"Ralin sempat menawarkan untuk tinggal pisah dari mama dan papaku," ucap Juan."Jadi sudah pernah kamu bicarakan juga ke orang tua kamu?" tanya Kania.Juan menggelengkan kepalanya. "Belum! Rasanya mereka nggak akan setuju kalau kita keluar dari rumah itu." Kania mengedikkan bahunya. "Belum dicoba, kan? Jujur aja masalah seperti ini pernah aku alami juga waktu berumah tangga." Juan jadi tertarik begitu mendengar kata-kata Kania tadi. "Jadi kamu juga pernah begini?" Kania mengangguk. "Bedanya waktu itu mertuaku sering membandingkan aku dengan orang lain, aku nggak nyaman dan aku sempat ribut dengan suamiku waktu itu karena dia lebih membela ibunya." Kania menghela napasnya, rasanya kalau mengingat masa lalu lagi seperti sakit hatinya kembali muncul. "Apa itu jadi salah satu alasan kamu bercerai?" tanya Juan kemudian, ada rasa penasaran di hatinya, apakah masalah begini bisa menjadi besar dan menyebabkan keretakan rumah tangga."Salah satunya, iya!" aku Kania akhirnya. "Tapi tiap rum
Semalaman Juan bingung mencari cara untuk menjelaskan kepada mamanya tentang rencana pindah dari rumah orang tuanya. Besar kemungkinan kalau nanti mamanya akan menolak permintaan dari Juan dan Ralin ini. Jujur saja ini pilihan sulit, tetapi demi membuat istrinya tenang dan tak kesal setiap hari akhirnya Juan harus bertindak dan memberanikan diri untuk membicarakan hal ini kepada orang tuanya.Ternyata tidak seburuk yang Juan pikirkan, papa Juan malah mendukung kalau Juan dan Ralin ingin hidup mandiri. Sementara mamanya terlihat biasa saja, seperti tidak ada penolakan, kalau tahu akan semudah ini tentu saja sejak awal Ralin mengeluh itu Juan sudah mengambil tindakan."Asal tetap bawa asisten rumah tangga, Mama nggak bisa percaya kalau kalian tinggal berdua saja tanpa bantuan asisten rumah tangga. Kalau bisa pilih apartemen yang paling luas, Mama nggak mau kalau seandainya nanti Mama mampir ke sana keadaan apartemen nggak karuan, Mama suka yang bersih! Kalau perlu bawa tiga orang asiste
"Iya, postingan kamu ini bisa aja mengundang para penjahat untuk datang ke sini. Kamu nggak ingat kalau followers kamu kebanyakan laki-laki?" Juan mewanti-wanti istrinya, rasanya tak semua bisa dibagikan di media sosial. Juan hanya takut dengan keselamatan istrinya, siapa tahu ada followers yang nakal.Ralin mengibaskan tangannya di depan wajahnya. "Tenang, Sayang! Nggak perlu takut karena aku nggak pakai location," jelas Ralin."Tetap aja, mereka bisa cari tahu sendiri di mana lokasi tepatnya, kan? Sekarang ini jaman sudah canggih." Ralin mendengus pelan. "Jangan overthinking begitu, semua bakalan baik-baik aja."Juan malas memperpanjang masalah, ia memilih untuk mempercayai istrinya kalau semua akan baik-baik saja. "Oh, hampir lupa!" kata Ralin tiba-tiba."Kenapa lagi?" "Kemarin Kania sempat minta untuk mampir ke kedai kopinya, gimana kalau nanti kita mampir ke sana?" tawar Ralin kepada suaminya. Juan mengangguk. "Boleh!" Jujur saja Juan belum cerita ke Ralin kalau ia sudah semp
Pagi hari Ralin masih bermalas-malasan sambil merebahkan tubuhnya di atas ranjang, gempuran semalam bersama Juan membuat badannya sedikit remuk. Memang urusan yang satu itu belakangan ini hampir tak pernah absen, apalagi semenjak tinggal pisah dengan orang tua Juan.Juan baru saja selesai mandi, kalau dulu saat awal-awal pernikahan Ralin selalu rajin menyiapkan semua barang-barang keperluan untuk Juan pakai, mulai dari setelan jas, sepatu, dan lain-lain, tetapi kini Ralin jadi sedikit lebih malas. Semenjak pindah ke apartemen ini Ralin terlihat lebih cuek, alasannya karena kelelahan melayani Juan di ranjang. "Apa nggak bisa bangun sebentar? Dulu waktu tinggal bareng orang tuaku kamu selalu rajin bangun pagi dan nyiapin semua keperluanku. Sekarang kenapa nggak pernah lagi, Honey?" Juan mencoba membangunkan Ralin, berharap istrinya itu mau bangun sebentar saja untuk membantunya bersiap-siap.Respon dari Ralin hanya menggerakkan tangannya sebentar, kemudian terlelap lagi dalam tidur.
