Dia bergegas berlari menghampiri Weni. Karena terlalu panik, dia langsung terjatuh tepat di samping sabahatnya itu.Mata Weni tertutup rapat, pakaiannya terlihat compang-camping seperti dirobek orang, bahkan ada bekas tamparan di wajahnya.Melihat darah segar yang merembes dari bawah tubuh Weni, akhirnya Rhea baru tersadar untuk memanggil ambulans. Dengan tangan gemetaran, dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya. Setelah mencoba untuk menekan nomor di ponselnya beberapa kali, akhirnya dia baru berhasil menekan tombol yang benar.Begitu panggilan telepon terhubung, dengan nada bicara panik, dia mengatakan ada orang yang terjatuh dari gedung. Hingga orang di ujung telepon menanyakan di mana dirinya saat ini, dia baru menyebutkan alamatnya dengan nada bicara terisak.Setelah mengakhiri panggilan telepon itu, Rhea tidak berani menyentuh Weni lagi. Sekujur tubuhnya gemetaran, bulir-bulir air mata terus bercucuran membasahi pipinya.Weni datang ke sini demi merayakan ulang tahunnya. Kal
Sorot mata Arieson langsung berubah menjadi muram. Dia berkata dengan dingin, "Kalau begitu, periksalah rekaman kamera pengawas di sekitar hotel.""Baik, aku mengerti."Setelah mengakhiri panggilan telepon, begitu Arieson berjalan kembali ke sisi Rhea, Rhea sudah berkata dengan suara serak, "Bagaimana? Apa sudah jelas apa yang terjadi?""Untuk sementara ini masih belum, tapi seharusnya nggak akan memakan waktu lama."Rhea mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya ke bawah dan berkata, "Paman, hari ini terima kasih banyak. Sekarang juga sudah larut, kamu pulang saja dulu, aku akan berjaga di sini sendiri."Arieson menundukkan kepalanya, melirik wanita itu sekilas. Wanita itu tampak sedang menundukkan kepala, kedua tangannya terkepal erat, tubuhnya masih gemetaran.Setelah terdiam sejenak, dia memutuskan untuk duduk di samping Rhea."Aku akan menemanimu."Rhea tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi, dia hanya menundukkan kepalanya, berdoa agar Weni baik-baik saja.Tak lama kemudian, set
Sorot mata Arieson berubah menjadi luar biasa dingin. Dia menatap Citra dengan tatapan seperti ingin membunuh orang.Ditatap seperti itu oleh Arieson, Citra diliputi perasaan bersalah. Namun, mengingat putrinya masih berbaring di dalam ruang ICU sekarang, bahkan belum bisa dipastikan masih bisa sadar kembali atau tidak, amarah langsung menyelimuti hatinya."Pak Arieson, biarpun kamu akan menyerangku, aku juga nggak takut. Lagi pula, putriku sudah menjadi seperti ini. Aku hidup juga nggak ada artinya lagi!"Rhea segera melangkah keluar dari belakang Arieson. Dia mendongak menatap pria itu dan berkata, "Paman, Bibi Citra adalah ibu Weni. Weni mengalami kejadian seperti ini, wajar saja dia sangat marah. Aku baik-baik saja."Handoko menatapnya, lalu mendesah dan berkata, "Nona Rhea, sebaiknya kamu pulang dulu. Kalau kondisi Weni sudah membaik, aku akan memberitahumu."Walaupun Rhea ingin tetap berada di sini, tetapi dia juga tahu kalau dia tetap berada di hadapan Handoko dan Citra, hanya a
