Kania menganggukkan kepalanya. "Iya, nggak ada yang ganggu, aku suka sendirian kalau malam."Juan menaikkan satu sudut bibirnya. "Kamu nggak takut kalau sendirian?""Mau bagaimana lagi, aku udah biasa hidup mandiri jadi kalau sendirian malah lebih nyaman." Kania terperangah saat menyadari kalau posisinya saat ini sangat berdekatan dengan Juan. Dari jarak dekat ini ternyata suami sahabatnya terlihat jauh lebih tampan dan menarik. "Mau minum apa?" tanya Kania kemudian."Apa aja, air putih juga nggak masalah!" ucap Juan."Oke, tunggu sebentar di sini, ya!" Kania lantas beranjak menuju ke dapurnya untuk mengambilkan Juan minuman. Sementara Juan ternyata mengekor di belakangnya, langkah kakinya lantas terhenti di kitchen bar, diam-diam Juan sedang memperhatikan Kania."Kamu nggak bosen sendirian?" tanya Juan.Kania kaget begitu mendengar suara Juan yang ternyata membuntutinya ke dapur. Ia melihat Juan telah berdiri sambil menjadikan kitchen bar sebagai sandaran tangannya."Aku merasa baik
"Apa kamu yakin? Bukannya selama ini kamu sibuk banget di kantor? Bahkan waktu dengan Ralin juga kurang banyak, sementara sekarang kamu menawarkan hal ini ke aku. Kamu lupa kalau aku ini teman Ralin sekaligus aku seorang janda," ucap Kania."Aku nggak lupa kalau kamu ini teman baiknya Ralin, aku juga nggak lupa kalau kamu adalah seorang janda. Aku nggak peduli dengan segala urusan itu, yang penting aku nyaman dengan kamu, Kania." Kania memberi senyuman tipis kepada Juan. "Lantas keuntungannya apa buat aku?"Juan meraba pelan paha Kania dengan tangannya. "Kamu bisa mendapatkan kenikmatan yang nggak pernah kamu dapat dari orang lain, aku bisa beri itu ke kamu!" bisik Juan.Kania terlihat tertegun sejenak sambil menatap ke arah Juan, sejujurnya belakangan ini Kania mendekati Juan ada maksud dan tujuannya. Ketertarikan Kania pada Juan makin menjadi-jadi setiap mendengar Ralin menceritakan serta membanggakan suaminya, bahkan Ralin pernah bercerita kalau Juan jago di ranjang, belum lagi Ju
Kania langsung menurut, ia pun turun dari pangkuan Juan dan memposisikan diri untuk bersimpuh di antara kedua kaki dan paha Juan yang terbuka. Dengan perlahan Kania mengarahkan milik Juan yang telah mengacung sempurna itu ke dalam mulutnya. Juan lantas merasakan sensasi hangat dan geli ketika miliknya masuk memenuhi mulut Kania. Ia lantas menggenggam rambut Kania mengikuti pergerakan kepalanya yang perlahan maju mundur itu. "Lebih dalam lagi, iya ... lebih dalam lagi, Kania!" perintah Juan agar Kania makin memasukkan miliknya lebih dalam lagi ke dalam mulutnya.Kania terlihat sangat menikmati milik Juan di bawah sana, Juan pun mulai menyukai cara janda ini bermain dengan miliknya, sudah jago dan lebih berpengalaman. Juan mendongakkan kepalanya sambil memejamkan mata, menikmati mulut Kania yang bermain di bawah sana.Kania pun tak mau selesai menikmati milik Juan itu, ia masih betah bermain-main dengan mulut dan lidahnya, memberi rangsangan kepada Juan hingga membuat laki-laki itu m
