Satu minggu berada di Paris, Alexa sudah memiliki banyak teman. Apalagi saat mulai masuk kampus, ia sudah memiliki teman dekat bernama Salma. Di mana ada Salma di sana pasti ada Alexa. Mereka kompak, ke mana-mana selalu bersama.
"Serius benar baca novelnya," goda Salma."Hm, ini novel keren abis, Sal. Perjuangan seorang lelaki dalam mengejar cintanya, benar-benar luar biasa!""Nanti aku baca deh! Xa, kamu serius tidak suka sama Dion?"Alexa menggeleng singkat. "Kami memang dekat, tetapi hanya sekedar berteman saja kok!""Kalau misalnya Dion suka sama kamu?""Untuk saat ini aku sedang tidak ingin menjalin hubungan dengan siapa pun, Sal.""Sayang banget, Xa. Padahal Dion itu cogan lho di kampus ini. Banyak mahasiswi yang berlomba untuk menarik perhatiannya!""Aku tidak minat! Kamu tahu sendiri, kalau sekarang ini aku sedang fokus kuliah. Supaya nanti bisa mewujudkan impianku untuk menjadi seorang penulis ternama!""Impian sih impian, tapi kamu juga membutuhkan sosok lelaki untuk melindungimu di kota ini."Alexa bergeming. Bukan teringat pada sosok Dion. Melainkan pada sosok Alvano, yang kini telah resmi menjadi suaminya. Pernikahan dengan Alvano hanya mengganti statusnya saja. Namun, setidaknya ia harus tetap berterima kasih pada lelaki itu. Berkat Alvano ia bisa masuk universitas di kota impiannya.Seketika Alexa teringat dengan ucapan Alvano. Lelaki itu menyuruhnya untuk mencari calon suami yang siap menikahinya. Apakah ia harus mulai membuka hati untuk lelaki?Selama ini ia tidak percaya cinta, karena baginya cinta itu hanya sebuah goresan luka yang penuh derita. Namun, mendengar perkataan Salma, dan juga mengingat ucapan terakhir Alvano membuatnya kembali berpikir. Tidak mungkin selamanya ia hidup sendiri tanpa pendamping.Bagaimana dengan Alvano? Berdosakah ia bila nanti menjalin hubungan dengan lelaki lain? Walaupun mereka tidak saling mencintai dan masing-masing berkomitmen untuk mencari pasangan terbaik, tetapi di mata agama mereka sah sebagai suami istri.Alexa menggeleng singkat, untuk apa memikirkan hubungan yang masing-masing tidak menginginkannya. Bukankah itu hanya akan menyiksa diri mereka sendiri?Salma menyikut lengan Alexa, lalu berbisik lirih. "Cie, pangeran hati datang tuh!"Alexa langsung melihat ke arah yang ditunjuk sahabatnya. Tampak jelas Dion tengah berjalan ke arahnya. Senyumnya tak henti ia lemparkan pada setiap mahasiswa dan mahasiswi yang berpapasan dengannya.Alexa tidak bisa membohongi hatinya sendiri. Senyum Dion mengalihkan dunianya. Walaupun ketampanannya masih kalah bila dibandingkan dengan Alvano, tetapi Dion memiliki nilai plus di mata Alexa."Hai!" sapa Dion."Hai juga Dion," balas Salma.Dion duduk di samping Alexa, tiba-tiba merebut novel yang sedang dibacanya."Simpan dulu novelnya. Mata kamu itu membutuhkan istirahat juga. Aku membawakan roti untukmu. Makanlah!"Alexa berdecak kesal. "Aku belum lapar, Kak Dion!""Kalau begitu aku akan menyuapimu!""Cie, romantis banget sih kalian. Jadi pengen ....""Pengen ditimpuk!" ucap Dion, seraya terkekeh."Ih, Kak Dion. Pada Alexa saja kamu itu bersikap manis, padaku kasar banget.""Alexa itu beda, spesial!" jawab Dion seraya melirik singkat pada Alexa."Daripada jadi obat nyamuk, mending aku masuk kelas!" ucap Salma seraya berlalu dari hadapan Alexa dan Dion."Aku ikut, Sal!" teriak Alexa. Namun, cekalan tangan Dion membuat Alexa duduk kembali."Makan dulu rotinya, baru boleh masuk kelas!" ujar Dion."Aku sedang tidak lapar, Kak Dion.""Sedikit saja, setidaknya untuk mengganjal perutmu siang ini. Mungkin kamu tidak lapar, tetapi perutmu pasti meminta untuk diisi. Aku tidak mau kamu sakit."Dion menyuapkan roti pada Alexa. Dengan sedikit malas, Alexa membuka mulutnya. Ia tak bisa membohongi hatinya sendiri. Ada debaran dalam dada yang sulit ia hilangkan setiap kali mendapatkan perhatian manis dari Dion.Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang tengah memotret kebersamaan mereka. Lelaki itu tersenyum, hari ini ia berhasil mendapatkan foto Alexa sedang bersama lelaki lain. Setidaknya ia akan menunjukkan foto itu untuk memanas-manasi hati tuannya.