Share

6. Hutang Lunas

"Mau kemana anda Tuan?" Jon siap menembak kepala Tuan Pedro yang ingin melarikan diri setelah dia menculik Amanda.

"Ampun! Ampuni aku!"

"Berdirilah!" Minta Jon kepada Pedro.

Pria tua itu akhirnya berdiri dan mengangkat kedua tangannya. Kancing kemeja yang digunakannya sudah terlepas karena dia ingin menyentuh tubuh Amanda.

"Jalan!" Dorong Jon pada bahu Pedro untuk berjalan keluar dari dalam rumah. Seluruh anak buah Pedro berhasil dibunuh Jon ketika adu tembak tadi.

"Angkat tanganmu tinggi-tinggi!" Minta Jon kepada Pedro. Pedro terpaksa menurut perintah Jon karena dia tidak mau mati ditembak oleh pria yang wajahnya tidak terlihat.

"Jangan tembak Tuan. Ampuni saya!"

"Aku akan mengampunimu dengan saty syarat. Apa kamu mau mengikuti syarat yang aku buat?"

"Apa itu Tuan?" jawab Pedro dengan gugup.

"Jangan pernah memaksa menikah dengan Amanda. Batalkan pernikahan itu dan jauhi keluarganya. Jika sampai kamu masih memaksakan niatmu menikahi wanita itu aku akan melubangi kepalamu dengan senjata ini. Apa kamu paham?" Bentak Jon kepada Pedro.

"Ba.. baik Tuan. Aku akan membatalkan niatku menikahinya. Aku akan menemui Ayahnya dan mengatakan kalau semuanya dibatalkan."

"Sekalian lupakan hutang keluarga itu. Apa kamu bisa melupakannya?"

"Hutang? Tapi jumlahnya sangat besar."

Jon menarik pelatuk dan bersiap ingin menembak. "Baiklah! Aku akan melupakan semua hutangnya dan pergi menjauh dari keluarga itu. Tapi anda ada hubungan apa dengan mereka?"

"Bukan urusanmu. Sekarang lepaskan semua baju dan celanamu."

"Melepaskannya? Apa yang akan kamu lakukan?"

"Ikuti saja perintahku dan jangan banyak tanya lagi."  Pedro dengan ragu melepas semua pakaiannya, hanya menyisakan celana dalam yang besar melilit pinggangnya.

Jon tersenyum sinis, menunjuk pohon besar yang berdiri kokoh di halaman rumah milik Pedro. "Berdiri di sana!" perintah Jon dengan suara keras.

Pedro berjalan perlahan menuju pohon itu, berharap Jon akan mengubah pikirannya. "Tolong, Tuan... jangan lakukan ini," pinta Pedro dengan suara parau. Namun, Jon tidak peduli, malah mengejek, "Lebih baik begini daripada aku tembak kau, Pedro!"

Dengan perasaan pasrah, Pedro menunggu Jon mengikat tubuhnya ke pohon hanya menggunakan celana dalamnya, tubuhnya diikat dengan tali.

Mulutnya ditutup rapat-rapat dengan kaos kaki yang baru saja dilepas dari kakinya, membuatnya sulit bernapas. Setelah memastikan ikatan kuat, Jon meninggalkan Pedro yang terikat tanpa belas kasihan.

Jon berjalan menjauhi pohon itu, matanya menangkap sosok Amanda yang sedang menatap mereka dari jauh. Wajahnya memerah, tidak tahan melihat adegan penghinaan yang baru saja terjadi. Kaki Amanda masih terikat kuat, Jon langsung melepaskan ikatan pada kakinya.

"Siapa kamu? Kenapa kamu membantuku?" Tanya Amanda yang tidak tahu siapa pria dibalik penutup wajah itu.

Jon sedikit menurunkan kain yang menutupi area hidung dan mulutnya. "Jon!" Amanda terkejut ketika dia mengetahui kalau pria yang membantunya adalah pria yang juga dia tolong.

"Bagaimana kamu bisa tahu aku disini?"

"Jangan banyak tanya lagi, sebaiknya kita segera pergi sebelum ada yang datang."

Ikatan Amanda sudah terlepas, kini Jon menggenggam tangan Amanda untuk segera berlari. Amanda memperhatikan tangannya yang digenggam oleh Jon. Ada perasaan lain yang dirasakan oleh Amanda.

John dan Amanda berlari sekuat tenaga, tangan mereka saling menggenggam erat, berusaha secepat mungkin untuk meninggalkan rumah Pedro yang penuh misteri. Mereka berharap tidak ada orang lain yang melihat keberadaan mereka di sana. Setiap langkah yang diambil Jon semakin cepat, seolah ingin menjauhkan Amanda dari bahaya yang mengancam mereka.Sesampai di tempat yang mereka anggap aman, Jon akhirnya menghentikan langkahnya. Ia melepas topi dan penutup mulut yang selama ini menutupi wajahnya, memperlihatkan wajah tampan dan berkeringat yang membuat Amanda terpesona. Amanda memandang Jon dengan tatapan takjub, lalu memukul dada John dengan lembut."Kenapa kamu bisa membantuku seperti tadi, Jon? Bagaimana kamu bisa melakukannya?" tanya Amanda, rasa penasaran dan kagum bercampur menjadi satu dalam benaknya.John tersenyum, menatap Amanda dengan penuh kelembutan. "Karena aku tak bisa membiarkan kamu dalam bahaya, Amanda. Aku akan melakukan apa saja untuk melindungimu karena kamu juga pernah membantuku. Jadi saat ini kita impas, aku tidak punya hutang budi lagi kepadamu" jawabnya dengan tegas, membuat hati Amanda berdebar kencang.