"Kania, aku nggak ganggu kamu, kan?" tanya Ralin langsung begitu pintu apartemen Kania terbuka dan terlihat Kania kaget dengan kehadiran sahabatnya itu. "Habisnya aku bingung mau ke mana lagi, semua teman-teman udah pada sibuk dengan keluarganya, aku nggak enak ganggu mereka. Sepertinya cuma kamu yang free, jadi aku langsung ke sini." Walaupun masih kaget dengan kehadiran Ralin, Kania sebisa mungkin menyembunyikan perasaan itu di hadapan sahabatnya ini. Ia berusaha tersenyum menyambut kedatangan Ralin di apartemennya walaupun senyuman itu sedikit kaku."Aku boleh masuk, kan?" tanya Ralin lagi."Bo-boleh!" jawab Kania sedikit gagap.Tanpa ragu Ralin langsung masuk ke dalam apartemen Kania, langsung saja ia duduk nyaman di sofa, tempat di mana tadi Kania dan suami Ralin melakukan kegiatan panas tetapi tertunda.Ralin terlihat mengedarkan pandangannya di apartemen Kania. "Aku baru sadar kalau apartemen kamu ini nggak seluas yang aku bayangin. Lebih luas dan lebih bagus apartemenku sih,
"Kamu yakin kita mau lanjutin kegiatan kita yang tadi?" tanya Kania untuk memastikan. Juan menganggukkan kepalanya. "Yakin, Kania! Memangnya kamu nggak merasa nanggung?" Kania menyeringai. "Ternyata kamu nakal, Juan!" "Aku nakal cuma sekali-sekali, lagian aku ini pemilih, nggak asal perempuan yang aku nakalin." Kania sepertinya tertarik dengan penawaran Juan, ia kemudian mendekatkan tubuhnya ke suami sahabatnya itu."Jadi mau mulai dari mana?" tawar Kania yang seolah seperti memanggil Juan untuk menyentuhnya lagi. Perlahan tangan Juan meraba lembut baju terusan tipis yang dipakai oleh Kania, dalam hitungan detik baju itu telah berhasil dilucuti oleh Juan menyisakan bra dan dalaman yang dipakai oleh perempuan itu. Milik Juan yang tertutup celana di bawah terasa kesempitan lagi begitu melihat visual tubuh Kania yang sangat menarik dipandang itu. Rasanya sayang sekali kalau Juan melewatkan kesempatan berharga ini, rasa penasarannya makin menjadi-jadi, ia ingin segera melanjutkan ke
"Kenapa baru ke sini?" protes Ralin sambil sedikit manyun saat Juan menghampirinya ke rumah orang tua Ralin."Maafin aku, Honey! Kebetulan kemarin aku masih sibuk, aku juga lembur di kantor jadi daripada kemalaman aku memutuskan untuk hari ini ke sini," kata Juan beralasan. "Masih ngambeknya?" tanyanya sambil sedikit merayu Ralin dan meraih tangannya. Ralin tak menjawab, ia melepaskan tangannya dari Juan kemudian membukakan pintu dengan lebar untuk suaminya itu dan membiarkannya untuk masuk ke dalam rumah orang tua Ralin."Mama sama papa kamu mana?" tanya Juan sambil mengedarkan pandangan di dalam rumah tersebut.Ralin menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada di ruang tengah. "Pergi, ada acara keluarga." "Terus kamu nggak ikutan?" "Ya kalau aku ikutan aku nggak mungkin ada di sini lah!" jawab Ralin sedikit ketus.Juan menyeringai, ia lantas duduk di sebelah istrinya. "Jangan ketus gitu, dong!" Ralin hanya mendengus pelan sambil membuang wajahnya ke arah lain."Masa masih ngambek? E
Pulangnya Ralin ke apartemen Juan membuat hubungan mereka berdua kembali membaik pasca acara ngambek waktu itu.Ralin kembali aktif dengan dunia media sosialnya, sementara Juan harus kembali menerima kalau perhatian istrinya sering terbagi dengan media sosialnya itu. Sejujurnya, Juan sangat menyayangi Ralin, hanya saja kebutuhan biologis Juan belum bisa dipenuhi seutuhnya oleh istrinya itu, ini yang menjadi alasan Juan mencari pelarian di luar. Malah ia tak peduli kalaupun itu adalah sahabat Ralin sendiri.Ralin duduk manis di sofa sambil sibuk dengan gawainya sambil ngemil keripik pedas, Juan yang baru pulang dari kantor langsung disambut dengan pemandangan Ralin yang seperti itu. Ia pun mendekat ke arah istrinya dan berharap istrinya sadar akan kehadiran dirinya di sana."Honey, aku udah pulang kerja," sapa Juan saat menghampiri Ralin.Ralin melirik sekilas ke arah Juan, lantas kembali beralih ke gawainya. "Hai, Sayang!" sapa Ralin kepada suaminya. "Cuma gitu doang?" tanya Juan.R