****Alvano melempar beberapa lembar foto yang baru saja ia dapat dari salah satu anak buahnya. Foto kebersamaan Alexa bersama lelaki lain.Lelaki itu mengusap gusar wajahnya. Mengapa akhir- akhir ini ia selalu saja terbawa emosi saat mendengar informasi tentang sang istri. Tidak mungkin secepat ini cinta di hatinya tumbuh untuk gadis itu.Alvano menatap ke luar jendela kamar. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Pikirannya kacau tak menentu, mengingat kedekatan Alexa dengan pria lain."Remon, sekarang ada di mana gadis itu?""Dia masih di kampus, Tuan!""Bagus, siapkan mobil! Mulai hari ini aku sendiri yang akan langsung mengawasinya."Remon tersenyum, tampak jelas ada cemburu yang tengah bergejolak hebat di hati tuan mudanya. Setidaknya lelaki itu sudah mulai bisa move on dari mantan kekasih."Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?"Remon gelagapan, lalu menggeleng. "Tidak, Tuan! Saya hanya membayangkan saja, bagaimana reaksi Nona Alexa bila tahu Tuan muda ada di sana!"Alvano berdecak kesal. "Jadi kamu sedang menertawakanku?"Remon cepat-cepat menggeleng, kalau tidak Alvano akan marah padanya."Maaf, Tuan!""Siapkan mobil!""Baik!"Setelah Remon keluar dari ruangan kerjanya, Alvano langsung menuju kamar untuk segera mengemasi pakaian yang akan dibawanya. Sebenarnya sudah seminggu ia berada di Paris, hanya saja dia lebih memilih untuk menempati apartemen yang terpisah dengan Alexa. Lelaki itu hanya ingin memantau gadis itu dari jauh, seraya memulihkan rasa sakit di hatinya karena sebuah pengkhianatan.Celana jeans biru dan kaos putih polos telah menempel di tubuhnya. Ia berdiri di depan cermin, seraya mengembuskan napas kasar."Ada apa denganku? Tidak! Aku tidak mungkin satu apartemen dengannya, tapi ...."Lelaki itu berpikir sejenak, lalu menyeret kopernya keluar dari kamar. Mobil sudah terparkir di depan apartemen, lelaki itu langsung masuk mobil. Setelah itu Remon langsung menjalankan mobilnya dengan perlahan.Remon menggeleng, lalu tersenyum. "Sepertinya Tuan Muda mulai jatuh hati pada Nona Alexa, tetapi mengapa begitu cepat? Apakah patah hati bisa menyebabkan seseorang dengan cepat jatuh cinta?""Diam!""Maaf, Tuan. Saya hanya melihat raut kecemasan di wajah Tuan."Alvano bergeming. Apakah yang diucapkan Remon itu benar, kalau dirinya sedang falling in love pada Alexa? Alvano langsung menggeleng singkat. "Tidak mungkin, seorang Alvano jatuh cinta pada gadis halu seperti dia!""Mungkin saja, Tuan. Non Alexa itu kan cantik, pintar, dan ....""Sekali lagi membicarakan dan memuji dia, kamu akan saya pecat!""Maaf, Tuan!""Jangan diulangi lagi!""Baik, Tuan!"Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan apartemen yang ditempati Alexa. Alvano menatap apartemen itu dengan pikiran tidak karuan. Antara masuk atau kembali ke apartemen sebelumnya.Alexa berjalan tergesa-gesa memasuki apartemen. Alasannya hanya satu, ingin segera merebahkan tubuhnya di ranjang. Beberapa tugas yang diberikan dosennya hari ini, cukup membuatnya kewalahan dan juga merasa lelah. Tanpa menyalakan sakelar lampu terlebih dulu, gadis itu langsung melangkah ke kamar mandi. Berendam di bathtub untuk membersihkan tubuh seraya merilekskan pikiran.Lima belas menit kemudian, Alexa baru keluar dari kamar mandi dan langsung memilih pakaian yang akan dipakainya. Gadis itu memilih kaos pendek dan celana di atas lutut. Pikirnya ia hanya seorang diri di sana, jadi lebih enak tidur dengan memakai pakaian berbahan tipis dan pendek.Tanpa Alexa sadari, ada seseorang yang sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya. Bahkan matanya tak berkedip sedikit pun, saat melihat Alexa memakai pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuhnya."Ganti pakaianmu!"Alexa terkejut, saat mendengar perintah dari seseorang untuk mengganti pakaiannya. Alexa baru sadar, dia tidak sendiri di kamar.
