Setengah jam kemudian Alexa sudah siap berangkat ke kampus. Gadis itu keluar dari apartemen tanpa memedulikan Alvano yang sedari tadi setia menunggu di samping mobilnya.
Alvano berdecak kesal. "Kamu tidak menganggap keberadaanku di sini!"Alexa hanya menoleh singkat, lalu melanjutkan kembali langkahnya menuju jalan utama. Sesekali gadis itu melirik arloginya. Waktu berputar dengan sangat cepat, tetapi belum ada satu taksi pun yang lewat di depannya."Ayo naik! Pagi ini aku yang akan mengantarmu ke kampus.""Tidak perlu! Aku bisa sendiri," jawab Alexa ketus."Bodoh! Hari ini tidak akan ada taksi yang lewat ke sini. Aku sudah membayar mereka!" ucap Alvano seraya tersenyum penuh kemenangan.Alexa mendelik tak percaya. Dia tidak habis pikir dengan apa yang ada di pikiran Alvano. Mentang-mentang dia orang kaya seenaknya saja membayar mereka untuk tidak menarik penumpang hari ini. Berapa orang yang hari ini akan kesiangan bekerja, sekolah, dan kuliah hanya karena tidak mendapatkan taksi?"Naik, atau kamu akan dihukum dosen sangar itu!"Untuk ke sekian kali Alexa terkejut. Dari mana lelaki itu tahu, kalau pagi ini ada kelas Pak Dosen yang super duper sangar? Bahkan sangarnya melebihi sang pembunuh bayaran.Alexa kembali melirik Arloginya. Dia langsung masuk ke mobil, saat tahu waktunya semakin mepet."Pagi ini aku terpaksa menumpang di mobilmu. Lain kali jangan menggunakan uangmu hanya untuk hal-hal yang merugikan banyak orang.""Aku tidak merugikan banyak orang! Hari ini mereka libur, jadi bisa berkumpul dengan keluarganya. Aku juga bekerja sama dengan perusahaan taksinya. Jadi, dalam hal ini tidak ada yang merasa dirugikan, ya!"Alexa mengembuskan napas kasar. Lelaki itu selalu saja merasa paling benar sendiri. "Apa kamu tidak memikirkan para penumpang yang sudah terbiasa memakai taksi?""Kamu itu jangan bodoh, Alexa! Masih banyak jasa angkutan umum lainnya yang bisa mereka tumpangi."Alexa menggeleng singkat. Bicara dengan seorang Alvano seperti sedang mengerjakan tugas fisika yang rumit dan sulit diselesaikan. Gadis itu memijat keningnya, lalu memilih diam untuk mengakhiri perdebatan di antara mereka.Alvano mengerem mobilnya mendadak. Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan, saat tahu gadis di sampingnya terkejut dan menatap tajam ke arahnya."Kamu ingin membuatku celaka, Om?Alvano berdecak kesal. "Jangan panggil aku dengan sebutan itu. Kalau tidak, aku akan menghukummu dengan ini!"Lelaki itu menakup kasar kedua pipi Alexa, lalu dalam hitungan persekian detik, kedua bibir mereka sudah bersatu. Alexa meronta, tetapi percuma tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Alvano."Huaaa ... Om Alvano sudah mencuri ciuman pertamaku. Mama ... bibir anakmu sudah tidak perawan lagi!"Alexa memukul-mukul dada Alvano. Lelaki itu langsung membekap mulut gadis itu, mengingat mereka tengah berada di jalanan yang cukup ramai."Jangan berisik! Pergi ke kampus atau kita akan kembali ke apartemen untuk melanjutkan ...."Alexa langsung membenarkan posisi duduknya menjauh dari Alvano. "Antarkan aku ke kampus!""Dengan