Ralin dan Juan langsung duduk di meja makan bersama kedua orang tua Juan. Fokus orang tua Juan jadi teralihkan begitu melihat rambut anak dan menantunya sama-sama basah, tentu saja baru selesai keramas. Ada senyum manis di bibir mama Juan, bisa dipastikan kalau anak dan menantunya barusan sedang memproses pembuatan cucu untuknya. "Mama sudah datangkan Chef khusus yang menangani healthy food," ucap Indah, mama Juan kepada anak dan menantunya."Tumben, ada apa? Biasanya masakan Bibi Yaya juga udah healthy food, Ma!" kata Juan sambil matanya sibuk memperhatikan makanan yang tersedia di meja makan mereka. Memang berbeda dari biasanya, mungkin karena dibuatkan khusus oleh ahlinya."Masa harus ditanya lagi, Juan, memangnya kamu nggak paham Mama kamu?" Jeremy Poernomo, Papa Juan, sekaligus pendiri dan pemilik Poernomo Group itu langsung bertanya ke putra semata wayangnya. "Harusnya kamu tahu bagaimana Mama kamu mengurus detail segala sesuatunya, ya itu cuma buat kamu! Oh, sekarang bukan cu
Ralin menyeringai, sejujurnya ingin protes karena orang tua Juan seperti menuntut Ralin sebagai mesin pencetak anak. "Aku tadi sudah mandi, sekarang aku mau istirahat aja. Badanku sakit semua," jawab Ralin sambil kemudian naik ke atas ranjang hendak beristirahat.Juan bengong dibuatnya, ia pikir kalau istrinya tidak akan menolak penawarannya untuk mandi bareng. Apa kegiatan yoga memang benar-benar membuat seluruh badan Ralin menjadi rontok hingga ia mengeluh seperti itu?Daripada nanti berujung ribut, akhirnya Juan pun memutuskan untuk mandi sendiri tanpa ditemani oleh istrinya. Sepertinya Ralin memang butuh istirahat, terlihat tubuhnya langsung lemas di atas ranjang. Setelah Juan selesai mandi, ia kembali melirik ke ranjangnya, ternyata istrinya sudah tertidur lelap. Juan pun mendekat dan memperhatikan wajah istrinya itu dari dekat."Kasihan, sepertinya kamu memang benar-benar capek, ya?" Juan akhirnya memberikan kecupan di kening istrinya. Sejurus kemudian ia pun keluar dari kamar
Juan buru-buru meletakkan gawai milik Ralin lagi di nakas, sepertinya Ralin tak sadar kalau barusan Juan menginvestigasi gawai miliknya. Beruntung Juan berdiri dalam posisi membelakangi istrinya itu."Enggak, ini aku mau cari HP, aku kira ini punyaku karena mirip." Juan menunjuk gawai milik Ralin yang kebetulan tipenya memang sama dengan gawai milik Juan."Oh!" Ralin mengangguk pelan, lalu kembali menguap. Sejurus kemudian ia pun membalikkan badannya ke posisi lain lalu kembali tertidur.Juan langsung bernapas lega samb
Lagi-lagi Ralin mendengar tebakan yang hampir sama dengan Bibi Yaya tadi. Ya syukur kalau memang benar hamil, seandainya tidak hamil apa mertuanya ini akan kecewa? "Nggak tahu juga, Ma!" jawab Ralin dengan terpaksa, ia bingung harus menjelaskan bagaimana lagi, pokoknya kalau sampai ada dokter yang memeriksanya, bisa jadi kebohongannya langsung terbongkar. "Kalau begitu kita langsung minta periksa aja, ya!" tawar Indah lagi. Ralin mulai panik, periksa macam apa lagi? Periksa kehamilan? Atau periksa penyakit yang dikarang oleh Ralin barusan? "Umm ... rasanya aku cuma perlu istirahat, Ma!" kata Ralin kemudian. "No, no ... kita harus periksa juga supaya pasti, Ralin!" kata Indah yang tetap pada pendiriannya. "Mama belikan test pack buat kamu, ya! Nanti juga Mama langsung telpon dokter untuk periksa keadaan kamu." Ralin menghela napasnya dengan pelan, mau membuat alasan yang lain juga tidak mungkin dan pada akhirnya ia cuma bisa pasrah serta terima saja apa yang akan diatur oleh mert
