Beranda / Romansa / Pamer Suami / 16. Jangan Mulai Overthinking

Share

16. Jangan Mulai Overthinking

Penulis: Ika Armeini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ralin menyeringai, sejujurnya ingin protes karena orang tua Juan seperti menuntut Ralin sebagai mesin pencetak anak.

"Aku tadi sudah mandi, sekarang aku mau istirahat aja. Badanku sakit semua," jawab Ralin sambil kemudian naik ke atas ranjang hendak beristirahat.

Juan bengong dibuatnya, ia pikir kalau istrinya tidak akan menolak penawarannya untuk mandi bareng. Apa kegiatan yoga memang benar-benar membuat seluruh badan Ralin menjadi rontok hingga ia mengeluh seperti itu?

Daripada nanti berujung ribut, akhirnya Juan pun memutuskan untuk mandi sendiri tanpa ditemani oleh istrinya. Sepertinya Ralin memang butuh istirahat, terlihat tubuhnya langsung lemas di atas ranjang.

Setelah Juan selesai mandi, ia kembali melirik ke ranjangnya, ternyata istrinya sudah tertidur lelap. Juan pun mendekat dan memperhatikan wajah istrinya itu dari dekat.

"Kasihan, sepertinya kamu memang benar-benar capek, ya?" Juan akhirnya memberikan kecupan di kening istrinya. Sejurus kemudian ia pun keluar dari kamar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pamer Suami   17. Pusing, Mual?

    Juan buru-buru meletakkan gawai milik Ralin lagi di nakas, sepertinya Ralin tak sadar kalau barusan Juan menginvestigasi gawai miliknya. Beruntung Juan berdiri dalam posisi membelakangi istrinya itu."Enggak, ini aku mau cari HP, aku kira ini punyaku karena mirip." Juan menunjuk gawai milik Ralin yang kebetulan tipenya memang sama dengan gawai milik Juan."Oh!" Ralin mengangguk pelan, lalu kembali menguap. Sejurus kemudian ia pun membalikkan badannya ke posisi lain lalu kembali tertidur.Juan langsung bernapas lega samb

  • Pamer Suami   18. Test Pack

    Lagi-lagi Ralin mendengar tebakan yang hampir sama dengan Bibi Yaya tadi. Ya syukur kalau memang benar hamil, seandainya tidak hamil apa mertuanya ini akan kecewa? "Nggak tahu juga, Ma!" jawab Ralin dengan terpaksa, ia bingung harus menjelaskan bagaimana lagi, pokoknya kalau sampai ada dokter yang memeriksanya, bisa jadi kebohongannya langsung terbongkar. "Kalau begitu kita langsung minta periksa aja, ya!" tawar Indah lagi. Ralin mulai panik, periksa macam apa lagi? Periksa kehamilan? Atau periksa penyakit yang dikarang oleh Ralin barusan? "Umm ... rasanya aku cuma perlu istirahat, Ma!" kata Ralin kemudian. "No, no ... kita harus periksa juga supaya pasti, Ralin!" kata Indah yang tetap pada pendiriannya. "Mama belikan test pack buat kamu, ya! Nanti juga Mama langsung telpon dokter untuk periksa keadaan kamu." Ralin menghela napasnya dengan pelan, mau membuat alasan yang lain juga tidak mungkin dan pada akhirnya ia cuma bisa pasrah serta terima saja apa yang akan diatur oleh mert

  • Pamer Suami   19. Kamu Boleh Datang Kapan Aja

    "Pak Ethan? Kenapa ada di sini?" Ralin sedikit kaget dengan kemunculan anak dari Carlos, mantan bosnya."Memangnya aku nggak boleh ikut ke acara begini? Kamu lupa kalau aku bagian dari Carlos Company yang juga relasi sekaligus keluarga dari Poernomo?" kata Ethan dengan gaya santainya yang tak pernah berubah dari dulu. Ethan memang terlihat santai dan cuek, berbeda dengan Juan yang jauh lebih berkharisma dan terlihat disegani.Ralin mengedarkan pandangannya di dekat Ethan. "Pak Carlos mana?" tanyanya kemudian."Nggak ikut, cuma aku yang mewakilkan," jawab Ethan. Pandangannya teralihkan begitu melihat Juan yang sibuk sendiri dengan rekan-rekan bisnisnya. "Kenapa kamu nggak ikutan temenin suami kamu di sana? Seharus

  • Pamer Suami   20. Nggak Suka Diatur Sama Mama?

