"Pak Ethan? Kenapa ada di sini?" Ralin sedikit kaget dengan kemunculan anak dari Carlos, mantan bosnya."Memangnya aku nggak boleh ikut ke acara begini? Kamu lupa kalau aku bagian dari Carlos Company yang juga relasi sekaligus keluarga dari Poernomo?" kata Ethan dengan gaya santainya yang tak pernah berubah dari dulu. Ethan memang terlihat santai dan cuek, berbeda dengan Juan yang jauh lebih berkharisma dan terlihat disegani.Ralin mengedarkan pandangannya di dekat Ethan. "Pak Carlos mana?" tanyanya kemudian."Nggak ikut, cuma aku yang mewakilkan," jawab Ethan. Pandangannya teralihkan begitu melihat Juan yang sibuk sendiri dengan rekan-rekan bisnisnya. "Kenapa kamu nggak ikutan temenin suami kamu di sana? Seharus
"Ada lagi yang harus saya tanda tangan?" tanya Juan kepada sekretarisnya. "Tidak ada, Pak! Semuanya sudah beres," jawab Anya, si sekretaris sambil merapikan berkas yang barusan Juan tanda tangani."Oke, kalau sudah nggak ada berarti saya mau langsung pulang sekarang!" Juan hendak beranjak dari tempatnya tetapi kembali ditahan oleh Anya."Pak, ada kedai kopi yang baru buka dekat kantor, Bapak nggak mau cobain? Bapak kan suka minum kopi, siapa tahu bisa jadi rekomendasi, Pak!" tawar Anya.Juan mengernyit. "Kedai kopi? Kedai kopi biasa yang jadi tempat nongkrong anak-anak muda maksud kamu?" "Kurang lebih begitu, tapi katanya tempatnya oke, Pak! Rencana nanti saya dan yang lain mau mampir ke sana." "Apa nama kedai kopinya?" tanya Juan kemudian."Kedai Kopi Rasa, Pak!" Juan mengangguk. "Oke, mungkin kapan-kapan kalau ada waktu saya ke sana. Kebetulan tadi istri saya sudah hubungin saya, jadi harus segera pulang." "Baik, Pak!" "Oh, satu lagi!" Juan menghentikan langkahnya sejenak sebe
"Mau ke mana, Den?" tanya Bibi Yaya saat melihat anak majikannya mengambil kunci mobil dan bersiap-siap untuk pergi."Cari angin bentar, Bi! Kalau nanti istri saya bangun dan cari saya, bilang saya keluar sebentar, ya!" jelas Juan.Bibi Yaya manggut-manggut. "Kenapa angin malah dicari-cari, Den? Nanti masuk angin kan gawat." "Maksudnya cari udara di luar, Bi! Cuma sebentar, kok! Apa mama dan papa juga sudah tidur?" tanya Juan kemudian."Enggak, Den! Tuan dan nyonya ada acara di luar, katanya acara ulang tahun teman arisannya nyonya.""Oh, oke! Kalau begitu saya pergi dulu, ya, Bi!" Juan pun langsung menuju ke mobilnya dan melaju pergi dari rumah mewahnya itu.Sejujurnya Juan pun tak tahu akan ke mana, hanya sedikit suntuk di rumah karena belakangan ini istrinya sering mengeluh setiap Juan pulang dari bekerja. Tiba-tiba saja Juan teringat dengan kedai kopi milik Kania, mungkin kalau bertemu dengan sahabat istrinya itu Juan bisa bertanya-tanya sedikit tentang solusi untuk menghadapi
"Ralin sempat menawarkan untuk tinggal pisah dari mama dan papaku," ucap Juan."Jadi sudah pernah kamu bicarakan juga ke orang tua kamu?" tanya Kania.Juan menggelengkan kepalanya. "Belum! Rasanya mereka nggak akan setuju kalau kita keluar dari rumah itu." Kania mengedikkan bahunya. "Belum dicoba, kan? Jujur aja masalah seperti ini pernah aku alami juga waktu berumah tangga." Juan jadi tertarik begitu mendengar kata-kata Kania tadi. "Jadi kamu juga pernah begini?" Kania mengangguk. "Bedanya waktu itu mertuaku sering membandingkan aku dengan orang lain, aku nggak nyaman dan aku sempat ribut dengan suamiku waktu itu karena dia lebih membela ibunya." Kania menghela napasnya, rasanya kalau mengingat masa lalu lagi seperti sakit hatinya kembali muncul. "Apa itu jadi salah satu alasan kamu bercerai?" tanya Juan kemudian, ada rasa penasaran di hatinya, apakah masalah begini bisa menjadi besar dan menyebabkan keretakan rumah tangga."Salah satunya, iya!" aku Kania akhirnya. "Tapi tiap rum