Setelah balada kepanasan karena makanan pedas, kini Juan hanya duduk manis sambil terdiam di sofa yang ada di pojok kamar."Masih marah sama aku?" tanya Ralin yang langsung mendekat ke arah Juan. Sedari tadi Juan hanya terdiam sambil sibuk mengulir layar iPad-nya.Juan menggelengkan kepalanya. "Siapa yang marah?""Kamu dong, memangnya mau siapa lagi? Kenapa dari tadi cuma diam dan enggak mau ngomong sama aku?"Juan menghela napasnya sejenak. "Aku sibuk balas email, Honey!"Ralin pun melirik layar iPad milik Juan, memang Juan sedang membalas email. Ralin lantas berinisiatif duluan untuk duduk di pangkuan Juan agar bisa mengalihkan perhatiannya."Sebentar, ya! Aku lagi balas email," kata Juan mencoba memberi pengertian kepada Ralin."Enggak, lebih penting balas email atau aku?""Jangan kasih pilihan yang menjebak begitu dong!" protes Juan.Ralin langsung meraih iPad yang tadi masih dipegang oleh Juan, benda itu lantas diletakkan di atas meja oleh Ralin."Jadi mending pilih aku, kan?" ta
"Ya ampun, Anya, saya nggak bisa lama-lama di sini. Istri saya mau lahiran, saya harus segera pulang." Juan berusaha melepas pelukan dari sekretarisnya tersebut. "Pusing, pu-pusing, Pak!" "Makanya kan tadi saya bilang, kalau nggak bisa minum ngapain dicobain sih? Kamu kan bisa tolak dengan baik-baik, mereka bakalan paham kok kalau kamu nggak biasa. Kalau begini saya harus gimana? Harus titipin kamu sama siapa?" Anya sudah lemas tak karuan, mana peduli dengan omelan atasannya tersebut. Akhirnya mau tidak mau Juan harus mengantar sekretarisnya untuk balik ke kamarnya. Membiarkan Anya beristirahat di sana, mungkin pilihan terakhir Juan akan menitipkan Anya pada staf hotel. "Kunci kamar kamu mana, Nya?" tanya Juan. Anya hanya menunjuk saku di celana bahan yang ia gunakan tanpa bicara apa-apa, sudah terlanjur sakit kepala. Mau tidak mau Juan pun harus meraba saku celana itu cuma untuk mengambil kunci kamar Anya. Dapat! Untung saja kuncinya berbentuk kartu yang mudah diambil. L
“Ah, aku sih selalu senang kalau temanku ada yang mampir ke sini apalagi kalau sama keluarganya atau suaminya,” jawab Kania. Ekspresinya masih terlihat santai dan ramah. Sesekali Kania melirik ke arah Juan, semakin hari suami orang semakin tampan.“Bagus kalau gitu.” Ralin tersenyum manis. “Kebetulan aku lagi ngidam, kepengen minum kopi yag dibuatin sama kamu. Kebetulan banget kamu ada di sini, Kania, jadi aku bisa dibikinin kopi langsung sama kamu, kan?”“Ngidam kopi yang dibuatin langsung sama aku? Wah, anak kamu tahu banget ya mana Tante yang pinter bikin kopi.” Lagi-lagi Kania melirik ke arah Juan. Kali ini sambil memberi kerlingan mata.Sudah tentu Juan langsung mengalihkan pandangannya, tak mau fokus ke Kania. Lagipula Juan memang sedang menghindari perempuan ini, malah bisa-bisanya Ralin ngidam kopi buatan Kania. Apa benar anaknya ini paham kalau bapaknya ada sesuatu dengan Kania?Ralin fokus mengelus perutnya yang belum begitu buncit. “Sekaligus tahu juga kalau Tante Kania itu
