Mendengar perintah Gabriel yang ingin menghabisi musuh mereka membuat ke tiga pemimpin mafia lainnya terdiam. Mereka tidak mengira jika keputusan itu yang akan di ambil Gabriel sebelum jalur komunikasi yang dilakukan oleh Tuan Wilton sebelumnya. "Apakah kamu yakin, Gabriel? Jika kita menghabisinya maka akan jadi pertumpahan darah dalam jumlah yang besar." "Bukankah kalian meminta pendapatku? Maka aku sudah memberikan pendapatku mengenai masalah ini. Kini kalian meragukan keputusanku untuk menghabisi mereka. Lalu menurut kalian apa keputusan yang tepat? Berdamai? Bicara empat mata yang pasti tidak akan membuahkan hasil sama sekali." Mathew yang menganggukkan kepalanya bisa menerima alasan Gabriel. Dia setuju dengan keputusan Gabriel untuk menghabis kelompok Meksiko itu. "Aku setuju dengan keputusan Gabriel. Kita harus memberikan shock terapi kepada siapapun yang berani bermain dengan kita. Jadi tidak ada lagi masalah yang terjadi dalam bisnis kita sehingga orang akan berpikir d
"Kemana kamu menarik bajuku Gabriel?""Ikut denganku bertemu pria itu. Aku ingin tahu siapa yang telah menyuruhnya merusak rem mobilku.""Aku sudah mencobanya Gabriel, tapi dia tidak mengaku. Katanya tidak melakukan perbuatan itu sama sekali.""Aku tidak percaya. Aku akan membuatnya membuka mulut untuk mengatakan siapa pelakunya."Nathan tampak gelisah di samping Gabriel yang dengan semangatnya mengemudi menuju bengkel langganan di kota besar ini. Ia terus melirik jam tangan, berharap perjalanan ini segera berakhir. Gabriel, yang menyadari kegelisahan sahabatnya, hanya tersenyum dan mematikan musik untuk mengurangi kebisingan.Di sisi lain kota, Amanda baru saja menginjakkan kaki di aspal yang masih basah karena hujan semalam. Mata gadis desa itu terbelalak kagum melihat deretan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, sesuatu yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Dengan ransel yang tergantung di bahu, dan koper yang diserernya, Amanda mulai melangkah gontai mencari penginapan yan
Pagi itu, Gabriel terlihat begitu tenang namun dalam hati bergejolak. Di ruangannya yang berdindingkan kaca, dia memandang langit yang cerah sambil mempersiapkan diri untuk menghadapi hari yang akan sangat panjang. Ia memeriksa berkas-berkas calon karyawan yang akan diwawancarainya satu per satu, mencari tahu siapa yang mungkin cocok untuk menjadi bagian dari timnya.Sementara itu, Nathan, tangan kanannya yang biasanya membantu dalam proses seleksi, kini tidak ada di kantor. Nathan sedang dalam misi rahasia yang diperintahkan Gabriel untuk menyelidiki kelompok mafia Meksiko yang telah merusak pasar perdagangan barang haram. Kepercayaan Gabriel kepada Nathan sangat besar, sehingga dia merasa cukup yakin bahwa Nathan bisa mengatasi masalah tersebut.Di ruang interview, Gabriel duduk di belakang meja panjangnya, menatap para pelamar dengan tatapan tajam. Setiap calon karyawan yang masuk merasa gugup karena aura ketegasan Gabriel sangat terasa. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang tajam dan
Gabriel yang duduk di kursi belakang mobil mewahnya, merasa jantungnya berdetak kencang saat matanya menangkap sosok yang berjalan di pinggir jalan. Dengan cepat ia meminta supirnya menghentikan mobil. Sambil membuka pintu mobil, jantungnya berdegup semakin kencang, harapan dan kegugupan bercampur menjadi satu. Dia berlari kecil ke arah belakang, matanya tidak lepas dari sosok wanita yang berjalan dengan langkah santai. Rambutnya yang terurai dan cara ia tertawa saat berbicara dengan seseorang di teleponnya, semua itu membuat Gabriel yakin bahwa itu adalah Amanda, wanita yang selama ini menghantui pikirannya. Namun, saat dia mendekat, detak jantungnya yang semula cepat berubah menjadi kecewa. Wanita itu memalingkan wajahnya, dan Gabriel menyadari bahwa dia bukan Amanda. Wanita desa dengan senyuman yang hangat itu bukanlah Amanda yang selama ini dia cari. Dengan rasa kecewa, Gabriel kembali ke mobil dan dengan tegas meminta supirnya melanjutkan perjalanan. Di tempat lain, Amanda ba