"Pa-pagi, Ma!" balas Ralin kepada mama mertuanya tersebut. Kenapa di saat Ralin sedang bersantai-santai seperti ini malah sosok mama mertuanya ini datang ke sini.Bisa dipastikan kalau suasana pagi Ralin kali ini akan menjadi amat sangat berwarna seperti pelangi-pelangi alangkah indahmu. Oh, tidak ... mungkin bisa lebih banyak warna lagi.Ralin menarik napasnya dalam-dalam kemudian ia embuskan secara perlahan, terlihat mama mertuanya mengedarkan pandangan di dalam apartemen tersebut, siap melakukan investigasi. Tiga asisten rumah tangga yang dikirim oleh mama mertua Ralin untuk membantu di apartemen ini terlihat mendekat ke arah ibu bosnya. "Sarapan sudah yang sehat?" tanya Indah kepada asisten rumah tangga di apartemen itu."Sudah, Nyonya!" jawab salah satu asisten rumah tangga. "Bagus!" Kaki Indah lantas melangkah menuju ke ruang tengah. "Saya nggak suka kalau ruangan ini ada debunya, sudah dibersihkan?" tanya Indah lagi sambil menyentuh sudut meja di ruang tengah apartemen itu.
"Staycation?" Ralin mengernyit saat ditawari staycation oleh Juan."Iya, weekend nanti mungkin kita bisa coba untuk staycation, mumpung aku punya waktu luang. Gimana?" tawar Juan lagi."Kamu tahu kan kalau mulai hari Jumat ini aku sudah janji untuk pulang ke rumah orang tuaku, mama dan papaku udah kangen banget dengan anaknya ini," terang Ralin. "Mungkin bisa kita coba minggu depannya lagi."Juan menghela napasnya. "Iya udah kalau begitu." "Lantas Jumat ini kamu bisa ikut pulang ke rumahku, kan?" tanya Ralin untuk memastikan."Umm ... mungkin aku bakalan nyusul belakangan, hari Jumat aku masih ada pertemuan penting dengan beberapa klien, dan aku nggak bisa memastikan pulang jam berapa." Ralin memutar kedua bola matanya. "Kalau begitu mau nyusul hari Sabtu?" Juan mengangguk. "Aku usahakan, ya! Pokoknya hari Sabtu aku pasti sudah ada di rumah orang tua kamu," jelasnya.Juan lantas mendekat ke arah istrinya dan memeluk Ralin dari belakang. Rasanya kalau sudah berduaan begini, pikiran
"Masalah rumah tangga? Apa kamu dan Ralin sedang ada masalah lagi?" tanya Kania.Juan menghela napasnya perlahan. "Sedikit!" "Kenapa lagi?" "Jadi biarpun kita sudah tinggal pisah dari orang tuaku, kadang mamaku masih sering ke sini. Sayangnya Ralin masih aja suka mengeluh masalah mamaku." Juan mengusap pelan wajahnya, rasanya ia mulai jenuh dengan keadaan ini. "Wajar sih kalau dia nggak nyaman, tapi masalahnya aku sudah pernah bilang kalau dia bebas mengatakan ke mamaku seandainya dia nggak nyaman, tapi dia nggak mau melakukan itu. Ralin memilih untuk menuruti kemauan mama tapi setelah itu pasti mengeluh denganku." "Nggak semudah itu, Juan! Dia ada di posisi sulit untuk menolak, kalau menolak kemauan mama kamu yang ada pasti dia jadi nggak enak," jelas Kania.Juan menatap ke arah Kania sejenak. "Apa benar begitu?" "Ya itu cuma pengalamanku aja, tapi masalahnya aku pun nggak bisa menjaga rumah tanggaku sendiri. Kalau kamu mau tanya solusinya, aku juga bingung harus bagaimana." "So
Kania menganggukkan kepalanya. "Iya, nggak ada yang ganggu, aku suka sendirian kalau malam."Juan menaikkan satu sudut bibirnya. "Kamu nggak takut kalau sendirian?""Mau bagaimana lagi, aku udah biasa hidup mandiri jadi kalau sendirian malah lebih nyaman." Kania terperangah saat menyadari kalau posisinya saat ini sangat berdekatan dengan Juan. Dari jarak dekat ini ternyata suami sahabatnya terlihat jauh lebih tampan dan menarik. "Mau minum apa?" tanya Kania kemudian."Apa aja, air putih juga nggak masalah!" ucap Juan."Oke, tunggu sebentar di sini, ya!" Kania lantas beranjak menuju ke dapurnya untuk mengambilkan Juan minuman. Sementara Juan ternyata mengekor di belakangnya, langkah kakinya lantas terhenti di kitchen bar, diam-diam Juan sedang memperhatikan Kania."Kamu nggak bosen sendirian?" tanya Juan.Kania kaget begitu mendengar suara Juan yang ternyata membuntutinya ke dapur. Ia melihat Juan telah berdiri sambil menjadikan kitchen bar sebagai sandaran tangannya."Aku merasa baik