Gabriel memarkir mobilnya di depan apartemen mewah yang menjadi tempat tinggal baru Amanda. Ia membantu Amanda membawa barang-barang hadiah yang diberikan tadi malam ke lobi gedung tersebut. Amanda, dengan senyum yang tak pernah pudar, berterima kasih kepada Gabriel atas semua kebaikan yang telah diberikan kepadanya, termasuk makan malam yang hangat dan penuh kejutan."Dengan senang hati, Amanda. Semoga kamu suka dengan semua ini," ujar Gabriel dengan senyum simpul, menyembunyikan rahasia besar di balik semua 'fasilitas kantor' yang sebenarnya hanya untuk Amanda.Mereka berdua melangkah masuk ke dalam lift, dan Amanda terus mengagumi detail apartemen baru yang akan menjadi rumahnya. Cahaya lampu yang hangat dan desain interior yang elegan membuatnya semakin takjub. Gabriel hanya tersenyum melihat reaksi Amanda, tahu bahwa semua ini adalah bagian dari rencananya untuk lebih dekat dengan wanita itu."Tidak sabar untuk melihat reaksi kamu saat memakai kalung yang sudah aku berikan tadi,"
Mobil hitam dengan kaca gelap melaju kencang di jalanan kota, mengoyak hening malam. Di dalamnya, Gabriel mengepalkan tinjunya kuat-kuat, urat-urat di dahinya menonjol, menandakan betapa marahnya dia. Setiap kali pikirannya melayang pada serangan yang baru saja dia alami, jantungnya berdegup lebih keras. Sopirnya melirik sekilas melalui kaca spion, menangkap bayangan wajah Gabriel yang terlihat tegang. Di kursi belakang, dua orang anak buahnya duduk dengan waspada, sesekali memeriksa keluar jendela, memastikan tidak ada yang mencurigakan mengikuti mereka. "Amanda... pastikan dia aman," suara Gabriel terdengar parau, mencoba menenangkan diri tapi gagal. Dia mengeluarkan ponselnya, jari-jarinya gemetar saat mengetik nomor Amanda. Tapi, layar ponsel menunjukkan bahwa ponsel Amanda tidak aktif. Hatinya semakin resah. "Boss, saya sudah perintahkan tim untuk mengawasi apartemen Miss Amanda. Mereka akan melaporkan segera jika ada yang tidak beres," kata salah satu anak buahnya, mencoba
"Tidak Ayah! Aku tidak mau.""Kamu tidak bisa menolak keinginanku, Amanda. Aku sudah berjanji kepada Tuan Pedro untuk menjadikanmu istrinya.""Ayah gila! Ayah tega menikahkan aku dengan pria yang usianya seumuran dengan Ayah. seharusnya dia menjadi Ayahku dibandingkan menjadi suamiku."Amanda terpaksa sedikit bicara keras karena dia tidak menyetujui permintaan Ayahnya yang ingin menikahkannya dengan seorang pemilik tanah kaya raya di desa itu."Amanda! Dengarkan aku! Jika kamu tidak menikah dengannya sekarang maka Tuan Pedro akan menagih hutang kepada Ayah. Ayah sudah banyak meminjam uang kepadanya."Amanda terkejut mendengar alasan kenapa dia dipaksa menikah dengan pria tua saat ini juga. Amanda tidak menyangka jika Ayahnya tega menjualnya kepada Tuan tanah kaya raya hanya untuk membayar hutang.Air mata Amanda jatuh, dia merasa kalau pria yang dipanggilnya Ayah bukan lagi seperti Ayah yang dikenalnya. Amanda menatap pilu pada p
"Cepat cari dan temukan dia!" Perintah seorang pria yang merupakan komando dari para pria yang tengah berlarian mencari seseorang.Amanda sendiri dengan kesusahan membawa pria yang dibantunya untuk mencari tempat yang bisa digunakan oleh pria itu."Tubuhmu benar-benar berat. Apa begitu banyak dosa dalam dirimu sampai segitu beratnya?"Pria itu hanya diam, dia tidak banyak bicara sejak ditemukan Amanda. Baginya saat ini hanya segera diobati pada luka yang ada ditubuhnya apalagi diluka tusukan diperut."Tunggu disini. Aku akan coba bicara dengan pemilik rumah kecil itu. Siapa tahu kamu bisa tinggal disana sampai sembuh."Pria itu hanya menganggukkan kepalanya. Dia memilih membaringkan tubub di atas gerobak kayu yang dibawa Amanda. Setelah sepuluh menit, Amanda kembali."Kamu harus membayar uang ganti rugi setelah sembuh. Aku terpaksa mengeluarkan uang untuk menyewa rumah ini. Padahal uang itu mau aku gunakan untuk pergi kekota menc