Setengah jam kemudian Alexa sudah siap berangkat ke kampus. Gadis itu keluar dari apartemen tanpa memedulikan Alvano yang sedari tadi setia menunggu di samping mobilnya.Alvano berdecak kesal. "Kamu tidak menganggap keberadaanku di sini!"Alexa hanya menoleh singkat, lalu melanjutkan kembali langkahnya menuju jalan utama. Sesekali gadis itu melirik arloginya. Waktu berputar dengan sangat cepat, tetapi belum ada satu taksi pun yang lewat di depannya."Ayo naik! Pagi ini aku yang akan mengantarmu ke kampus.""Tidak perlu! Aku bisa sendiri," jawab Alexa ketus."Bodoh! Hari ini tidak akan ada taksi yang lewat ke sini. Aku sudah membayar mereka!" ucap Alvano seraya tersenyum penuh kemenangan.Alexa mendelik tak percaya. Dia tidak habis pikir dengan apa yang ada di pikiran Alvano. Mentang-mentang dia orang kaya seenaknya saja membayar mereka untuk tidak menarik penumpang hari ini. Berapa orang yang hari ini akan kesiangan bekerja, sekolah, dan kuliah hanya karena tidak mendapatkan taksi? "
"Apa? Mas cemburu?" tanya Alexa seraya terkekeh. Wanita itu tak sedikit pun memercayai ucapan lelaki di sampingnya."Memangnya kenapa kalau aku cemburu? Aku berhak cemburu kok! Walau bagaimanapun, kamu itu istri sahku. Tidak ada satu lelaki pun yang boleh mendekati, apalagi sampai menyentuhmu. Camkan itu!" jawab Alvano tegas.Alexa mencabik kesal. "Ingat, ya, Mas Alvano. Pernikahan kita hanya di atas kertas putih. Kapan saatnya, Mas harus menceraikan aku.""Kalau aku tidak mau!""Ya, sesuai perjanjian yang Mas ucapkan dulu. Mas sendiri yang akan menggugat cerai aku. Ingat, lelaki itu yang dipegang omongannya. Jadi, kalau memang Mas tidak ingin di bilang pengecut, konsisten dong dengan apa yang sudah diucapkannya dulu."Alvano berdecak kesal. Ia sendiri belum mengerti dengan apa yang tengah terjadi pada dirinya. Apakah rasa itu benar-benar ada di hatinya untuk sang istri? Jika benar, maka sampai kapanpun ia tak akan pernah melepaskan Alexa. Bila perlu, ia akan menanam benih di rahim wan
"Tidak bisa! Kita harus tetap tinggal dalam satu apartemen yang sama. Untuk apa kita menikah, kalau pada akhirnya harus pisah tempat tinggal."Alexa berdecak kesal. "Bukankah dari awal, Om yang bilang kalau pernikahan kita hanya sementara saja? Ayolah, Om. Jangan jadi plin-plan seperti ini. Aku lebih baik menjanda daripada harus terikat pernikahan karena keterpaksaan seperti ini!""Kamu tidak ingin terikat pernikahan karena keterpaksaan, kan? Kalau begitu, mari kita belajar saling mencintai satu sama lain. Agar pernikahan kita murni berdasarkan cinta. Gimana?""Wah, Om semakin gila! Tentu saja aku tidak mau. Gadis mana yang ingin menjalani pernikahan dengan Om-om tua sepertimu. Masa depanku masih panjang. Aku tidak ingin menyia-nyiakan masa mudaku.""Walaupun usia kita terpaut lima belas tahun, aku bisa menjamin kalau wajah kita seperti seumur. Tidak percaya? Coba saja bercermin. Malah yang ada, lebih muda aku dibandingkan dirimu. Jangan lupa, umur hanyalah angka. Tua di umur tidak ma