Sorot mata Arieson berbuah menjadi muram. "Belum, kamera pengawas hotel sudah dirusak. Aku sudah meminta Tio untuk memeriksa rekaman kamera pengawas di sekeliling hotel. Malam ini yang paling penting adalah beristirahatlah dengan baik. Adapun mengenai hal-hal lainnya, besok pagi baru kita bicarakan lagi.""Aku mengerti, terima kasih, Paman.""Nggak perlu berterima kasih. Walau mungkin sekarang kurang cocok untuk mengatakan kalimat ini, selamat ulang tahun, ya."Rhea tertegun sejenak, lalu berkata dengan suara rendah, "Terima kasih."Kalau Weni tidak bisa bangun lagi, mungkin hari ulang tahunnya di masa mendatang, dia tidak akan merasa bahagia lagi."Pergi istirahatlah.""Hmm."Rhea masuk ke dalam kamar tidur. Dekorasi di dalam kamar tidur juga tidak ada bedanya dengan ruang tamu, hanya ada tiga warna, yaitu hitam, putih dan abu-abu.Aroma samar menyelimuti kamar tidur tersebut. Rhea tidak bisa membedakan aroma apa itu, dia hanya merasa cukup wangi.Selesai mandi, dia berbaring di atas
Rhea menggigit bibir bawahnya dengan kuat, hingga aroma darah mulai menguar dalam mulutnya, dia juga masih enggan melepaskannya.Beberapa saat kemudian, dia baru berkata dengan dingin, "Jerico, apa hanya ini trik yang kamu punya?!""Kamu yang memaksaku. Aku hanya ingin tahu kamu pergi ke mana tadi malam, hanya itu saja. Kamu nggak bersedia memberitahuku, itu hanya akan membuatku merasa kamu merasa bersalah."Rhea menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan penuh penekanan, "Tadi malam aku menginap di rumah pamanmu."Sontak saja ucapannya ini langsung membuat orang di ujung telepon terdiam, suasana menjadi sangat hening dan menyesakkan.Rhea bisa merasakan dengan jelas napas Jerico menjadi berat. Dia berkata dengan perlahan, "Tadi malam terjadi sesuatu pada Weni. Saat itu suasana hatiku sedang nggak stabil, seharusnya dia khawatir aku pulang ke rumah dan berpikiran macam-macam, jadi ...."Jerico mencibir dan berkata, "Jadi dia membawamu ke rumahnya? Rhea, jangan bilang padaku, di saa
Di sisi lain, di rumah sakit, tak lama kemudian, Stella sudah menerima panggilan telepon dari Yurik. Setelah mengetahui Jerico memberikan donor ginjal itu pada ayahnya, dia sangat senang.Awalnya dia mengira masih butuh waktu sebelum Jerico menyetujui hal ini. Dia tidak menyangka pria itu setuju begitu cepat!Selanjutnya, dia hanya perlu mencari kesempatan untuk memberi tahu Rhea hal ini.Dia menundukkan kepalanya, mengusap-usap perutnya yang masih belum membuncit. Sorot mata penuh perhitungan tampak jelas di matanya.Sepanjang hari, Rhea sudah mencoba untuk menghubungi Jerico belasan kali, tetapi pria itu tetap tidak menjawab panggilan teleponnya.Sepertinya dia hanya bisa menunggu pria itu pulang dinas, baru menjelaskannya perlahan-lahan pada pria tersebut.Di dalam ruangan presdir.Sambil membawa dokumen, Tio mengetuk pintu dan berjalan memasuki ruangan. "Pak Arieson, kejadian tadi malam sudah ada sedikit petunjuk."Arieson meletakkan dokumennya, lalu mendongak menatap sekretarisnya
Tak disangka saat Weni melompat turun, pelaku malah mencoba untuk menariknya, sampai-sampai menyebabkan kepalanya terbentur dan kehilangan kesadaran.Ekspresi Arieson langsung berubah menjadi muram sekaligus dingin. "Lemparkan dua orang itu ke kantor polisi. Adapun mengenai Maudi, bawa beberapa orang untuk menangkapnya, lalu antar dia ke hadapan Rhea. Biarkan Rhea yang menangani wanita itu sendiri."Begitu Maudi tiba di bandara, dia langsung dihentikan oleh orang-orang Keluarga Tessa.Dengan ekspresi muram, dia berkata, "Minggir, pesawat sudah hampir lepas landas!"Biasanya, kepala pelayan Keluarga Tessa yang memimpin sekelompok orang itu hanya mendengar ucapan Gilbert."Nona, Tuan memintaku untuk membawamu pulang.""Aku nggak mau pulang, aku mau ke luar negeri! Kalau kalian nggak minggir juga, jangan salahkan aku bersikap kasar padamu!"Namun, kepala pelayan itu menganggap ucapan sang nona seperti angin lalu. Dia mengedipkan matanya pada orang di belakangnya, yang segera maju untuk me