senang hati, Tuan Putri," balas Alvano."Mengapa tidak bersama kekasihmu lagi? Bukankah kamu pernah bilang kalau pernikahan kita hanya karena perjodohan saja, bukan atas dasar keinginan hatimu.""Tentu saja karena aku ingin belajar menjadi suami yang baik untukmu."Alexa mendelik tak percaya. "Kamu sehat, kan?"Alvano terkekeh. "Tentu saja aku mengatakan itu dalam keadaan sehat, Nona. Suhu tubuhku pun normal.""Bukankah di awal kamu memutuskan untuk kita ....""Lupakan! Aku tarik kembali ucapanku."Alexa menggeleng singkat. "Tidak bisa! Aku menyetujui rencana awal kita.""Jangan lupa satu hal, Nona Alexa! Aku yang memegang kendali atas hubungan kita. Kamu tidak bisa menolak apa pun keputusanku.""Aku tidak mencintaimu, Om!"Alvano kembali mengerem mobilnya mendadak. Mata elangnya menatap tajam ke arah Alexa."Jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu! Satu lagi, bila hari ini kamu belum bisa mencintaiku, maka aku akan membuatmu jatuh cinta dengan caraku."Setelah mengatakan itu Alvano kembali melajukan mobilnya. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut lelaki itu.Setengah jam kemudian, mobil sampai di depan kampus. Alexa langsung turun dari mobil, tidak lupa sebelumnya mengucapkan terima kasih pada Alvano.Tidak ada tanggapan. Lelaki itu malah membuang wajahnya ke luar jendela mobil."Mulai dah kumat ngambeknya!" batin Alexa seraya berjalan menuju gerbang kampus.****Hati siapa yang tidak akan merasakan sakit dan terluka, saat melihat seseorang yang paling dicintai tengah tertawa bahagia bersama lelaki lain.Apalagi tampak jelas ada cinta yang tersirat di mata lelaki itu untuknya. Tentu saja membuat hati lelaki mana pun akan merasakan cemburu yang memuncak.Begitu pun dengan Alvano. Ia mengepalkan kedua tangannya. Mencoba menahan api cemburu, saat melihat Alexa tengah berduaan di depan gerbang kampus bersama Dion. Mereka tampak berbicara serius, sesekali diselingi canda tawa di antara mereka. Walaupun banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang di sana, tetap saja ia merasa cemburu dengan kedekatan mereka.Dari kejauahan Alexa melihat ke arah mobil Alvano. Gadis itu pamit pada Dion, dan langsung menghampiri mobil milik suaminya."Kamu menjemputku, Mas?""Bukan! Aku menjemput wanita lain."Alexa manggut-manggut. "Oh, kalau begitu aku naik angkutan umum saja.""Bodoh! Tentu saja aku menjemputmu."Alexa tersenyum kikuk, gadis itu langsung masuk ke mobil."Kukira, Mas mau jemput wanita lain.""Pekerjaanku segudang, untuk apa meluangkan waktu hanya untuk menjemput wanita yang tidak jelas. Kamu boleh melihatku dari sisi mana pun, tetapi satu hal yang harus kamu tahu. Aku bukan tipe lelaki yang suka berganti-ganti pasangan. Hanya lelaki bodoh yang melakukan itu pada pasangannya.""Benarkah? Bukanlah hampir 99% lelaki akan mengatakan itu pada setia wanita? Ah ... hanya wanita bodoh yang mempercayai ucapan lelaki seperti itu."Alvano tersenyum kecut. "Jangan sama kan aku dengan lelaki lain! Lihatlah, aku akan membuktikan semua ucapanku kepadamu."Tanpa menunggu waktu lagi Alvano langsung melajukan