangguk. "Betul, Om!"Kedua orang tua Ralin tersenyum senang mendengar kabar gembira ini. Tentunya sudah tidak ada alasan untuk menolak Juan, bisa dipastikan Ralin nanti akan hidup makmur sejahtera bersama dengan laki-laki ini."Nanti saya akan memberi kabar ini juga kepada

  • Pamer Suami   8. Dinas Mulia Suami Istri

    Ralin digendong ala bridal style oleh Juan menuju ke kamar pengantin di hotel tempat mereka melakukan acara resepsi. Kedua tangan Ralin dikalungkan di leher Juan, biarpun rasanya deg-degan tak karuan, tetapi Ralin berusaha menutupinya agar terlihat tetap tenang di depan suaminya itu.Begitu sampai di kamar, tubuh Ralin di turunkan tepat di tepi ranjang oleh Juan. Pakaian pengantin masih melekat di tubuh masing-masing, pelan-pelan Juan pun meraba lembut pinggang Ralin sambil berbisik, "Aku bantu buka gaun pengantin kamu, ya?"Seketika jantung Ralin jadi terpompa makin cepat, pikirannya sudah menerawang jauh dan memikirkan apa yang akan terjadi kalau Juan sudah membantunya untuk membuka gaun pengantin itu? Tentunya dinas mulia suami istri akan dimulai setelahnya.Perlahan Ralin menganggukkan kepalanya, memberi izin kepada Juan untuk membantunya membuka gaun pengantin yang masih menempel di tubuhnya itu. Gerakan Juan sangat lembut, bahkan membuat aliran darah

  • Pamer Suami   9. Malam Pertama Berjuta Rasanya

    "Ke mulut?" Ralin terbelalak saat mendengar instruksi dari suaminya. "Iya, Honey! Masukin pelan-pelan ke mulut kamu," ucap Juan dengan suara beratnya yang kali ini terdengar sangat menggairahkan. Terlihat wajah Ralin sedikit ragu. "A-aku belum pernah." "Apa kamu mau coba? Pelan-pelan aja, mungkin awalnya kurang nyaman, lama-lama pasti terbiasa," kata Juan lagi. Ralin agak ragu, tetapi sebelum hari pernikahan ia sudah dibekali dengan berbagai video dewasa oleh kakaknya. Memang Ralin sempat menontonnya dan cukup membuat dirinya merem melek sekaligus geli dan ngeri. Ternyata saat praktek langsung untuk pertama kalinya seperti sekarang, benar-benar membuat Ralin gelagapan. Pelan tetapi pasti, Ralin akhirnya mau untuk mencoba sesuai arahan dari Juan. Jangan tanya soal rasa, tentu rasanya tidak enak untuk Ralin. Bagaimanapun ini adalah bagian dari dinas mulianya, jadi Ralin harus bisa. Terdengar desahan halus yang keluar dari bibir Juan saat Ralin mulai terbiasa dengan benda itu di m

  • Pamer Suami   10. Lanjutkan Tugas

    "Ka-kamu ngapain, Sayang?" tanya Ralin dengan wajah bingung dan setengahnya lagi kegelian. Juan mendongak sejenak. "Lanjutkan tugas kita yang semalam," jawabnya sambil kembali melanjutkan aktivitasnya di bawah sana. "A-aku geli, ah ...." Suara desahan dari bibir Ralin langsung lolos, rasa ngantuknya seketika menghilang. Ada sensasi geli bercampur nikmat di bagian inti miliknya. Lama Juan bermain di sana, sampai akhirnya Ralin merasakan suatu rasa aneh yang membuat tubuhnya bergetar hebat. "Ma-mau pipis," ucap Ralin dengan terbata. Juan malah makin menjadi-jadi di bawah sana, ia tahu kalau istrinya sedang menuju ke puncak kenikmatannya. Ralin melengkungkan tubuhnya, kedua tangannya meremas seprai di tempat tidur. Juan menyudahi aksinya di bawah sana, ia lantas tersenyum puas saat melihat istrinya menggeliat merasakan nikmat. Juan kemudian berpindah dan memposisikan tubuhnya di atas Ralin, ia mulai mencium leher istrinya secara intens, perlahan turun dan berhenti di dua benda ke