"Hei, apa yang kamu lakukan pada kemeja mahalku, Gadis bodoh? Makanya punya mata itu dipakai, jangan disimpan di dengkul.""M-maaf, Mas ... eh, Om. Aku tidak sengaja melakukannya!" ucap Alexa dengan penuh ketakutan. Ia merutuki kebodohannya yang berjalan kurang hati-hati sehingga jus yang tengah dipegangnya tumpah mengenai kemeja pria tersebut."Maaf? Kamu pikir hanya dengan kata maaf saja, kemejaku bisa kembali bersih, hah? Apalagi aku akan menghadiri meeting penting di sini! Aku tidak mau tahu, kamu harus mengganti rugi semua!""Hah, harus ganti rugi, Om? Sayangnya sekarang aku sedang tidak punya uang. Aku ngutang dulu, ya. Bye, Oom ganteng!" ucap Alexa seraya berlari menjauh dari sana. Hanya itu jalan satu-satunya untuk melepaskan diri. Kalau tidak, jatah uang jajannya akan habis untuk mengganti rugi jas kotor milik pria angkuh itu.****Alexa menatap pantulan wajah di cermin. Besok adalah hari di mana pernikahannya akan berlangsung. Menikah muda bukanlah impiannya, apalagi dengan
Malam harinya Alexa baru masuk ke kamar. Ia sengaja berlama-lama menonton televisi, agar saat masuk kamar, Alvano sudah tertidur nyenyak. Walau bagaimanapun ia kesal dengan ucapan Alvano tadi siang yang menghina hobi dan impiannya selama ini. Alexa tidak tahu ke depannya akan seperti apa. Jika nanti akan setiap waktu terus bersama lelaki menyebalkan seperti Alvano. "Hmm, istri apa tengah malam seperti ini baru masuk kamar? Jauh sekali dari istri idaman!"Deg!Lampu kamar yang tadi padam, kini berubah terang kembali. Ternyata sedari tadi Alvano tidak tidur, dia sengaja menunggu Alexa masuk kamar. Lelaki itu tersenyum licik, lalu melangkah maju mendekati Alexa."Apa yang kamu inginkan? Jangan macam-macam padaku!"Alvano mengernyit. "Tentu saja tubuhmu! Bukankah hari ini malam pertama untuk kita. Kamu tidak bisa menolaknya, Lexa! Kamu sudah resmi menjadi istri sahnya Tuan Alvano."Alexa terus melangkah mundur hingga tubuhnya mentok di tembok. Wajah lelaki itu semakin mendekat padanya.
Alexa berdiri di balkon kamar seraya membentangkan kedua tangan. Mencoba menghirup udara segar dengan menghadap ke arah kota. Sesekali matanya terpejam, merasakan kenyamanan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya."Ah, rasanya seperti mimpi bisa berada di kota ini dalam waktu yang sangat singkat," gumamnya.Kemudian, ia masuk kembali ke kamar. Membuka laptop dan memulai aktivitas menulisnya kembali. Tiba-tiba saja ide untuk menulis cerita barunya melintas di kepala.Jari jemari lentiknya, mulai mengetik huruf di keyboard dengan sangat rapi. Beberapa kali ia mencoba menulis judul, beberapa kali juga ia menghapusnya kembali.Alexa tersenyum puas, saat menemukan judul novel menarik yang akan menggoda hati para pembaca, ia terus menatap layar laptop, seraya membaca ulang 'Love in the Paris sky'."Yeah, keren!" teriaknya.Tak lama kemudian ponselnya berdering. Gadis itu menatap lama layar ponsel. Terpampang jelas nomor tak dikenal yang meneleponnya. Alexa mengabaikan panggilan itu, ia mem
"Tidak bisa! Kita harus tetap tinggal dalam satu apartemen yang sama. Untuk apa kita menikah, kalau pada akhirnya harus pisah tempat tinggal."Alexa berdecak kesal. "Bukankah dari awal, Om yang bilang kalau pernikahan kita hanya sementara saja? Ayolah, Om. Jangan jadi plin-plan seperti ini. Aku lebih baik menjanda daripada harus terikat pernikahan karena keterpaksaan seperti ini!""Kamu tidak ingin terikat pernikahan karena keterpaksaan, kan? Kalau begitu, mari kita belajar saling mencintai satu sama lain. Agar pernikahan kita murni berdasarkan cinta. Gimana?""Wah, Om semakin gila! Tentu saja aku tidak mau. Gadis mana yang ingin menjalani pernikahan dengan Om-om tua sepertimu. Masa depanku masih panjang. Aku tidak ingin menyia-nyiakan masa mudaku.""Walaupun usia kita terpaut lima belas tahun, aku bisa menjamin kalau wajah kita seperti seumur. Tidak percaya? Coba saja bercermin. Malah yang ada, lebih muda aku dibandingkan dirimu. Jangan lupa, umur hanyalah angka. Tua di umur tidak ma