mobilnya. Rasa panas di dadanya semakin tak tertahan. Bukan hanya karena melihat kedekatan Alexa dengan Dion, tetapi perkataan gadis itu pun membuat emosinya hampir saja meledak."Mulai sekarang jauhi lelaki bernama Dion!" ucap Alvano."Tidak mungkin aku menjauhinya!" balas Alexa singkat."What? Apa dia lelaki spesialmu?""Bukan! Hanya saja aku tidak mungkin melarang seseorang untuk berteman denganku.""Aku tidak melarang kalian berteman. Hanya saja jangan terlalu dekat dengannya. Kamu tahu, saat seorang lelaki dekat dengan wanita, lalu ia merasa nyaman. Maka apa pun akan dia lakukan untuk mendapatkan hati, dan cinta dari wanita itu.""Dion bukan tipe lelaki seperti itu, Mas!" ujar Alexa."Mungkin saja Dion bukan tipe lelaki seperti itu, tetapi ada banyak kesempatan juga yang akan terjadi bila kamu memberikan kesempatan padanya untuk lebih dekat denganmu."Ah, jangan berlebihan dalam menilai sesuatu!" ucap Alexa jutek."Kamu tidak paham, dan tidak akan pernah paham dengan apa yang kurasakan, Alexa.""Apa maksudmu, Mas?"Alvano menghentikan mobilnya. Dia menatap lekat wajah Alexa. Menarik gadis itu mendekat padanya. "Tatap mataku! Apakah kamu tidak bisa melihat kalau aku cemburu dengan kedekatan kalian.""Apa? Mas cemburu?" tanya Alexa seraya terkekeh. Wanita itu tak sedikit pun memercayai ucapan lelaki di sampingnya."Memangnya kenapa kalau aku cemburu? Aku berhak cemburu kok! Walau bagaimanapun, kamu itu istri sahku. Tidak ada satu lelaki pun yang boleh mendekati, apalagi sampai menyentuhmu. Camkan itu!" jawab Alvano tegas.Alexa mencabik kesal. "Ingat, ya, Mas Alvano. Pernikahan kita hanya di atas kertas putih. Kapan saatnya, Mas harus menceraikan aku.""Kalau aku tidak mau!""Ya, sesuai perjanjian yang Mas ucapkan dulu. Mas sendiri yang akan menggugat cerai aku. Ingat, lelaki itu yang dipegang omongannya. Jadi, kalau memang Mas tidak ingin di bilang pengecut, konsisten dong dengan apa yang sudah diucapkannya dulu."Alvano berdecak kesal. Ia sendiri belum mengerti dengan apa yang tengah terjadi pada dirinya. Apakah rasa itu benar-benar ada di hatinya untuk sang istri? Jika benar, maka sampai kapanpun ia tak akan pernah melepaskan Alexa. Bila perlu, ia akan menanam benih di rahim wan
"Tidak bisa! Kita harus tetap tinggal dalam satu apartemen yang sama. Untuk apa kita menikah, kalau pada akhirnya harus pisah tempat tinggal."Alexa berdecak kesal. "Bukankah dari awal, Om yang bilang kalau pernikahan kita hanya sementara saja? Ayolah, Om. Jangan jadi plin-plan seperti ini. Aku lebih baik menjanda daripada harus terikat pernikahan karena keterpaksaan seperti ini!""Kamu tidak ingin terikat pernikahan karena keterpaksaan, kan? Kalau begitu, mari kita belajar saling mencintai satu sama lain. Agar pernikahan kita murni berdasarkan cinta. Gimana?""Wah, Om semakin gila! Tentu saja aku tidak mau. Gadis mana yang ingin menjalani pernikahan dengan Om-om tua sepertimu. Masa depanku masih panjang. Aku tidak ingin menyia-nyiakan masa mudaku.""Walaupun usia kita terpaut lima belas tahun, aku bisa menjamin kalau wajah kita seperti seumur. Tidak percaya? Coba saja bercermin. Malah yang ada, lebih muda aku dibandingkan dirimu. Jangan lupa, umur hanyalah angka. Tua di umur tidak ma