  • Pamer Suami   11. Mau Ikutan Mandi

    Tubuh Ralin terasa lemas begitu digempur habis-habisan oleh suaminya. Pangkal pahanya terasa nyeri, pinggangnya ngilu, dan dari leher hingga dadanya dipenuhi oleh tanda merah peninggalan dari Juan.Sejak semalam memang benar-benar melelahkan, tetapi Ralin senang karena akhirnya ia merasakan sendiri bagaimana rasanya memiliki suami."Honey, mandinya masih lama? Apa aku harus ikutan juga masuk ke dalam?" Suara Juan terdengar dari luar kamar mandi, Ralin yang sedang bercermin di kamar mandi langsung meraih bathrobe dan menutupi tubuhnya. Kalau sampai Juan masuk ke kamar mandi sudah bisa dipastikan akan berakhir seperti apa. Ralin kelelahan, sisa yang tadi saja masih nyeri.Buru-buru Ralin keluar dari kamar mandi, suaminya langsung memberi senyuman lebar."Mandinya udah kelar? Padahal aku baru mau join," kata Juan sambil mengerlingkan matanya."OMG, Juan, aku capek! Istirahat sebentar, ya!" keluh Ralin.Juan mengern

  • Pamer Suami   12. Honeymoon

    "Sampah?" Ralin mengernyit."Maksudku, aku nggak suka terlalu banyak orang berkomentar begini. Lagian aku nggak kenal mereka," terang Juan."Memang begitu dunia media sosial, Sayang!""Iya, aku tahu, tapi aku nggak suka lihat orang-orang yang nggak aku kenal malah kasih komentar di fotoku." Juan lantas meletakkan gawainya, ia tak kuat berlama-lama hanyut dengan media sosial, mungkin karena Juan terbiasa sibuk bekerja. Hal ini baginya hanya membuang-buang waktunya. Juan lantas merengkuh tubuh istrinya, lebih enak bermain-main dengan istrinya daripada dengan media sosial.Juan terus menghunjam Ralin dengan ciuman, dari wajah hingga ke leher dan dadanya."Sebentar, Sayang, aku masih balas komentar dari teman-temanku," tolak Ralin saat Juan sudah mau memulai aksinya lagi."Kamu kalau sudah pegang hp nggak akan sebentar. Apa di di kantor Om Carlos kamu begini juga?" tanya Juan dengan tatapan curiga.Ralin mengge

Bab terbaru

  • Pamer Suami   65. Membongkar Sikap Buruk Juan

    "Ya ampun, Anya, saya nggak bisa lama-lama di sini. Istri saya mau lahiran, saya harus segera pulang." Juan berusaha melepas pelukan dari sekretarisnya tersebut. "Pusing, pu-pusing, Pak!" "Makanya kan tadi saya bilang, kalau nggak bisa minum ngapain dicobain sih? Kamu kan bisa tolak dengan baik-baik, mereka bakalan paham kok kalau kamu nggak biasa. Kalau begini saya harus gimana? Harus titipin kamu sama siapa?" Anya sudah lemas tak karuan, mana peduli dengan omelan atasannya tersebut. Akhirnya mau tidak mau Juan harus mengantar sekretarisnya untuk balik ke kamarnya. Membiarkan Anya beristirahat di sana, mungkin pilihan terakhir Juan akan menitipkan Anya pada staf hotel. "Kunci kamar kamu mana, Nya?" tanya Juan. Anya hanya menunjuk saku di celana bahan yang ia gunakan tanpa bicara apa-apa, sudah terlanjur sakit kepala. Mau tidak mau Juan pun harus meraba saku celana itu cuma untuk mengambil kunci kamar Anya. Dapat! Untung saja kuncinya berbentuk kartu yang mudah diambil. L

  • Pamer Suami   64. Bahagia Dengan Pilihannya

    “Ah, aku sih selalu senang kalau temanku ada yang mampir ke sini apalagi kalau sama keluarganya atau suaminya,” jawab Kania. Ekspresinya masih terlihat santai dan ramah. Sesekali Kania melirik ke arah Juan, semakin hari suami orang semakin tampan.“Bagus kalau gitu.” Ralin tersenyum manis. “Kebetulan aku lagi ngidam, kepengen minum kopi yag dibuatin sama kamu. Kebetulan banget kamu ada di sini, Kania, jadi aku bisa dibikinin kopi langsung sama kamu, kan?”“Ngidam kopi yang dibuatin langsung sama aku? Wah, anak kamu tahu banget ya mana Tante yang pinter bikin kopi.” Lagi-lagi Kania melirik ke arah Juan. Kali ini sambil memberi kerlingan mata.Sudah tentu Juan langsung mengalihkan pandangannya, tak mau fokus ke Kania. Lagipula Juan memang sedang menghindari perempuan ini, malah bisa-bisanya Ralin ngidam kopi buatan Kania. Apa benar anaknya ini paham kalau bapaknya ada sesuatu dengan Kania?Ralin fokus mengelus perutnya yang belum begitu buncit. “Sekaligus tahu juga kalau Tante Kania itu