Melihat ekspresi ketakutan wanita itu, tidak ada gejolak emosi apa pun di mata Rhea. Sebelumnya, saat Weni melompat ke bawah, dia pasti lebih takut dibandingkan Maudi sekarang, bukan?Maudi menatap Rhea dan berkata, "Rhea, apa yang kamu inginkan?"Rhea menyunggingkan seulas senyum, lalu berkata dengan penuh penekanan, "Apa yang kuinginkan? Aku hanya ingin kamu merasakan penderitaan dan ketakutan yang dirasakan oleh Weni sebelumnya."Pupil mata Maudi langsung mengecil seketika. "Awas saja kalau kamu berani! Kalau kamu berani menyentuhku, Keluarga Tessa nggak akan melepaskanmu.""Oh? Begitu, ya? Kalau Keluarga Tessa bersedia untuk melindungimu, kamu juga nggak akan muncul di sini, 'kan?"Hati Maudi diliputi oleh ketakutan. Bagaimanapun juga, tadi saat berada di Kediaman Keluarga Tessa, ayahnya memang melihatnya dibawa pergi tanpa melakukan apa pun.Mengingat hingga sekarang Weni masih berbaring di dalam ruang ICU, tidak tahu kapan akan sadar kembali, sekujur tubuh Maudi mulai gemetaran.
Arieson mengusap-usap kepalanya, berkata dengan suara rendah, "Nggak bisa membuatmu memercayaiku sepenuhnya, itu artinya aku masih kurang baik."Rhea mendongak, menatap pria itu. Saat dia hendak berbicara, tiba-tiba ponsel Arieson berdering."Kamu sudah mengubah nada deringmu?"Dulu Rhea sudah pernah mendengar nada dering ponsel Arieson, sepertinya berbeda dengan nada dering hari ini.Arieson tidak berbicara, dia mengambil ponselnya dan berjalan ke samping sebelum menjawab panggilan telepon tersebut.Tidak tahu mengapa, hati Rhea diliputi oleh kegelisahan, keningnya juga berkerut.Tak lama kemudian, Arieson sudah mengakhiri panggilan telepon itu, lalu berbalik dan berjalan menghampirinya."Aku ada sedikit urusan, perlu keluar sebentar, kamu tidur saja dulu."Selesai berbicara, dia berbalik, hendak pergi. Secara naluriah, Rhea menarik tangannya."Apa urusan itu sangat penting? Bisakah kamu tetap di sini untuk menemaniku ... aku ...."Rhea juga tidak tahu harus menggunakan alasan seperti
Setelah berjalan memasuki ruang tamu, Arieson yang sedari tadi hanya diam saja akhirnya buka suara. "Mengapa kamu mau menerima uang dua miliar darinya, bukannya bersikeras menuntut permintaan maaf terbuka dari mereka?""Biarpun dia meminta maaf, juga nggak akan tulus. Lagi pula, Jerico bisa membujuk wanita itu kemari untuk meminta maaf, pasti karena nggak ingin hal ini diekspos. Kalau aku terus bersikeras menuntut permintaan maaf, hanya akan merugikan diriku sendiri."Arieson menatap Rhea dan berkata, "Jadi, sejak awal yang kamu inginkan itu adalah uang?"Rhea mengangguk dan berkata, "Ya. Hanya saja, kalau aku menyebutkan uang, kemungkinan besar Jerico akan meminta pengacara untuk menuntutku atas tuduhan pemerasan."Mendengar ucapan ini, Arieson terdiam. Dia mengalihkan pandangannya ke bawah, tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya.Melihat pria itu tidak berencana untuk berbicara lagi, Rhea berbalik, hendak kembali ke kamar tidurnya.Rhea baru saja melangkah beberapa langkah ketika m