"Hei, apa yang kamu lakukan pada kemeja mahalku, Gadis bodoh? Makanya punya mata itu dipakai, jangan disimpan di dengkul.""M-maaf, Mas ... eh, Om. Aku tidak sengaja melakukannya!" ucap Alexa dengan penuh ketakutan. Ia merutuki kebodohannya yang berjalan kurang hati-hati sehingga jus yang tengah dipegangnya tumpah mengenai kemeja pria tersebut."Maaf? Kamu pikir hanya dengan kata maaf saja, kemejaku bisa kembali bersih, hah? Apalagi aku akan menghadiri meeting penting di sini! Aku tidak mau tahu, kamu harus mengganti rugi semua!""Hah, harus ganti rugi, Om? Sayangnya sekarang aku sedang tidak punya uang. Aku ngutang dulu, ya. Bye, Oom ganteng!" ucap Alexa seraya berlari menjauh dari sana. Hanya itu jalan satu-satunya untuk melepaskan diri. Kalau tidak, jatah uang jajannya akan habis untuk mengganti rugi jas kotor milik pria angkuh itu.****Alexa menatap pantulan wajah di cermin. Besok adalah hari di mana pernikahannya akan berlangsung. Menikah muda bukanlah impiannya, apalagi dengan
Malam harinya Alexa baru masuk ke kamar. Ia sengaja berlama-lama menonton televisi, agar saat masuk kamar, Alvano sudah tertidur nyenyak. Walau bagaimanapun ia kesal dengan ucapan Alvano tadi siang yang menghina hobi dan impiannya selama ini. Alexa tidak tahu ke depannya akan seperti apa. Jika nanti akan setiap waktu terus bersama lelaki menyebalkan seperti Alvano. "Hmm, istri apa tengah malam seperti ini baru masuk kamar? Jauh sekali dari istri idaman!"Deg!Lampu kamar yang tadi padam, kini berubah terang kembali. Ternyata sedari tadi Alvano tidak tidur, dia sengaja menunggu Alexa masuk kamar. Lelaki itu tersenyum licik, lalu melangkah maju mendekati Alexa."Apa yang kamu inginkan? Jangan macam-macam padaku!"Alvano mengernyit. "Tentu saja tubuhmu! Bukankah hari ini malam pertama untuk kita. Kamu tidak bisa menolaknya, Lexa! Kamu sudah resmi menjadi istri sahnya Tuan Alvano."Alexa terus melangkah mundur hingga tubuhnya mentok di tembok. Wajah lelaki itu semakin mendekat padanya.
Alexa berdiri di balkon kamar seraya membentangkan kedua tangan. Mencoba menghirup udara segar dengan menghadap ke arah kota. Sesekali matanya terpejam, merasakan kenyamanan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya."Ah, rasanya seperti mimpi bisa berada di kota ini dalam waktu yang sangat singkat," gumamnya.Kemudian, ia masuk kembali ke kamar. Membuka laptop dan memulai aktivitas menulisnya kembali. Tiba-tiba saja ide untuk menulis cerita barunya melintas di kepala.Jari jemari lentiknya, mulai mengetik huruf di keyboard dengan sangat rapi. Beberapa kali ia mencoba menulis judul, beberapa kali juga ia menghapusnya kembali.Alexa tersenyum puas, saat menemukan judul novel menarik yang akan menggoda hati para pembaca, ia terus menatap layar laptop, seraya membaca ulang 'Love in the Paris sky'."Yeah, keren!" teriaknya.Tak lama kemudian ponselnya berdering. Gadis itu menatap lama layar ponsel. Terpampang jelas nomor tak dikenal yang meneleponnya. Alexa mengabaikan panggilan itu, ia mem