  • Pamer Suami   63. Kopi Buatan Kania

    "I-ini, bukan kotak apa-apa, Bu. Kebetulan aja ini kotak bekas, saya diminta tolong sama Pak Juan untuk membuangnya." Anya terpaksa mengarang cerita. Sesuai perjanjian kalau ia akan tutup mulut masalah perselingkuhan Juan. Terlihat Ralin seperti kurang percaya dengan perkataan sekretaris suaminya itu. Matanya terus memperhatikan kotak yang dipegang oleh Anya. "Kotak bekas? Tapi Kenapa kelihatannya masih bagus, ya?" tanya Ralin. "Sa-saya kurang tahu, Bu, saya cuma mengikuti perintah Pak Juan." Anya menunduk hormat. "Mohon maaf, saya permisi sebentar, Bu, kebetulan setelah buang kotak ini saya mau mengerjakan pekerjaan yang lain." Ralin menghela napasnya. "Ya udah!" "Permisi, Bu!" Anya pun kemudian pamitan pergi. "Honey, kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" Juan langsung menghampiri istrinya, sebenarnya agak panik juga karena Ralin datang tiba-tiba. Beruntung saja foto-foto Juan yang dikirim oleh Kania itu sudah dibawa pergi oleh Anya. Terlihat Ralin menatap suaminya dari atas

  • Pamer Suami   62. Itu Kotak Apa?

    "Nggak perlu dijelasin, kamu nggak perlu tahu aku lihat buktinya di mana!" Ralin bangun dari posisinya, ia pun langsung pergi meninggalkan Juan dan masuk ke kamar. Juan makin tak paham dengan situasi ini, kenapa malah jadi makin runyam. Belum saja urusannya dengan Kania benar-benar selesai, tetapi kini Ralin sudah salah paham dengan sekretaris Juan. Langsung saja Juan menyusul ke kamar, hendak menjelaskan kembali kalau dirinya tidak ada apa-apa dengan Anya. "Honey ... buka pintunya, dong!" Juan menggedor pintu, meminta istrinya untuk membukakan pintu kamar. "Aku sama Anya beneran nggak ada apa-apa, Honey!" Tak ada jawaban dari dalam kamar, sudah pasti Ralin ngambek tak karuan karena kesalahpahaman ini. Juan lemas di tempat, kalau begini bagaimana caranya untuk meyakinkan istrinya? Juan kembali ke sofa, ia menghempaskan tubuhnya dengan lemas di sofa tersebut. Lama ia terdiam, menyadari kalau dirinya memang kurang ajar karena sudah menduakan istrinya, bahkan dengan sahabat istrinya

  • Pamer Suami   61. Imbalan Tutup Mulut

    Juan menganggukkan kepalanya. "Iya, mereka sahabatan dari SMA. Bisa dibilang benar-benar dekat dan saling mengenal satu sama lain!"Anya masih kaget, tak menyangka kalau bos-nya bisa sejahat itu. "Bapak keterlaluan, malah sangat keterlaluan! Kalau saya jadi Bu Ralin dan tahu masalah ini udah pasti saya nggak mau pertahanin rumah tangga saya, Pak! Bapak selingkuh aja udah salah, malah selingkuh sama orang terdekat dari Bu Ralin, itu makin salah lagi!" Anya geleng-geleng kepala keheranan."Ck ... kamu jangan ngomong gitu, dong!""Saya serius, Pak! Nggak ada perempuan yang rela-rela aja suaminya selingkuh apalagi selingkuhannya itu sahabatnya sendiri. Saya nggak bakalan pikir dua kali buat pertahanin pernikahan, mending pisah aja! Malah di awal saya kira karena Bu Ralin itu tipenya Bapak jadi Bapak nggak mungkin berpaling ke cewek lain, ternyata ... ah, memang omongan cowok nggak ada yang bisa dipercaya!"Juan memijat keningnya sejenak. Ia jadi kepikiran dengan kata-kata sekretarisnya in

  • Pamer Suami   60. Anya, Saya Percaya Sama Kamu!