Rhea mengalihkan pandangannya ke arah wanita itu. Melihat ekspresi wanita itu yang jelas-jelas sedang menahan emosi, tetapi harus meminta maaf padanya itu, dia hanya merasa agak konyol."Nyonya Siska, saat kamu menyebarkan rumor aku main tangan terhadapmu, seharusnya kamu nggak pernah membayangkan sekarang kamu akan datang menemuimu, meminta maaf padaku, memohon padaku untuk mencabut tuntutan, 'kan?"Ekspresi Siska sempat berubah sesaat. Dia menusuk telapak tangannya dengan kuat, menekan api amarah yang bergejolak dalam hatinya secara paksa."Rhea, aku bersalah sudah melakukan hal seperti ini. Aku minta maaf padamu. Jangan mempermasalahkannya lagi, oke?""Oke." Rhea mengangguk, lalu berkata, "Kamu keluarkan sebuah pernyataan yang menyatakan aku nggak main tangan terhadapmu, kamu sendiri yang ingin merusak reputasiku. Dengan begitu, aku akan meminta pengacara untuk mencabut tuntutan."Ekspresi Siska langsung membeku. Dia dan Jerico sengaja datang menemui Rhea, justru karena ingin menyel
"Kamu sudah selesai mengobrol dengan ayahku?"Arieson menundukkan kepalanya, menatap Rhea. Kemudian, dia berkata dengan suara dalam, "Hmm.""Aku akan masuk untuk bicara sebentar dengannya, lalu kita pulang.""Oke."Rhea berjalan memasuki bangsal. Hal yang mengejutkannya adalah, raut wajah Bagas tidak semuram sebelumnya lagi. Walaupun raut wajah ayahnya masih tampak muram, tetapi jelas sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya."Ayah, mengenai menerima perawatan di luar negeri, Ayah bisa mempertimbangkannya lagi. Kalau Ayah benar-benar nggak ingin pergi ke luar negeri, aku juga nggak akan memaksa Ayah lagi."Bagas mendongak menatap putrinya, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu dipertimbangkan lagi, aku sudah mempertimbangkannya dengan matang. Kamu dan Arieson ... sebaiknya kamu pertimbangkan dengan baik. Bagaimanapun juga, dia adalah paman Jerico. Kalau kamu bersamanya, kelak kamu nggak hanya akan menghadapi opini publik, orang-orang Keluarga Thamnin juga nggak akan setuju. Jal
Melihat Rhea tetap bergeming, Vani berkata dengan suara rendah, "Biarpun kamu tetap di sini, juga nggak ada gunanya, hanya akan membuat ayahmu makin marah saja."Arieson juga menatapnya dan berkata sambil tersenyum, "Nggak perlu khawatir, aku bisa menanganinya dengan baik."Setelah ragu selama beberapa detik, akhirnya Rhea mengangguk dan berkata, "Baiklah."Setelah keluar dari bangsal bersama Vani, mereka berdua duduk di bangku di koridor. Untuk sesaat, tidak ada seorang pun yang berbicara.Setelah terdiam sesaat, Vani baru menoleh ke arah Rhea dan berkata, "Rhea, sebenarnya tetap berada di dalam negeri juga cukup baik, peralatan dan keterampilan medis rumah sakit ini juga lumayan bagus, aku ...."Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Rhea menyelanya dengan ekspresi dingin, "Bibi Vani, kamu tiba-tiba nggak ingin pergi ke luar negeri karena Kak Gerald berencana untuk mengembangkan kariernya di dalam negeri?"Vani tertegun sejenak, kilatan rasa bersalah berkedip di matanya. "Bagaima
Rhea mengerutkan keningnya dan berkata, "Bibi Vani, kemarin jelas-jelas kita sudah sepakat, mengapa kamu tiba-tiba berubah pikiran?"Lagi pula, dia mengirim mereka ke luar negeri, juga demi keselamatan mereka.Dia tidak akan melepaskan Sizur. Selain itu, setelah Arieson tahu dia hanya dimanfaatkan, pria itu juga tidak akan melindunginya lagi. Saat itu tiba, dia tidak mungkin bisa membagikan tenaga dan pikirannya untuk mengatur mereka dengan baik lagi.Vani berkata dengan ekspresi tidak berdaya, "Bukannya aku nggak ingin ke luar negeri, ayahmu benar-benar nggak tenang meninggalkanmu sendirian. Apa pun yang kukatakan, dia tetap nggak setuju untuk pergi ke luar kota."Setelah berpikir sejenak, Rhea berkata dengan suara dalam, "Nanti malam aku akan pergi ke rumah sakit untuk membujuknya sendiri."Sorot mata Vani berkedip, dia berkata, "Sekarang ayahmu masih marah padamu, beberapa hari lagi saja baru kamu kunjungi. Aku takut kalau malam ini kamu pergi mengunjunginya, kalian akan bertengkar