Satu minggu berada di Paris, Alexa sudah memiliki banyak teman. Apalagi saat mulai masuk kampus, ia sudah memiliki teman dekat bernama Salma. Di mana ada Salma di sana pasti ada Alexa. Mereka kompak, ke mana-mana selalu bersama."Serius benar baca novelnya," goda Salma."Hm, ini novel keren abis, Sal. Perjuangan seorang lelaki dalam mengejar cintanya, benar-benar luar biasa!""Nanti aku baca deh! Xa, kamu serius tidak suka sama Dion?"Alexa menggeleng singkat. "Kami memang dekat, tetapi hanya sekedar berteman saja kok!""Kalau misalnya Dion suka sama kamu?""Untuk saat ini aku sedang tidak ingin menjalin hubungan dengan siapa pun, Sal.""Sayang banget, Xa. Padahal Dion itu cogan lho di kampus ini. Banyak mahasiswi yang berlomba untuk menarik perhatiannya!""Aku tidak minat! Kamu tahu sendiri, kalau sekarang ini aku sedang fokus kuliah. Supaya nanti bisa mewujudkan impianku untuk menjadi seorang penulis ternama!""Impian sih impian, tapi kamu juga membutuhkan sosok lelaki untuk melindu
Alexa berjalan tergesa-gesa memasuki apartemen. Alasannya hanya satu, ingin segera merebahkan tubuhnya di ranjang. Beberapa tugas yang diberikan dosennya hari ini, cukup membuatnya kewalahan dan juga merasa lelah. Tanpa menyalakan sakelar lampu terlebih dulu, gadis itu langsung melangkah ke kamar mandi. Berendam di bathtub untuk membersihkan tubuh seraya merilekskan pikiran.Lima belas menit kemudian, Alexa baru keluar dari kamar mandi dan langsung memilih pakaian yang akan dipakainya. Gadis itu memilih kaos pendek dan celana di atas lutut. Pikirnya ia hanya seorang diri di sana, jadi lebih enak tidur dengan memakai pakaian berbahan tipis dan pendek.Tanpa Alexa sadari, ada seseorang yang sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya. Bahkan matanya tak berkedip sedikit pun, saat melihat Alexa memakai pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuhnya."Ganti pakaianmu!"Alexa terkejut, saat mendengar perintah dari seseorang untuk mengganti pakaiannya. Alexa baru sadar, dia tidak sendiri di kamar.
"Tidak bisa! Kita harus tetap tinggal dalam satu apartemen yang sama. Untuk apa kita menikah, kalau pada akhirnya harus pisah tempat tinggal."Alexa berdecak kesal. "Bukankah dari awal, Om yang bilang kalau pernikahan kita hanya sementara saja? Ayolah, Om. Jangan jadi plin-plan seperti ini. Aku lebih baik menjanda daripada harus terikat pernikahan karena keterpaksaan seperti ini!""Kamu tidak ingin terikat pernikahan karena keterpaksaan, kan? Kalau begitu, mari kita belajar saling mencintai satu sama lain. Agar pernikahan kita murni berdasarkan cinta. Gimana?""Wah, Om semakin gila! Tentu saja aku tidak mau. Gadis mana yang ingin menjalani pernikahan dengan Om-om tua sepertimu. Masa depanku masih panjang. Aku tidak ingin menyia-nyiakan masa mudaku.""Walaupun usia kita terpaut lima belas tahun, aku bisa menjamin kalau wajah kita seperti seumur. Tidak percaya? Coba saja bercermin. Malah yang ada, lebih muda aku dibandingkan dirimu. Jangan lupa, umur hanyalah angka. Tua di umur tidak ma