"Pak Ethan? Kenapa ada di sini?" Ralin sedikit kaget dengan kemunculan anak dari Carlos, mantan bosnya."Memangnya aku nggak boleh ikut ke acara begini? Kamu lupa kalau aku bagian dari Carlos Company yang juga relasi sekaligus keluarga dari Poernomo?" kata Ethan dengan gaya santainya yang tak pernah berubah dari dulu. Ethan memang terlihat santai dan cuek, berbeda dengan Juan yang jauh lebih berkharisma dan terlihat disegani.Ralin mengedarkan pandangannya di dekat Ethan. "Pak Carlos mana?" tanyanya kemudian."Nggak ikut, cuma aku yang mewakilkan," jawab Ethan. Pandangannya teralihkan begitu melihat Juan yang sibuk sendiri dengan rekan-rekan bisnisnya. "Kenapa kamu nggak ikutan temenin suami kamu di sana? Seharus
"Ada lagi yang harus saya tanda tangan?" tanya Juan kepada sekretarisnya. "Tidak ada, Pak! Semuanya sudah beres," jawab Anya, si sekretaris sambil merapikan berkas yang barusan Juan tanda tangani."Oke, kalau sudah nggak ada berarti saya mau langsung pulang sekarang!" Juan hendak beranjak dari tempatnya tetapi kembali ditahan oleh Anya."Pak, ada kedai kopi yang baru buka dekat kantor, Bapak nggak mau cobain? Bapak kan suka minum kopi, siapa tahu bisa jadi rekomendasi, Pak!" tawar Anya.Juan mengernyit. "Kedai kopi? Kedai kopi biasa yang jadi tempat nongkrong anak-anak muda maksud kamu?" "Kurang lebih begitu, tapi katanya tempatnya oke, Pak! Rencana nanti saya dan yang lain mau mampir ke sana." "Apa nama kedai kopinya?" tanya Juan kemudian."Kedai Kopi Rasa, Pak!" Juan mengangguk. "Oke, mungkin kapan-kapan kalau ada waktu saya ke sana. Kebetulan tadi istri saya sudah hubungin saya, jadi harus segera pulang." "Baik, Pak!" "Oh, satu lagi!" Juan menghentikan langkahnya sejenak sebe
"Mau ke mana, Den?" tanya Bibi Yaya saat melihat anak majikannya mengambil kunci mobil dan bersiap-siap untuk pergi."Cari angin bentar, Bi! Kalau nanti istri saya bangun dan cari saya, bilang saya keluar sebentar, ya!" jelas Juan.Bibi Yaya manggut-manggut. "Kenapa angin malah dicari-cari, Den? Nanti masuk angin kan gawat." "Maksudnya cari udara di luar, Bi! Cuma sebentar, kok! Apa mama dan papa juga sudah tidur?" tanya Juan kemudian."Enggak, Den! Tuan dan nyonya ada acara di luar, katanya acara ulang tahun teman arisannya nyonya.""Oh, oke! Kalau begitu saya pergi dulu, ya, Bi!" Juan pun langsung menuju ke mobilnya dan melaju pergi dari rumah mewahnya itu.Sejujurnya Juan pun tak tahu akan ke mana, hanya sedikit suntuk di rumah karena belakangan ini istrinya sering mengeluh setiap Juan pulang dari bekerja. Tiba-tiba saja Juan teringat dengan kedai kopi milik Kania, mungkin kalau bertemu dengan sahabat istrinya itu Juan bisa bertanya-tanya sedikit tentang solusi untuk menghadapi
"Ralin sempat menawarkan untuk tinggal pisah dari mama dan papaku," ucap Juan."Jadi sudah pernah kamu bicarakan juga ke orang tua kamu?" tanya Kania.Juan menggelengkan kepalanya. "Belum! Rasanya mereka nggak akan setuju kalau kita keluar dari rumah itu." Kania mengedikkan bahunya. "Belum dicoba, kan? Jujur aja masalah seperti ini pernah aku alami juga waktu berumah tangga." Juan jadi tertarik begitu mendengar kata-kata Kania tadi. "Jadi kamu juga pernah begini?" Kania mengangguk. "Bedanya waktu itu mertuaku sering membandingkan aku dengan orang lain, aku nggak nyaman dan aku sempat ribut dengan suamiku waktu itu karena dia lebih membela ibunya." Kania menghela napasnya, rasanya kalau mengingat masa lalu lagi seperti sakit hatinya kembali muncul. "Apa itu jadi salah satu alasan kamu bercerai?" tanya Juan kemudian, ada rasa penasaran di hatinya, apakah masalah begini bisa menjadi besar dan menyebabkan keretakan rumah tangga."Salah satunya, iya!" aku Kania akhirnya. "Tapi tiap rum