"Kakekkkkkkkk!" Teriak histeris Gabriel ketik dia melihat tiga tubuh yang terjepit didalam mobil. Salah satunya Tuan Wilton, Kakek Gabriel.Dunia Gabriel seolah runtuh, dia terlambat menyelamatkan Kakeknya dari keserakahan saudara tirinya yang menginginkan harta dan warisan dari keluarga Wilton.Gabriel menatap penuh keputusasaan pada tubuh kakek Wilton yang terjepit di antara reruntuhan mobil. Darah mengalir deras, membasahi pakaian yang dikenakan sang kakek, membuat pemandangan itu semakin menyayat hati. Gabriel, dengan tubuh gemetar dan mata yang berkaca-kaca, berusaha mendekat untuk menolong. Namun, tangannya dipegang erat oleh Komisaris Polisi, yang juga mengenalnya sejak kecil."Tidak, Gabriel! Kamu tidak boleh mendekat sekarang," tegas Komisaris Polisi, sambil menahan bahu Gabriel agar tidak bergerak lebih jauh."Tapi, Tuan, itu Kakekku! Aku harus..." suara Gabriel tercekat, tak mampu melanjutkan kata-katanya karena isak tangis yang pecah.Komisaris Polisi menghela napas berat
Semua orang berkumpul di rumah duka di rumah tua keluarga Wilton. Rumah duka itu penuh sesak dengan berbagai jenis orang, dari yang berpakaian rapi dengan dasi dan jas hingga yang berusaha menyamarkan diri dengan topi dan kacamata hitam. Gabriel, dalam setelan hitamnya yang ketat dan kacamata hitam yang menutupi lingkaran hitam di bawah matanya, berdiri tegak di samping peti mati kayu mahoni yang terbuka. Dengan suara yang serak, Gabriel menyambut setiap pelayat yang datang. "Terima kasih telah datang," bisiknya berulang-ulang, tangannya yang dingin berjabat dengan hangatnya tangan para tamu. Meskipun dia berusaha keras untuk terlihat tenang dan terkumpul, ada sesekali kedipan matanya yang menunjukkan kelelahan dan kesedihan mendalam yang dia rasakan. Di sudut lain, Samuel dan ibunya, yang pucat dan ketakutan, berdiri terpisah dari kerumunan utama. Gabriel, dengan tegas, telah melarang mereka mendekati peti mati, mengingat ketegangan yang belum terselesaikan dalam keluarga. Samuel
"Apa kamu serius, Gabriel? Kenapa wanita ini tidak melakukan wawancara yang sama dengan pelamar lainnya? Lalu dia ditempatkan sebagai asisten pribadimu? Apa kamu mau membuangku?" "Lakukan saja apa yang aku perintahkan. Sekarang ayo kita berangkat."Di tengah keheningan yang mencekam, langkah Gabriel bergema di lantai kantornya. Gabriel hampir tidak istirahat untuk menutup matanya selama 34jam sejak Kakek Wilton diketahui kecelakaan dan menghembuskan napas terakhir. Wajahnya yang pucat menunjukkan rasa kehilangan yang mendalam serta lelah yang diabaikannya, namun ia harus segera berangkat ke Meksiko untuk menghadapi masalah besar yang menantinya. Tangannya menggenggam ponsel yang akan menghubungkannya dengan mata-mata yang sudah dikirimnya lebih dulu terbang kesana untuk mengawasi mangsa yang akan dibahasinya. Sementara itu, Samuel dan Catherine, dua orang serakah yang sering merasa tersisih, merasa ini adalah kesempatan mereka untuk mengambil keuntungan dari situasi tersebut. Mereka
Gabriel, dengan tatapan yang tajam dan penuh kewaspadaan, melangkahkan kakinya di tanah Meksiko bersama Nathan dan puluhan anak buahnya. Matahari terik Meksiko tidak sedikit pun mengurangi ketegangan yang terasa di antara mereka. Kelompok Genovese, kelompok mafia yang dipimpin oleh Gabriel, adalah warisan keluarga yang tidak bisa dia tolak. Nama Genovese sendiri diambil dari kakek Wilton, pendiri kelompok ini, yang dikenal kejam dan disegani di dunia bawah tanah.Mereka bergerak cepat menuju sebuah gudang terpencil yang akan dijadikan markas sementara. Di dalam gudang yang remang-remang, Gabriel memeriksa setiap sudut, memastikan tidak ada yang mengikuti atau mengawasi mereka. Suasana hening, hanya suara langkah kaki mereka yang bergema.Nathan mendekati Gabriel, membisikkan beberapa informasi penting. Wajah Gabriel yang selama ini hanya dikenal oleh orang-oranh yanh dipercaya dan orang terdekatnya, kini harus lebih waspada dari sebelumnya. Tidak ada yang boleh tahu keberadaan atau ba