"Apa? Mas cemburu?" tanya Alexa seraya terkekeh. Wanita itu tak sedikit pun memercayai ucapan lelaki di sampingnya."Memangnya kenapa kalau aku cemburu? Aku berhak cemburu kok! Walau bagaimanapun, kamu itu istri sahku. Tidak ada satu lelaki pun yang boleh mendekati, apalagi sampai menyentuhmu. Camkan itu!" jawab Alvano tegas.Alexa mencabik kesal. "Ingat, ya, Mas Alvano. Pernikahan kita hanya di atas kertas putih. Kapan saatnya, Mas harus menceraikan aku.""Kalau aku tidak mau!""Ya, sesuai perjanjian yang Mas ucapkan dulu. Mas sendiri yang akan menggugat cerai aku. Ingat, lelaki itu yang dipegang omongannya. Jadi, kalau memang Mas tidak ingin di bilang pengecut, konsisten dong dengan apa yang sudah diucapkannya dulu."Alvano berdecak kesal. Ia sendiri belum mengerti dengan apa yang tengah terjadi pada dirinya. Apakah rasa itu benar-benar ada di hatinya untuk sang istri? Jika benar, maka sampai kapanpun ia tak akan pernah melepaskan Alexa. Bila perlu, ia akan menanam benih di rahim wan
Setengah jam kemudian Alexa sudah siap berangkat ke kampus. Gadis itu keluar dari apartemen tanpa memedulikan Alvano yang sedari tadi setia menunggu di samping mobilnya.Alvano berdecak kesal. "Kamu tidak menganggap keberadaanku di sini!"Alexa hanya menoleh singkat, lalu melanjutkan kembali langkahnya menuju jalan utama. Sesekali gadis itu melirik arloginya. Waktu berputar dengan sangat cepat, tetapi belum ada satu taksi pun yang lewat di depannya."Ayo naik! Pagi ini aku yang akan mengantarmu ke kampus.""Tidak perlu! Aku bisa sendiri," jawab Alexa ketus."Bodoh! Hari ini tidak akan ada taksi yang lewat ke sini. Aku sudah membayar mereka!" ucap Alvano seraya tersenyum penuh kemenangan.Alexa mendelik tak percaya. Dia tidak habis pikir dengan apa yang ada di pikiran Alvano. Mentang-mentang dia orang kaya seenaknya saja membayar mereka untuk tidak menarik penumpang hari ini. Berapa orang yang hari ini akan kesiangan bekerja, sekolah, dan kuliah hanya karena tidak mendapatkan taksi? "
Alexa berjalan tergesa-gesa memasuki apartemen. Alasannya hanya satu, ingin segera merebahkan tubuhnya di ranjang. Beberapa tugas yang diberikan dosennya hari ini, cukup membuatnya kewalahan dan juga merasa lelah. Tanpa menyalakan sakelar lampu terlebih dulu, gadis itu langsung melangkah ke kamar mandi. Berendam di bathtub untuk membersihkan tubuh seraya merilekskan pikiran.Lima belas menit kemudian, Alexa baru keluar dari kamar mandi dan langsung memilih pakaian yang akan dipakainya. Gadis itu memilih kaos pendek dan celana di atas lutut. Pikirnya ia hanya seorang diri di sana, jadi lebih enak tidur dengan memakai pakaian berbahan tipis dan pendek.Tanpa Alexa sadari, ada seseorang yang sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya. Bahkan matanya tak berkedip sedikit pun, saat melihat Alexa memakai pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuhnya."Ganti pakaianmu!"Alexa terkejut, saat mendengar perintah dari seseorang untuk mengganti pakaiannya. Alexa baru sadar, dia tidak sendiri di kamar.