    "Ada lagi yang harus saya tanda tangan?" tanya Juan kepada sekretarisnya. "Tidak ada, Pak! Semuanya sudah beres," jawab Anya, si sekretaris sambil merapikan berkas yang barusan Juan tanda tangani."Oke, kalau sudah nggak ada berarti saya mau langsung pulang sekarang!" Juan hendak beranjak dari tempatnya tetapi kembali ditahan oleh Anya."Pak, ada kedai kopi yang baru buka dekat kantor, Bapak nggak mau cobain? Bapak kan suka minum kopi, siapa tahu bisa jadi rekomendasi, Pak!" tawar Anya.Juan mengernyit. "Kedai kopi? Kedai kopi biasa yang jadi tempat nongkrong anak-anak muda maksud kamu?" "Kurang lebih begitu, tapi katanya tempatnya oke, Pak! Rencana nanti saya dan yang lain mau mampir ke sana." "Apa nama kedai kopinya?" tanya Juan kemudian."Kedai Kopi Rasa, Pak!" Juan mengangguk. "Oke, mungkin kapan-kapan kalau ada waktu saya ke sana. Kebetulan tadi istri saya sudah hubungin saya, jadi harus segera pulang." "Baik, Pak!" "Oh, satu lagi!" Juan menghentikan langkahnya sejenak sebe

  • Pamer Suami   21. Masalah Ralin!

    "Mau ke mana, Den?" tanya Bibi Yaya saat melihat anak majikannya mengambil kunci mobil dan bersiap-siap untuk pergi."Cari angin bentar, Bi! Kalau nanti istri saya bangun dan cari saya, bilang saya keluar sebentar, ya!" jelas Juan.Bibi Yaya manggut-manggut. "Kenapa angin malah dicari-cari, Den? Nanti masuk angin kan gawat." "Maksudnya cari udara di luar, Bi! Cuma sebentar, kok! Apa mama dan papa juga sudah tidur?" tanya Juan kemudian."Enggak, Den! Tuan dan nyonya ada acara di luar, katanya acara ulang tahun teman arisannya nyonya.""Oh, oke! Kalau begitu saya pergi dulu, ya, Bi!" Juan pun langsung menuju ke mobilnya dan melaju pergi dari rumah mewahnya itu.Sejujurnya Juan pun tak tahu akan ke mana, hanya sedikit suntuk di rumah karena belakangan ini istrinya sering mengeluh setiap Juan pulang dari bekerja. Tiba-tiba saja Juan teringat dengan kedai kopi milik Kania, mungkin kalau bertemu dengan sahabat istrinya itu Juan bisa bertanya-tanya sedikit tentang solusi untuk menghadapi

  • Pamer Suami   22. Kurang Lama, Sayang!

    "Ralin sempat menawarkan untuk tinggal pisah dari mama dan papaku," ucap Juan."Jadi sudah pernah kamu bicarakan juga ke orang tua kamu?" tanya Kania.Juan menggelengkan kepalanya. "Belum! Rasanya mereka nggak akan setuju kalau kita keluar dari rumah itu." Kania mengedikkan bahunya. "Belum dicoba, kan? Jujur aja masalah seperti ini pernah aku alami juga waktu berumah tangga." Juan jadi tertarik begitu mendengar kata-kata Kania tadi. "Jadi kamu juga pernah begini?" Kania mengangguk. "Bedanya waktu itu mertuaku sering membandingkan aku dengan orang lain, aku nggak nyaman dan aku sempat ribut dengan suamiku waktu itu karena dia lebih membela ibunya." Kania menghela napasnya, rasanya kalau mengingat masa lalu lagi seperti sakit hatinya kembali muncul. "Apa itu jadi salah satu alasan kamu bercerai?" tanya Juan kemudian, ada rasa penasaran di hatinya, apakah masalah begini bisa menjadi besar dan menyebabkan keretakan rumah tangga."Salah satunya, iya!" aku Kania akhirnya. "Tapi tiap rum

  • Pamer Suami   23. Asal Hidupnya Berdua Sama Kamu

    Semalaman Juan bingung mencari cara untuk menjelaskan kepada mamanya tentang rencana pindah dari rumah orang tuanya. Besar kemungkinan kalau nanti mamanya akan menolak permintaan dari Juan dan Ralin ini. Jujur saja ini pilihan sulit, tetapi demi membuat istrinya tenang dan tak kesal setiap hari akhirnya Juan harus bertindak dan memberanikan diri untuk membicarakan hal ini kepada orang tuanya.Ternyata tidak seburuk yang Juan pikirkan, papa Juan malah mendukung kalau Juan dan Ralin ingin hidup mandiri. Sementara mamanya terlihat biasa saja, seperti tidak ada penolakan, kalau tahu akan semudah ini tentu saja sejak awal Ralin mengeluh itu Juan sudah mengambil tindakan."Asal tetap bawa asisten rumah tangga, Mama nggak bisa percaya kalau kalian tinggal berdua saja tanpa bantuan asisten rumah tangga. Kalau bisa pilih apartemen yang paling luas, Mama nggak mau kalau seandainya nanti Mama mampir ke sana keadaan apartemen nggak karuan, Mama suka yang bersih! Kalau perlu bawa tiga orang asiste