"Ish! Aku kira kamu tulus menyelamatkanku tapi nyatanya ada niat lain agar tidaj berhutang budi."Amanda merasa sangat beruntung dibantu oleh Jon tepat waktu sebelum kehormatannya sebagai perempuan direbut oleh Pedro yang sudah tua itu.

"Terima kasih!" Ucap Amanda pelan yang membuat Jon mengerutkan keningnya.

"Kamu mengatakan apa? Aku tidak mendengarnya.

"Tidak ada!"  Amanda meninggalkan Jon dan berjalan karena dia malu untuk mengatakan terima kasih kepada Jon.

"Hei! Tunggu aku!" Jon menyusun Amanda sambil merangkulnya. "Apa yang kamu katakan? Apa kamu mengucapkan terima kasih kepadaku?" Goda Jon kepada Amanda.

***

"Apa kalian belum menemukan Tuan Gabriel? Ini sudah lebih dua minggu, Tuan Gabriel hilang. Kita tidak bisa membiarkan Tuan Gabriel sendirian diluar sana. Itu sangat berbahaya, tambahkan pasukan untuk mencarinya."

"Baik Tuan Nathan."

Nathan tampak gelisah dan juga bingung harus mencari kemana lagi Bos sekaligus sahabatnya. Selama ditinggal oleh Gabriel dalam sebuah insiden penyerangan pada mobilnya, Gabriel jatuh ke dalam laut bersama dengan mobil yang dikendarainya.

"Aku yakin kamu masih hidup Gabriel. Kami sudah menemukan siapa yang telah menusukmu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana situasimu ketika kamu terluka dan harus melarikan diri mengendarai mobil. Tapi....."

Tok! Tok!

"Tuan Nathan! Ada klien dari Qatar ingin bertemu dengan Tuan Gabriel."

"Bukankah aku sudah mengatakan jika batalkan semua pertemuan yang ingin bertemu Tuan Gabriel." Marah Nathan kepada sekretaris Gabriel dikantor.

"Maaf Tuan Nathan! Tapi dia mengatakan kalau, dia sudah membuat janji langsung dengan Tuan Gabriel sebulan yang lalu."

"Shit! Apa lagi yang tidak aku ketahui Gabriel?" Nathan keluar dari ruangan Gabriel untuk mencari petunjuk soal kemungkinan Gabriel menghilang 

"Suruh klien itu bertemu denganku di ruang meeting." Nathan berjalan menuju ruang meeting.

Selama Gabriel tidak ada, Nathanlah yang menggantikan posisinya. Nathan besar bersama Gabriel dan dia sudah seperti saudara bagi Gabriel.

Tok! 

"Selamat siang!"

"Selamat siang." Jawab Nathan dengan senyuman.

"Dimana Gabriel? Aku ingin bertemu dengannya. Kami sudah sepakat akan bertemu dihari ini."

"Duduklah lebih dulu Tuan. Aku akan menjelaskannya."

Pengusaha dari Qatar itu langsung duduk dan menunggu penjelasan Nathan yang ada didepannya. "Jelaskan kepadaku! Kenapa bukan Gabriel yang menemuiku? Apa dia ingin mempermainkanku?"

"Oh tidak! Tidak seperti itu, Tuan. Anda jangan salah sangka dengan Gabriel. Gabriel memang tidak bisa hadir karena ada sesuatu yang mendesak yang tidak bisa di tinggalkannya. Untul itu dia memintaku untuk menemuimu."

"Apakah urusannya begitu penting sampai dia harus mengabaikanku? Ini tidak masuk akal. Aku jauh-jauh hari sudah membuat janji dan mencari waktu untuk datang dari Qatar hanya ingin menjalin kerja sama dengannya tapi ...."

Pria itu bangun dari sofa dan berjalan meninggalkan Nathan dengan wajah kecewa. Dia menganggap perusahaan dan Gabriel sendiri tidak profesional dan membuatnya merasa kecewa.

"Tuan! Tuan! Jangan salah paham. Tuan Gabriel memang dalam urusan mendesak. Aku janji akan membuatkan jadwal bertemu dengan anda setelah dia kembali."

"Lupakan saja! Aku harap dia kembali dengan cepat."

Nathan tidak busa menahannya lagi karena dia tidak tahu sampai kapan akan menunggu kedatangan Gabriel. Apalagi soal keberadaan Gabriel belum didapatkannya dari anak buah.

"Ayolah Gabriel! Ayo kembali! Aku tidak tahu lagi harus meyakinkan rekan kerjamu. Belum lagi masalah bisnismu yang lain." Nathan sangat kesusahan untuk mengurus perusahaan sebesar itu apalagi bisnis Gabriel yang lainnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status