Siska menoleh, menatap putranya dengan tatapan tidak percaya. Sekujur tubuhnya bahkan gemetaran. "Kamu bilang aku memalukan?""Memangnya nggak memalukan? Lihatlah hal-hal yang telah kamu lakukan belakangan ini, apa ada yang berhasil? Karena kamu nggak berkemampuan, jangan menambah-nambah masalah lagi!"Ekspresi amarah tampak jelas di wajah Jerico, dia juga berbicara blak-blakan saja.Bulir-bulir air mata Siska terus mengalir, dia berkata dengan terisak, "Kalau bukan karena suamiku dan putraku nggak berguna, apa aku perlu melakukan hal-hal ini? Sekarang kamu malah mengataiku menambah-nambah masalah? Mengapa kamu nggak punya kemampuan untuk mengeluarkan ayahmu dari penjara? Jerico, kamu benar-benar membuatku kecewa!"Selesai berbicara, dia langsung membuka pintu mobil dan pergi begitu saja.Jerico tidak mengejar ibunya, raut wajahnya tampak sangat muram.Mengapa Siska tidak bisa memahaminya? Dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang ini, dia sama sekali tidak punya cara untuk menyelamat
Selesai berbicara, dia langsung berbalik dan pergi dengan tergesa-gesa.Sorot mata Rhea sedikit berkedip, perasaannya juga agak rumit.Jelas-jelas pria itu takut menyinggung Arieson, tetapi pria itu tetap saja membuat alasan untuk diri sendiri. Dia benar-benar tidak tahu mengapa sebelumnya dia bisa jatuh cinta pada seorang pria pecundang seperti itu.Setelah Jerico pergi, Rhea lanjut memakan steik sapinya dengan tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa.Baru makan tidak lama, dia menyadari pandangan Arieson terus tertuju padanya.Dia mendongak, mengalihkan pandangannya ke arah pria itu, lalu bertanya dengan ekspresi kebingungan, "Apa ada sesuatu di wajahku? Mengapa kamu terus menatapku seperti itu?""Nggak apa-apa, aku kira suasana hatimu akan terpengaruh olehnya.""Bagiku, dia sudah lama seperti orang asing, nggak layak membiarkannya memengaruhi suasana hatiku.""Baguslah kalau begitu."Selesai makan malam, mereka berdua langsung kembali ke vila.Di kantor polisi, saat Jerico membawa
Gerald yang sedang bicara di ujung telepon saja terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara rendah, "Ada orang di sampingmu?""Hmm.""Nggak ada urusan lain lagi, sampai di sini dulu."Setelah panggilan telepon berakhir, Rhea baru menoleh ke arah Arieson dan berkata, "Tadi kenapa kamu tiba-tiba menanyakan padaku mau makan malam apa?"Arieson berkata dengan ekspresi tenang, "Aku kebetulan melihatnya, jadi aku tanyakan padamu. Apa aku mengganggu pembicaraanmu?""Nggak."Dia hanya merasa agak aneh pria itu berbicara di saat dia masih belum mengakhiri panggilan teleponnya.Seolah-olah tidak melihat ekspresi kebingungan di wajah Rhea, Arieson berkata dengan suara dalam, "Siapa yang meneleponmu tadi?""Putra Bibi Vani. Saat kuliah, dia sudah pergi ke luar negeri. Biasanya kami juga jarang berhubungan, jadi aku nggak menyebutkannya padamu."Arieson menyipitkan matanya, tetapi dia tidak bertanya lebih jauh lagi.Mereka berdua makan malam di restoran makanan barat yang disebutkan oleh Arieson. Sa