Satu minggu berada di Paris, Alexa sudah memiliki banyak teman. Apalagi saat mulai masuk kampus, ia sudah memiliki teman dekat bernama Salma. Di mana ada Salma di sana pasti ada Alexa. Mereka kompak, ke mana-mana selalu bersama."Serius benar baca novelnya," goda Salma."Hm, ini novel keren abis, Sal. Perjuangan seorang lelaki dalam mengejar cintanya, benar-benar luar biasa!""Nanti aku baca deh! Xa, kamu serius tidak suka sama Dion?"Alexa menggeleng singkat. "Kami memang dekat, tetapi hanya sekedar berteman saja kok!""Kalau misalnya Dion suka sama kamu?""Untuk saat ini aku sedang tidak ingin menjalin hubungan dengan siapa pun, Sal.""Sayang banget, Xa. Padahal Dion itu cogan lho di kampus ini. Banyak mahasiswi yang berlomba untuk menarik perhatiannya!""Aku tidak minat! Kamu tahu sendiri, kalau sekarang ini aku sedang fokus kuliah. Supaya nanti bisa mewujudkan impianku untuk menjadi seorang penulis ternama!""Impian sih impian, tapi kamu juga membutuhkan sosok lelaki untuk melindu
Alexa berdiri di balkon kamar seraya membentangkan kedua tangan. Mencoba menghirup udara segar dengan menghadap ke arah kota. Sesekali matanya terpejam, merasakan kenyamanan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya."Ah, rasanya seperti mimpi bisa berada di kota ini dalam waktu yang sangat singkat," gumamnya.Kemudian, ia masuk kembali ke kamar. Membuka laptop dan memulai aktivitas menulisnya kembali. Tiba-tiba saja ide untuk menulis cerita barunya melintas di kepala.Jari jemari lentiknya, mulai mengetik huruf di keyboard dengan sangat rapi. Beberapa kali ia mencoba menulis judul, beberapa kali juga ia menghapusnya kembali.Alexa tersenyum puas, saat menemukan judul novel menarik yang akan menggoda hati para pembaca, ia terus menatap layar laptop, seraya membaca ulang 'Love in the Paris sky'."Yeah, keren!" teriaknya.Tak lama kemudian ponselnya berdering. Gadis itu menatap lama layar ponsel. Terpampang jelas nomor tak dikenal yang meneleponnya. Alexa mengabaikan panggilan itu, ia mem
Malam harinya Alexa baru masuk ke kamar. Ia sengaja berlama-lama menonton televisi, agar saat masuk kamar, Alvano sudah tertidur nyenyak. Walau bagaimanapun ia kesal dengan ucapan Alvano tadi siang yang menghina hobi dan impiannya selama ini. Alexa tidak tahu ke depannya akan seperti apa. Jika nanti akan setiap waktu terus bersama lelaki menyebalkan seperti Alvano. "Hmm, istri apa tengah malam seperti ini baru masuk kamar? Jauh sekali dari istri idaman!"Deg!Lampu kamar yang tadi padam, kini berubah terang kembali. Ternyata sedari tadi Alvano tidak tidur, dia sengaja menunggu Alexa masuk kamar. Lelaki itu tersenyum licik, lalu melangkah maju mendekati Alexa."Apa yang kamu inginkan? Jangan macam-macam padaku!"Alvano mengernyit. "Tentu saja tubuhmu! Bukankah hari ini malam pertama untuk kita. Kamu tidak bisa menolaknya, Lexa! Kamu sudah resmi menjadi istri sahnya Tuan Alvano."Alexa terus melangkah mundur hingga tubuhnya mentok di tembok. Wajah lelaki itu semakin mendekat padanya.
"Hei, apa yang kamu lakukan pada kemeja mahalku, Gadis bodoh? Makanya punya mata itu dipakai, jangan disimpan di dengkul.""M-maaf, Mas ... eh, Om. Aku tidak sengaja melakukannya!" ucap Alexa dengan penuh ketakutan. Ia merutuki kebodohannya yang berjalan kurang hati-hati sehingga jus yang tengah dipegangnya tumpah mengenai kemeja pria tersebut."Maaf? Kamu pikir hanya dengan kata maaf saja, kemejaku bisa kembali bersih, hah? Apalagi aku akan menghadiri meeting penting di sini! Aku tidak mau tahu, kamu harus mengganti rugi semua!""Hah, harus ganti rugi, Om? Sayangnya sekarang aku sedang tidak punya uang. Aku ngutang dulu, ya. Bye, Oom ganteng!" ucap Alexa seraya berlari menjauh dari sana. Hanya itu jalan satu-satunya untuk melepaskan diri. Kalau tidak, jatah uang jajannya akan habis untuk mengganti rugi jas kotor milik pria angkuh itu.****Alexa menatap pantulan wajah di cermin. Besok adalah hari di mana pernikahannya akan berlangsung. Menikah muda bukanlah impiannya, apalagi dengan