"Cantik!" Hanya kata itu yang keluar daribmulut Jon ketika Amanda tersenyum kepadanya sebelum dia pergi bekerja.Jon melihat makanan yang sudah disiapkan oleh Amanda sebelum dia pergi. Jon mengambil satu persatu dan menikmatinya karena Jon merasa kelaparan. Setelah menghabiskan makanan itu, Jon mencoba mengintip dibalik jendela situasi dirumah kayu yang disiapkan oleh Amanda."Tampaknya aman. Aku belum bisa pergi dari sini dalam kondisi seperti sekarang. Lebih baik tidak ada yang mengenalku dan mengira aku sudah tiada."Jon kembali ke atas kasur yang jauh dari kata empuk. Jon sama sekali tidak menggunakan baju yang dibawa Amanda karena ukurannya sangat kecil. Tapi Jon menyukai aroma vanila pada baju milik Amanda. Dia meletakkan baju milik Amanda sebagai alas untuk kepalanya."Pesanan dimeja 13 meminta kamu yang mengantarkannya, Amanda.""Kenapa harus aku?" Amanda mencoba mengintip dari dapur ke arah depan untuk melihat siapa yang ada di m
Setelah semalaman menangis, Amanda ketiduran diatas kasur milik Jon. pagi ini dia harus kembali bekerja karena dia bukan seorang putri kaya raya yang harus menikmati mimpinya dikala pagi.Amanda membuka mata dan terkejut ketika dia melihat Jon duduk dikursi sambil menatapnya."Kamu membuatku kaget saja. Apa yang kamu lakukan disana? Kenapa kamu bangun sangat pagi seperti ini?""Aku sudah duduk disini sejak semalam karena ada seorang wanita menangis semalaman dan tertidur di atas kasurku." Jon bangun dan mengajak Amanda berdiri. "Bangunlah! Aku sudah menyiapkan sarapan seadanya saja."Amanda langsung bangun dan melihat sebuah roti yang telah diberi selai didalamnya. "Cuma itu yang tersisa dari makanan yang kamu bawa.""Lumayan! Setidaknya aku masih bisa mengisi perutku sebelum kembali pulang untuk mengganti pakaian.""Memangnya kamu mau kemana?""Aku harus bekerja! Aku bukan putri bangsawan yang harus duduk manis untuk me
Jon mencari petunjuk untuk mengetahui dimana Amanda saat ini. Dia berjalan di sekitar sepeda yang di temukannya. Tapi Jon melihat beberapa orang yang dikenalnya berkeliaran mencari keberadaannya disana.Jon bersembunyi sebelum mereka mengetahui kalau Jon ada didesa itu."Aku harus sembunyi. Aku tidak bisa tertangkap oleh mereka, aku harus mencari Amanda lebih dulu."Jon menyelinap melarikan diri ke arah berlawanan. Dia mencari petunjuk dimulai dari rumah Amanda. Jon tahu kalau desa itu sangat kecil sehingga akan mudah menemukan dimana rumah Amanda."Nyonya, maaf boleh aku bertanya?""Iya.""Apakah Nyonya tahu di mana rumah Amanda?""Amanda? Amanda yang mana?"Jon kebingungan karena dia tidak tahu nama panjang Amanda. "Dia berusia sekitar 22 atau 23 tahun, rambutnya panjang warna coklat terus dia putih. Oh satu lagi, dia hanya punya seorang Ayah.""Oh Amanda itu. Rumahnya ada didepan sana. Nanti kamu lur
"Mau kemana anda Tuan?" Jon siap menembak kepala Tuan Pedro yang ingin melarikan diri setelah dia menculik Amanda."Ampun! Ampuni aku!""Berdirilah!" Minta Jon kepada Pedro.Pria tua itu akhirnya berdiri dan mengangkat kedua tangannya. Kancing kemeja yang digunakannya sudah terlepas karena dia ingin menyentuh tubuh Amanda."Jalan!" Dorong Jon pada bahu Pedro untuk berjalan keluar dari dalam rumah. Seluruh anak buah Pedro berhasil dibunuh Jon ketika adu tembak tadi."Angkat tanganmu tinggi-tinggi!" Minta Jon kepada Pedro. Pedro terpaksa menurut perintah Jon karena dia tidak mau mati ditembak oleh pria yang wajahnya tidak terlihat."Jangan tembak Tuan. Ampuni saya!""Aku akan mengampunimu dengan saty syarat. Apa kamu mau mengikuti syarat yang aku buat?""Apa itu Tuan?" jawab Pedro dengan gugup."Jangan pernah memaksa menikah dengan Amanda. Batalkan pernikahan itu dan jauhi keluarganya. Jika sampai kamu ma