    Juan melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa yang membuat aku nggak bisa pamitan sama kamu?"Kania lagi-lagi bergerak sesuai kemauan hatinya, kali ini dengan impulsif ia memeluk Juan. Sudah pasti Juan kaget dengan tindakan Kania ini, ia khawatir dengan kamera CCTV yang menyoroti gerak-gerik mereka. "Please, Kania ... jangan begini!" Juan langsung menolak tangan Kania yang memeluknya itu. "Kita harus sama-sama menghargai situasinya. Oke, aku akui kalau aku yang salah, aku yang sudah membuka gerbang perselingkuhan ini. Aku cuma ... cuma awalnya iseng, tapi malah keterusan.""Iseng kamu bilang?" tanya Kania.Juan hanya mengangguk pelan. "Bukannya iseng itu malah membuat kamu jadi ketagihan sama aku? Kamu lebih suka caraku memuaskan kamu daripada istri kamu itu, kan?" "Apa sih mau kamu? Kamu mau menuntut lebih ke aku masalah hubungan ini? Aku nggak bisa, Kania, aku sudah ada istri dan aku nggak akan menceraikan dia!" Juan bersikap tegas, tak mau lagi terpengaruh dengan pesona janda

  • Pamer Suami   59. Hentikan Hubungan Ini

    “Umm … lepas dari, dari … perempuan itu, Nya!” Juan terlihat kesulitan untuk menjelaskannya.Anya makin dibuat tak paham. “Perempuan siapa maksud Bapak?”Juan kembali ragu untuk menceritakan hal ini di dalam mobil, tentu karena ada sopir perusahaan yang bersama dengan mereka. Takutnya sopir itu menguping kemudian malah menjadi makin runyam lagi urusannya.“Mungkin nanti aja saya ceritakan kalau kita udah berdua,” ucap Juan akhirnya.Anya mengerti maksud Juan, apalagi saat mata Juan memberi kode yang mengarah ke sopir. Pasti agar sopir tersebut tidak mendengar percakapan mereka."Oh ... baik, Pak!" Anya mengangguk paham.Anya pun menyimpan rasa penasarannya hingga nanti si bos sendiri yang menceritakannya.Sampai di tempat tujuan, Juan lantas disambut oleh pemimpin kantor cabang. Terlihat wajah si pemimpin kantor cabang tersebut sedikit kusut begitu Juan datang."Maaf, Pak, kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan ini semua. Masalahnya itu, beliau tetap komplain dan mengan

  • Pamer Suami   58. Aku Pengen Nonton Ke Bioskop!

    "Eng-enggak ... bukan siapa-siapa, Honey!" Juan langsung menyembunyikan gawai miliknya, takut kalau Ralin kepo kemudian melihat isi pesan yang baru saja Juan dapatkan dari Kania. "Sudah selesai dengan urusan di toilet?" tanyanya kemudian untuk mengalihkan perhatian.Ralin mengangguk kemudian duduk di samping Juan. "Sudah ....""Untung bukan karena sakit perut yang lain, ya!" Juan pun langsung mengelus perut Ralin, perlahan ia menunduk kemudian berbisik di perut istrinya itu. "Sayang, sehat-sehat di dalam, ya! Jangan bikin mami kamu repot, jangan juga minta yang aneh-aneh supaya Daddy nggak ikutan repot.""Oh ... jadi maksudnya aku ini ngerepotin kamu?" tanya Ralin.Buru-buru Juan menggelengkan kepalanya. "Aku kan nggak ada bilang begitu, Honey!""Itu tadi kamu bilang jangan minta yang aneh-aneh supaya Daddy nggak ikutan repot, kan?" Mata Ralin langsung membulat."Ma-maksudnya, jangan minta makanan yang aneh-aneh apalagi susah didapat!" jelas Juan agar Ralin tak salah paham. "Tapi mungk

  • Pamer Suami   57. Anak Magang

    Sampai di tempat tujuan rapat, beruntung Juan datang tepat waktu dan tak sampai terlambat, ia pun langsung disambut dengan sangat ramah oleh pemimpin perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaannya itu. "Terima kasih sudah mengundang saya ke sini, Pak Dareen!" ucap Juan kepada Dareen, pemimpin perusahaan Harsons Corporation. "Suatu kehormatan bisa bekerjasama dengan Poernomo Group, senang bisa bertemu kembali dengan Pak Juan!" ucap Dareen yang langsung mengarahkan Juan untuk berkenalan dengan beberapa petinggi dari perusahaan miliknya. Setelah Juan diperkenalkan, rapat pun dimulai. Beberapa kali Juan sempat melirik ke arah seorang perempuan muda yang sibuk mencatat selama rapat berlangsung, ia tebak kalau perempuan muda itu kemungkinan sekretaris dari salah satu petinggi di perusahaan Harsons Corporation ini. Dari wajahnya, bentuk badan, caranya tersenyum, sungguh membuat Juan tertarik untuk terus meliriknya. Ternyata sempat sesekali secara tak sengaja mereka bertukar pandang wala

DMCA.com Protection Status