"I-ini, bukan kotak apa-apa, Bu. Kebetulan aja ini kotak bekas, saya diminta tolong sama Pak Juan untuk membuangnya." Anya terpaksa mengarang cerita. Sesuai perjanjian kalau ia akan tutup mulut masalah perselingkuhan Juan. Terlihat Ralin seperti kurang percaya dengan perkataan sekretaris suaminya itu. Matanya terus memperhatikan kotak yang dipegang oleh Anya. "Kotak bekas? Tapi Kenapa kelihatannya masih bagus, ya?" tanya Ralin. "Sa-saya kurang tahu, Bu, saya cuma mengikuti perintah Pak Juan." Anya menunduk hormat. "Mohon maaf, saya permisi sebentar, Bu, kebetulan setelah buang kotak ini saya mau mengerjakan pekerjaan yang lain." Ralin menghela napasnya. "Ya udah!" "Permisi, Bu!" Anya pun kemudian pamitan pergi. "Honey, kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" Juan langsung menghampiri istrinya, sebenarnya agak panik juga karena Ralin datang tiba-tiba. Beruntung saja foto-foto Juan yang dikirim oleh Kania itu sudah dibawa pergi oleh Anya. Terlihat Ralin menatap suaminya dari atas
"Nggak perlu dijelasin, kamu nggak perlu tahu aku lihat buktinya di mana!" Ralin bangun dari posisinya, ia pun langsung pergi meninggalkan Juan dan masuk ke kamar. Juan makin tak paham dengan situasi ini, kenapa malah jadi makin runyam. Belum saja urusannya dengan Kania benar-benar selesai, tetapi kini Ralin sudah salah paham dengan sekretaris Juan. Langsung saja Juan menyusul ke kamar, hendak menjelaskan kembali kalau dirinya tidak ada apa-apa dengan Anya. "Honey ... buka pintunya, dong!" Juan menggedor pintu, meminta istrinya untuk membukakan pintu kamar. "Aku sama Anya beneran nggak ada apa-apa, Honey!" Tak ada jawaban dari dalam kamar, sudah pasti Ralin ngambek tak karuan karena kesalahpahaman ini. Juan lemas di tempat, kalau begini bagaimana caranya untuk meyakinkan istrinya? Juan kembali ke sofa, ia menghempaskan tubuhnya dengan lemas di sofa tersebut. Lama ia terdiam, menyadari kalau dirinya memang kurang ajar karena sudah menduakan istrinya, bahkan dengan sahabat istrinya
Juan menganggukkan kepalanya. "Iya, mereka sahabatan dari SMA. Bisa dibilang benar-benar dekat dan saling mengenal satu sama lain!"Anya masih kaget, tak menyangka kalau bos-nya bisa sejahat itu. "Bapak keterlaluan, malah sangat keterlaluan! Kalau saya jadi Bu Ralin dan tahu masalah ini udah pasti saya nggak mau pertahanin rumah tangga saya, Pak! Bapak selingkuh aja udah salah, malah selingkuh sama orang terdekat dari Bu Ralin, itu makin salah lagi!" Anya geleng-geleng kepala keheranan."Ck ... kamu jangan ngomong gitu, dong!""Saya serius, Pak! Nggak ada perempuan yang rela-rela aja suaminya selingkuh apalagi selingkuhannya itu sahabatnya sendiri. Saya nggak bakalan pikir dua kali buat pertahanin pernikahan, mending pisah aja! Malah di awal saya kira karena Bu Ralin itu tipenya Bapak jadi Bapak nggak mungkin berpaling ke cewek lain, ternyata ... ah, memang omongan cowok nggak ada yang bisa dipercaya!"Juan memijat keningnya sejenak. Ia jadi kepikiran dengan kata-kata sekretarisnya in
Juan melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa yang membuat aku nggak bisa pamitan sama kamu?"Kania lagi-lagi bergerak sesuai kemauan hatinya, kali ini dengan impulsif ia memeluk Juan. Sudah pasti Juan kaget dengan tindakan Kania ini, ia khawatir dengan kamera CCTV yang menyoroti gerak-gerik mereka. "Please, Kania ... jangan begini!" Juan langsung menolak tangan Kania yang memeluknya itu. "Kita harus sama-sama menghargai situasinya. Oke, aku akui kalau aku yang salah, aku yang sudah membuka gerbang perselingkuhan ini. Aku cuma ... cuma awalnya iseng, tapi malah keterusan.""Iseng kamu bilang?" tanya Kania.Juan hanya mengangguk pelan. "Bukannya iseng itu malah membuat kamu jadi ketagihan sama aku? Kamu lebih suka caraku memuaskan kamu daripada istri kamu itu, kan?" "Apa sih mau kamu? Kamu mau menuntut lebih ke aku masalah hubungan ini? Aku nggak bisa, Kania, aku sudah ada istri dan aku nggak akan menceraikan dia!" Juan bersikap tegas, tak mau lagi terpengaruh dengan pesona janda