  • Pamer Suami   24. Definisi Dari Suami Idaman

    "Iya, postingan kamu ini bisa aja mengundang para penjahat untuk datang ke sini. Kamu nggak ingat kalau followers kamu kebanyakan laki-laki?" Juan mewanti-wanti istrinya, rasanya tak semua bisa dibagikan di media sosial. Juan hanya takut dengan keselamatan istrinya, siapa tahu ada followers yang nakal.Ralin mengibaskan tangannya di depan wajahnya. "Tenang, Sayang! Nggak perlu takut karena aku nggak pakai location," jelas Ralin."Tetap aja, mereka bisa cari tahu sendiri di mana lokasi tepatnya, kan? Sekarang ini jaman sudah canggih." Ralin mendengus pelan. "Jangan overthinking begitu, semua bakalan baik-baik aja."Juan malas memperpanjang masalah, ia memilih untuk mempercayai istrinya kalau semua akan baik-baik saja. "Oh, hampir lupa!" kata Ralin tiba-tiba."Kenapa lagi?" "Kemarin Kania sempat minta untuk mampir ke kedai kopinya, gimana kalau nanti kita mampir ke sana?" tawar Ralin kepada suaminya. Juan mengangguk. "Boleh!" Jujur saja Juan belum cerita ke Ralin kalau ia sudah semp

Bab terbaru

  • Pamer Suami   65. Membongkar Sikap Buruk Juan

    "Ya ampun, Anya, saya nggak bisa lama-lama di sini. Istri saya mau lahiran, saya harus segera pulang." Juan berusaha melepas pelukan dari sekretarisnya tersebut. "Pusing, pu-pusing, Pak!" "Makanya kan tadi saya bilang, kalau nggak bisa minum ngapain dicobain sih? Kamu kan bisa tolak dengan baik-baik, mereka bakalan paham kok kalau kamu nggak biasa. Kalau begini saya harus gimana? Harus titipin kamu sama siapa?" Anya sudah lemas tak karuan, mana peduli dengan omelan atasannya tersebut. Akhirnya mau tidak mau Juan harus mengantar sekretarisnya untuk balik ke kamarnya. Membiarkan Anya beristirahat di sana, mungkin pilihan terakhir Juan akan menitipkan Anya pada staf hotel. "Kunci kamar kamu mana, Nya?" tanya Juan. Anya hanya menunjuk saku di celana bahan yang ia gunakan tanpa bicara apa-apa, sudah terlanjur sakit kepala. Mau tidak mau Juan pun harus meraba saku celana itu cuma untuk mengambil kunci kamar Anya. Dapat! Untung saja kuncinya berbentuk kartu yang mudah diambil. L

  • Pamer Suami   64. Bahagia Dengan Pilihannya

    “Ah, aku sih selalu senang kalau temanku ada yang mampir ke sini apalagi kalau sama keluarganya atau suaminya,” jawab Kania. Ekspresinya masih terlihat santai dan ramah. Sesekali Kania melirik ke arah Juan, semakin hari suami orang semakin tampan.“Bagus kalau gitu.” Ralin tersenyum manis. “Kebetulan aku lagi ngidam, kepengen minum kopi yag dibuatin sama kamu. Kebetulan banget kamu ada di sini, Kania, jadi aku bisa dibikinin kopi langsung sama kamu, kan?”“Ngidam kopi yang dibuatin langsung sama aku? Wah, anak kamu tahu banget ya mana Tante yang pinter bikin kopi.” Lagi-lagi Kania melirik ke arah Juan. Kali ini sambil memberi kerlingan mata.Sudah tentu Juan langsung mengalihkan pandangannya, tak mau fokus ke Kania. Lagipula Juan memang sedang menghindari perempuan ini, malah bisa-bisanya Ralin ngidam kopi buatan Kania. Apa benar anaknya ini paham kalau bapaknya ada sesuatu dengan Kania?Ralin fokus mengelus perutnya yang belum begitu buncit. “Sekaligus tahu juga kalau Tante Kania itu