Semalaman Juan bingung mencari cara untuk menjelaskan kepada mamanya tentang rencana pindah dari rumah orang tuanya. Besar kemungkinan kalau nanti mamanya akan menolak permintaan dari Juan dan Ralin ini. Jujur saja ini pilihan sulit, tetapi demi membuat istrinya tenang dan tak kesal setiap hari akhirnya Juan harus bertindak dan memberanikan diri untuk membicarakan hal ini kepada orang tuanya.Ternyata tidak seburuk yang Juan pikirkan, papa Juan malah mendukung kalau Juan dan Ralin ingin hidup mandiri. Sementara mamanya terlihat biasa saja, seperti tidak ada penolakan, kalau tahu akan semudah ini tentu saja sejak awal Ralin mengeluh itu Juan sudah mengambil tindakan."Asal tetap bawa asisten rumah tangga, Mama nggak bisa percaya kalau kalian tinggal berdua saja tanpa bantuan asisten rumah tangga. Kalau bisa pilih apartemen yang paling luas, Mama nggak mau kalau seandainya nanti Mama mampir ke sana keadaan apartemen nggak karuan, Mama suka yang bersih! Kalau perlu bawa tiga orang asiste
"Iya, postingan kamu ini bisa aja mengundang para penjahat untuk datang ke sini. Kamu nggak ingat kalau followers kamu kebanyakan laki-laki?" Juan mewanti-wanti istrinya, rasanya tak semua bisa dibagikan di media sosial. Juan hanya takut dengan keselamatan istrinya, siapa tahu ada followers yang nakal.Ralin mengibaskan tangannya di depan wajahnya. "Tenang, Sayang! Nggak perlu takut karena aku nggak pakai location," jelas Ralin."Tetap aja, mereka bisa cari tahu sendiri di mana lokasi tepatnya, kan? Sekarang ini jaman sudah canggih." Ralin mendengus pelan. "Jangan overthinking begitu, semua bakalan baik-baik aja."Juan malas memperpanjang masalah, ia memilih untuk mempercayai istrinya kalau semua akan baik-baik saja. "Oh, hampir lupa!" kata Ralin tiba-tiba."Kenapa lagi?" "Kemarin Kania sempat minta untuk mampir ke kedai kopinya, gimana kalau nanti kita mampir ke sana?" tawar Ralin kepada suaminya. Juan mengangguk. "Boleh!" Jujur saja Juan belum cerita ke Ralin kalau ia sudah semp
Pagi hari Ralin masih bermalas-malasan sambil merebahkan tubuhnya di atas ranjang, gempuran semalam bersama Juan membuat badannya sedikit remuk. Memang urusan yang satu itu belakangan ini hampir tak pernah absen, apalagi semenjak tinggal pisah dengan orang tua Juan.Juan baru saja selesai mandi, kalau dulu saat awal-awal pernikahan Ralin selalu rajin menyiapkan semua barang-barang keperluan untuk Juan pakai, mulai dari setelan jas, sepatu, dan lain-lain, tetapi kini Ralin jadi sedikit lebih malas. Semenjak pindah ke apartemen ini Ralin terlihat lebih cuek, alasannya karena kelelahan melayani Juan di ranjang. "Apa nggak bisa bangun sebentar? Dulu waktu tinggal bareng orang tuaku kamu selalu rajin bangun pagi dan nyiapin semua keperluanku. Sekarang kenapa nggak pernah lagi, Honey?" Juan mencoba membangunkan Ralin, berharap istrinya itu mau bangun sebentar saja untuk membantunya bersiap-siap.Respon dari Ralin hanya menggerakkan tangannya sebentar, kemudian terlelap lagi dalam tidur.
"Pa-pagi, Ma!" balas Ralin kepada mama mertuanya tersebut. Kenapa di saat Ralin sedang bersantai-santai seperti ini malah sosok mama mertuanya ini datang ke sini.Bisa dipastikan kalau suasana pagi Ralin kali ini akan menjadi amat sangat berwarna seperti pelangi-pelangi alangkah indahmu. Oh, tidak ... mungkin bisa lebih banyak warna lagi.Ralin menarik napasnya dalam-dalam kemudian ia embuskan secara perlahan, terlihat mama mertuanya mengedarkan pandangan di dalam apartemen tersebut, siap melakukan investigasi. Tiga asisten rumah tangga yang dikirim oleh mama mertua Ralin untuk membantu di apartemen ini terlihat mendekat ke arah ibu bosnya. "Sarapan sudah yang sehat?" tanya Indah kepada asisten rumah tangga di apartemen itu."Sudah, Nyonya!" jawab salah satu asisten rumah tangga. "Bagus!" Kaki Indah lantas melangkah menuju ke ruang tengah. "Saya nggak suka kalau ruangan ini ada debunya, sudah dibersihkan?" tanya Indah lagi sambil menyentuh sudut meja di ruang tengah apartemen itu.