"Apa? Mas cemburu?" tanya Alexa seraya terkekeh. Wanita itu tak sedikit pun memercayai ucapan lelaki di sampingnya."Memangnya kenapa kalau aku cemburu? Aku berhak cemburu kok! Walau bagaimanapun, kamu itu istri sahku. Tidak ada satu lelaki pun yang boleh mendekati, apalagi sampai menyentuhmu. Camkan itu!" jawab Alvano tegas.Alexa mencabik kesal. "Ingat, ya, Mas Alvano. Pernikahan kita hanya di atas kertas putih. Kapan saatnya, Mas harus menceraikan aku.""Kalau aku tidak mau!""Ya, sesuai perjanjian yang Mas ucapkan dulu. Mas sendiri yang akan menggugat cerai aku. Ingat, lelaki itu yang dipegang omongannya. Jadi, kalau memang Mas tidak ingin di bilang pengecut, konsisten dong dengan apa yang sudah diucapkannya dulu."Alvano berdecak kesal. Ia sendiri belum mengerti dengan apa yang tengah terjadi pada dirinya. Apakah rasa itu benar-benar ada di hatinya untuk sang istri? Jika benar, maka sampai kapanpun ia tak akan pernah melepaskan Alexa. Bila perlu, ia akan menanam benih di rahim wan
Setengah jam kemudian Alexa sudah siap berangkat ke kampus. Gadis itu keluar dari apartemen tanpa memedulikan Alvano yang sedari tadi setia menunggu di samping mobilnya.Alvano berdecak kesal. "Kamu tidak menganggap keberadaanku di sini!"Alexa hanya menoleh singkat, lalu melanjutkan kembali langkahnya menuju jalan utama. Sesekali gadis itu melirik arloginya. Waktu berputar dengan sangat cepat, tetapi belum ada satu taksi pun yang lewat di depannya."Ayo naik! Pagi ini aku yang akan mengantarmu ke kampus.""Tidak perlu! Aku bisa sendiri," jawab Alexa ketus."Bodoh! Hari ini tidak akan ada taksi yang lewat ke sini. Aku sudah membayar mereka!" ucap Alvano seraya tersenyum penuh kemenangan.Alexa mendelik tak percaya. Dia tidak habis pikir dengan apa yang ada di pikiran Alvano. Mentang-mentang dia orang kaya seenaknya saja membayar mereka untuk tidak menarik penumpang hari ini. Berapa orang yang hari ini akan kesiangan bekerja, sekolah, dan kuliah hanya karena tidak mendapatkan taksi? "
Alexa berjalan tergesa-gesa memasuki apartemen. Alasannya hanya satu, ingin segera merebahkan tubuhnya di ranjang. Beberapa tugas yang diberikan dosennya hari ini, cukup membuatnya kewalahan dan juga merasa lelah. Tanpa menyalakan sakelar lampu terlebih dulu, gadis itu langsung melangkah ke kamar mandi. Berendam di bathtub untuk membersihkan tubuh seraya merilekskan pikiran.Lima belas menit kemudian, Alexa baru keluar dari kamar mandi dan langsung memilih pakaian yang akan dipakainya. Gadis itu memilih kaos pendek dan celana di atas lutut. Pikirnya ia hanya seorang diri di sana, jadi lebih enak tidur dengan memakai pakaian berbahan tipis dan pendek.Tanpa Alexa sadari, ada seseorang yang sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya. Bahkan matanya tak berkedip sedikit pun, saat melihat Alexa memakai pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuhnya."Ganti pakaianmu!"Alexa terkejut, saat mendengar perintah dari seseorang untuk mengganti pakaiannya. Alexa baru sadar, dia tidak sendiri di kamar.