  • Pamer Suami   63. Kopi Buatan Kania

    "I-ini, bukan kotak apa-apa, Bu. Kebetulan aja ini kotak bekas, saya diminta tolong sama Pak Juan untuk membuangnya." Anya terpaksa mengarang cerita. Sesuai perjanjian kalau ia akan tutup mulut masalah perselingkuhan Juan. Terlihat Ralin seperti kurang percaya dengan perkataan sekretaris suaminya itu. Matanya terus memperhatikan kotak yang dipegang oleh Anya. "Kotak bekas? Tapi Kenapa kelihatannya masih bagus, ya?" tanya Ralin. "Sa-saya kurang tahu, Bu, saya cuma mengikuti perintah Pak Juan." Anya menunduk hormat. "Mohon maaf, saya permisi sebentar, Bu, kebetulan setelah buang kotak ini saya mau mengerjakan pekerjaan yang lain." Ralin menghela napasnya. "Ya udah!" "Permisi, Bu!" Anya pun kemudian pamitan pergi. "Honey, kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" Juan langsung menghampiri istrinya, sebenarnya agak panik juga karena Ralin datang tiba-tiba. Beruntung saja foto-foto Juan yang dikirim oleh Kania itu sudah dibawa pergi oleh Anya. Terlihat Ralin menatap suaminya dari atas

  • Pamer Suami   62. Itu Kotak Apa?

    "Nggak perlu dijelasin, kamu nggak perlu tahu aku lihat buktinya di mana!" Ralin bangun dari posisinya, ia pun langsung pergi meninggalkan Juan dan masuk ke kamar. Juan makin tak paham dengan situasi ini, kenapa malah jadi makin runyam. Belum saja urusannya dengan Kania benar-benar selesai, tetapi kini Ralin sudah salah paham dengan sekretaris Juan. Langsung saja Juan menyusul ke kamar, hendak menjelaskan kembali kalau dirinya tidak ada apa-apa dengan Anya. "Honey ... buka pintunya, dong!" Juan menggedor pintu, meminta istrinya untuk membukakan pintu kamar. "Aku sama Anya beneran nggak ada apa-apa, Honey!" Tak ada jawaban dari dalam kamar, sudah pasti Ralin ngambek tak karuan karena kesalahpahaman ini. Juan lemas di tempat, kalau begini bagaimana caranya untuk meyakinkan istrinya? Juan kembali ke sofa, ia menghempaskan tubuhnya dengan lemas di sofa tersebut. Lama ia terdiam, menyadari kalau dirinya memang kurang ajar karena sudah menduakan istrinya, bahkan dengan sahabat istrinya

  • Pamer Suami   61. Imbalan Tutup Mulut

    Juan menganggukkan kepalanya. "Iya, mereka sahabatan dari SMA. Bisa dibilang benar-benar dekat dan saling mengenal satu sama lain!"Anya masih kaget, tak menyangka kalau bos-nya bisa sejahat itu. "Bapak keterlaluan, malah sangat keterlaluan! Kalau saya jadi Bu Ralin dan tahu masalah ini udah pasti saya nggak mau pertahanin rumah tangga saya, Pak! Bapak selingkuh aja udah salah, malah selingkuh sama orang terdekat dari Bu Ralin, itu makin salah lagi!" Anya geleng-geleng kepala keheranan."Ck ... kamu jangan ngomong gitu, dong!""Saya serius, Pak! Nggak ada perempuan yang rela-rela aja suaminya selingkuh apalagi selingkuhannya itu sahabatnya sendiri. Saya nggak bakalan pikir dua kali buat pertahanin pernikahan, mending pisah aja! Malah di awal saya kira karena Bu Ralin itu tipenya Bapak jadi Bapak nggak mungkin berpaling ke cewek lain, ternyata ... ah, memang omongan cowok nggak ada yang bisa dipercaya!"Juan memijat keningnya sejenak. Ia jadi kepikiran dengan kata-kata sekretarisnya in

  • Pamer Suami   60. Anya, Saya Percaya Sama Kamu!