“Umm … lepas dari, dari … perempuan itu, Nya!” Juan terlihat kesulitan untuk menjelaskannya.Anya makin dibuat tak paham. “Perempuan siapa maksud Bapak?”Juan kembali ragu untuk menceritakan hal ini di dalam mobil, tentu karena ada sopir perusahaan yang bersama dengan mereka. Takutnya sopir itu menguping kemudian malah menjadi makin runyam lagi urusannya.“Mungkin nanti aja saya ceritakan kalau kita udah berdua,” ucap Juan akhirnya.Anya mengerti maksud Juan, apalagi saat mata Juan memberi kode yang mengarah ke sopir. Pasti agar sopir tersebut tidak mendengar percakapan mereka."Oh ... baik, Pak!" Anya mengangguk paham.Anya pun menyimpan rasa penasarannya hingga nanti si bos sendiri yang menceritakannya.Sampai di tempat tujuan, Juan lantas disambut oleh pemimpin kantor cabang. Terlihat wajah si pemimpin kantor cabang tersebut sedikit kusut begitu Juan datang."Maaf, Pak, kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan ini semua. Masalahnya itu, beliau tetap komplain dan mengan
"Eng-enggak ... bukan siapa-siapa, Honey!" Juan langsung menyembunyikan gawai miliknya, takut kalau Ralin kepo kemudian melihat isi pesan yang baru saja Juan dapatkan dari Kania. "Sudah selesai dengan urusan di toilet?" tanyanya kemudian untuk mengalihkan perhatian.Ralin mengangguk kemudian duduk di samping Juan. "Sudah ....""Untung bukan karena sakit perut yang lain, ya!" Juan pun langsung mengelus perut Ralin, perlahan ia menunduk kemudian berbisik di perut istrinya itu. "Sayang, sehat-sehat di dalam, ya! Jangan bikin mami kamu repot, jangan juga minta yang aneh-aneh supaya Daddy nggak ikutan repot.""Oh ... jadi maksudnya aku ini ngerepotin kamu?" tanya Ralin.Buru-buru Juan menggelengkan kepalanya. "Aku kan nggak ada bilang begitu, Honey!""Itu tadi kamu bilang jangan minta yang aneh-aneh supaya Daddy nggak ikutan repot, kan?" Mata Ralin langsung membulat."Ma-maksudnya, jangan minta makanan yang aneh-aneh apalagi susah didapat!" jelas Juan agar Ralin tak salah paham. "Tapi mungk
Sampai di tempat tujuan rapat, beruntung Juan datang tepat waktu dan tak sampai terlambat, ia pun langsung disambut dengan sangat ramah oleh pemimpin perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaannya itu. "Terima kasih sudah mengundang saya ke sini, Pak Dareen!" ucap Juan kepada Dareen, pemimpin perusahaan Harsons Corporation. "Suatu kehormatan bisa bekerjasama dengan Poernomo Group, senang bisa bertemu kembali dengan Pak Juan!" ucap Dareen yang langsung mengarahkan Juan untuk berkenalan dengan beberapa petinggi dari perusahaan miliknya. Setelah Juan diperkenalkan, rapat pun dimulai. Beberapa kali Juan sempat melirik ke arah seorang perempuan muda yang sibuk mencatat selama rapat berlangsung, ia tebak kalau perempuan muda itu kemungkinan sekretaris dari salah satu petinggi di perusahaan Harsons Corporation ini. Dari wajahnya, bentuk badan, caranya tersenyum, sungguh membuat Juan tertarik untuk terus meliriknya. Ternyata sempat sesekali secara tak sengaja mereka bertukar pandang wala