Satu minggu berada di Paris, Alexa sudah memiliki banyak teman. Apalagi saat mulai masuk kampus, ia sudah memiliki teman dekat bernama Salma. Di mana ada Salma di sana pasti ada Alexa. Mereka kompak, ke mana-mana selalu bersama."Serius benar baca novelnya," goda Salma."Hm, ini novel keren abis, Sal. Perjuangan seorang lelaki dalam mengejar cintanya, benar-benar luar biasa!""Nanti aku baca deh! Xa, kamu serius tidak suka sama Dion?"Alexa menggeleng singkat. "Kami memang dekat, tetapi hanya sekedar berteman saja kok!""Kalau misalnya Dion suka sama kamu?""Untuk saat ini aku sedang tidak ingin menjalin hubungan dengan siapa pun, Sal.""Sayang banget, Xa. Padahal Dion itu cogan lho di kampus ini. Banyak mahasiswi yang berlomba untuk menarik perhatiannya!""Aku tidak minat! Kamu tahu sendiri, kalau sekarang ini aku sedang fokus kuliah. Supaya nanti bisa mewujudkan impianku untuk menjadi seorang penulis ternama!""Impian sih impian, tapi kamu juga membutuhkan sosok lelaki untuk melindu
Alexa berdiri di balkon kamar seraya membentangkan kedua tangan. Mencoba menghirup udara segar dengan menghadap ke arah kota. Sesekali matanya terpejam, merasakan kenyamanan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya."Ah, rasanya seperti mimpi bisa berada di kota ini dalam waktu yang sangat singkat," gumamnya.Kemudian, ia masuk kembali ke kamar. Membuka laptop dan memulai aktivitas menulisnya kembali. Tiba-tiba saja ide untuk menulis cerita barunya melintas di kepala.Jari jemari lentiknya, mulai mengetik huruf di keyboard dengan sangat rapi. Beberapa kali ia mencoba menulis judul, beberapa kali juga ia menghapusnya kembali.Alexa tersenyum puas, saat menemukan judul novel menarik yang akan menggoda hati para pembaca, ia terus menatap layar laptop, seraya membaca ulang 'Love in the Paris sky'."Yeah, keren!" teriaknya.Tak lama kemudian ponselnya berdering. Gadis itu menatap lama layar ponsel. Terpampang jelas nomor tak dikenal yang meneleponnya. Alexa mengabaikan panggilan itu, ia mem
Malam harinya Alexa baru masuk ke kamar. Ia sengaja berlama-lama menonton televisi, agar saat masuk kamar, Alvano sudah tertidur nyenyak. Walau bagaimanapun ia kesal dengan ucapan Alvano tadi siang yang menghina hobi dan impiannya selama ini. Alexa tidak tahu ke depannya akan seperti apa. Jika nanti akan setiap waktu terus bersama lelaki menyebalkan seperti Alvano. "Hmm, istri apa tengah malam seperti ini baru masuk kamar? Jauh sekali dari istri idaman!"Deg!Lampu kamar yang tadi padam, kini berubah terang kembali. Ternyata sedari tadi Alvano tidak tidur, dia sengaja menunggu Alexa masuk kamar. Lelaki itu tersenyum licik, lalu melangkah maju mendekati Alexa."Apa yang kamu inginkan? Jangan macam-macam padaku!"Alvano mengernyit. "Tentu saja tubuhmu! Bukankah hari ini malam pertama untuk kita. Kamu tidak bisa menolaknya, Lexa! Kamu sudah resmi menjadi istri sahnya Tuan Alvano."Alexa terus melangkah mundur hingga tubuhnya mentok di tembok. Wajah lelaki itu semakin mendekat padanya.
"Hei, apa yang kamu lakukan pada kemeja mahalku, Gadis bodoh? Makanya punya mata itu dipakai, jangan disimpan di dengkul.""M-maaf, Mas ... eh, Om. Aku tidak sengaja melakukannya!" ucap Alexa dengan penuh ketakutan. Ia merutuki kebodohannya yang berjalan kurang hati-hati sehingga jus yang tengah dipegangnya tumpah mengenai kemeja pria tersebut."Maaf? Kamu pikir hanya dengan kata maaf saja, kemejaku bisa kembali bersih, hah? Apalagi aku akan menghadiri meeting penting di sini! Aku tidak mau tahu, kamu harus mengganti rugi semua!""Hah, harus ganti rugi, Om? Sayangnya sekarang aku sedang tidak punya uang. Aku ngutang dulu, ya. Bye, Oom ganteng!" ucap Alexa seraya berlari menjauh dari sana. Hanya itu jalan satu-satunya untuk melepaskan diri. Kalau tidak, jatah uang jajannya akan habis untuk mengganti rugi jas kotor milik pria angkuh itu.****Alexa menatap pantulan wajah di cermin. Besok adalah hari di mana pernikahannya akan berlangsung. Menikah muda bukanlah impiannya, apalagi dengan