    Juan melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa yang membuat aku nggak bisa pamitan sama kamu?"Kania lagi-lagi bergerak sesuai kemauan hatinya, kali ini dengan impulsif ia memeluk Juan. Sudah pasti Juan kaget dengan tindakan Kania ini, ia khawatir dengan kamera CCTV yang menyoroti gerak-gerik mereka. "Please, Kania ... jangan begini!" Juan langsung menolak tangan Kania yang memeluknya itu. "Kita harus sama-sama menghargai situasinya. Oke, aku akui kalau aku yang salah, aku yang sudah membuka gerbang perselingkuhan ini. Aku cuma ... cuma awalnya iseng, tapi malah keterusan.""Iseng kamu bilang?" tanya Kania.Juan hanya mengangguk pelan. "Bukannya iseng itu malah membuat kamu jadi ketagihan sama aku? Kamu lebih suka caraku memuaskan kamu daripada istri kamu itu, kan?" "Apa sih mau kamu? Kamu mau menuntut lebih ke aku masalah hubungan ini? Aku nggak bisa, Kania, aku sudah ada istri dan aku nggak akan menceraikan dia!" Juan bersikap tegas, tak mau lagi terpengaruh dengan pesona janda

  • Pamer Suami   59. Hentikan Hubungan Ini

    “Umm … lepas dari, dari … perempuan itu, Nya!” Juan terlihat kesulitan untuk menjelaskannya.Anya makin dibuat tak paham. “Perempuan siapa maksud Bapak?”Juan kembali ragu untuk menceritakan hal ini di dalam mobil, tentu karena ada sopir perusahaan yang bersama dengan mereka. Takutnya sopir itu menguping kemudian malah menjadi makin runyam lagi urusannya.“Mungkin nanti aja saya ceritakan kalau kita udah berdua,” ucap Juan akhirnya.Anya mengerti maksud Juan, apalagi saat mata Juan memberi kode yang mengarah ke sopir. Pasti agar sopir tersebut tidak mendengar percakapan mereka."Oh ... baik, Pak!" Anya mengangguk paham.Anya pun menyimpan rasa penasarannya hingga nanti si bos sendiri yang menceritakannya.Sampai di tempat tujuan, Juan lantas disambut oleh pemimpin kantor cabang. Terlihat wajah si pemimpin kantor cabang tersebut sedikit kusut begitu Juan datang."Maaf, Pak, kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan ini semua. Masalahnya itu, beliau tetap komplain dan mengan

  • Pamer Suami   58. Aku Pengen Nonton Ke Bioskop!

    "Eng-enggak ... bukan siapa-siapa, Honey!" Juan langsung menyembunyikan gawai miliknya, takut kalau Ralin kepo kemudian melihat isi pesan yang baru saja Juan dapatkan dari Kania. "Sudah selesai dengan urusan di toilet?" tanyanya kemudian untuk mengalihkan perhatian.Ralin mengangguk kemudian duduk di samping Juan. "Sudah ....""Untung bukan karena sakit perut yang lain, ya!" Juan pun langsung mengelus perut Ralin, perlahan ia menunduk kemudian berbisik di perut istrinya itu. "Sayang, sehat-sehat di dalam, ya! Jangan bikin mami kamu repot, jangan juga minta yang aneh-aneh supaya Daddy nggak ikutan repot.""Oh ... jadi maksudnya aku ini ngerepotin kamu?" tanya Ralin.Buru-buru Juan menggelengkan kepalanya. "Aku kan nggak ada bilang begitu, Honey!""Itu tadi kamu bilang jangan minta yang aneh-aneh supaya Daddy nggak ikutan repot, kan?" Mata Ralin langsung membulat."Ma-maksudnya, jangan minta makanan yang aneh-aneh apalagi susah didapat!" jelas Juan agar Ralin tak salah paham. "Tapi mungk

  • Pamer Suami   57. Anak Magang

    Sampai di tempat tujuan rapat, beruntung Juan datang tepat waktu dan tak sampai terlambat, ia pun langsung disambut dengan sangat ramah oleh pemimpin perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaannya itu. "Terima kasih sudah mengundang saya ke sini, Pak Dareen!" ucap Juan kepada Dareen, pemimpin perusahaan Harsons Corporation. "Suatu kehormatan bisa bekerjasama dengan Poernomo Group, senang bisa bertemu kembali dengan Pak Juan!" ucap Dareen yang langsung mengarahkan Juan untuk berkenalan dengan beberapa petinggi dari perusahaan miliknya. Setelah Juan diperkenalkan, rapat pun dimulai. Beberapa kali Juan sempat melirik ke arah seorang perempuan muda yang sibuk mencatat selama rapat berlangsung, ia tebak kalau perempuan muda itu kemungkinan sekretaris dari salah satu petinggi di perusahaan Harsons Corporation ini. Dari wajahnya, bentuk badan, caranya tersenyum, sungguh membuat Juan tertarik untuk terus meliriknya. Ternyata sempat sesekali secara tak sengaja mereka bertukar pandang wala

DMCA.com Protection Status