Setelah semalaman menangis, Amanda ketiduran diatas kasur milik Jon. pagi ini dia harus kembali bekerja karena dia bukan seorang putri kaya raya yang harus menikmati mimpinya dikala pagi.
Amanda membuka mata dan terkejut ketika dia melihat Jon duduk dikursi sambil menatapnya. "Kamu membuatku kaget saja. Apa yang kamu lakukan disana? Kenapa kamu bangun sangat pagi seperti ini?" "Aku sudah duduk disini sejak semalam karena ada seorang wanita menangis semalaman dan tertidur di atas kasurku." Jon bangun dan mengajak Amanda berdiri. "Bangunlah! Aku sudah menyiapkan sarapan seadanya saja." Amanda langsung bangun dan melihat sebuah roti yang telah diberi selai didalamnya. "Cuma itu yang tersisa dari makanan yang kamu bawa." "Lumayan! Setidaknya aku masih bisa mengisi perutku sebelum kembali pulang untuk mengganti pakaian." "Memangnya kamu mau kemana?" "Aku harus bekerja! Aku bukan putri bangsawan yang harus duduk manis untuk mendapatkan makanan." Jon cukuo kagum dengan Amanda yang tidak kenal lelah. "Bukankah kamu bekerja di malam hari disebuah restaurant?" "Aku bekerja dari pagi hingga malam hari. Bekerja tanpa kenal lelah masih saja aku kekurangan uang." "Pagi hingga malam? Apa kamu tidak lelah?" "Ya harus bagaimana lagi? Jika tidak seperti itu aku tidak bisa makan, membantu Ayah melunasi hutangnya walau tidak pernah lunas dan aku juga mau menabung untuk bisa pergi kekota." "Kalau aku boleh tahu apa saja pekerjaan yang kamu lakukan?" "Hmm! Setiap pagi aku akan mengantar susu dari rumah ke rumah, siang hari aku menjadi kurir makanan disebuah restaurant cepat saji hingga sore, malamnya aku menjadi pelayan direstaurant." Jon sampai melipat kedua tangannya. Dia benar-benar tidak menyangka jika ada wanita yang mau bekerja keras seperti Amanda. Selama ini dia banyak bertemu dengan wanita manja yang menghabiskan waktunya di salon dan belanja. "Ya sudah! Aku harus pergi sebelum terlambat. Soal makan siangmu, akan aku usahakan untuk mengantarnya. Doakan saja semoga ada pelayan yang memberikan tips atau makanan untuk bisa kita makan." Amanda pergi sambil mengambil satu potong roti dengan senyuman manis kepada Jon. Jon memperhatikannya hingga Amanda menghilang dengan sepedanya. Amanda kembali ke rumah orang tuanya. Ayah Amanda masih tertidur lelap didalam kamar setelah mabuk semalaman dan berjudi bersama wanita-wanita yang menemaninya. Botol bekas minum sang Ayah berserakan dilantai, Amanda masih sempat membersihkannya hingga dia mengganti pakaian dan bersiap untuk pergi. Menggunakan sepeda yang selalu menemaninya, Amanda menuju sebuah toko susu untuk mengambil beberapa botol susu yang akan di antar kerumah-rumah pelanggan. Membawa satu tas yang berisi sekitar dua puluh botol susu siap diantarnya. Amanda mulai mengayuh sepedanya mengelilingi desa yang kecil itu. Satu rumah ke rumah lainnya untuk mengantarkan susu segar. Dikejauhan seseorang tengah memperhatikan Amanda yang tengah bekerja. "Culik wanita itu dan bawa dia kerumahku." "Baik Bos!" Pria tua yang tak lain adalah Tuan Pedro yang ingin menculik Amanda. "Aku ingin mencicipinya sebelum menikah. Lebih baik aku menodainya lebih dulu sebelum dia menolakku mentah-mentah." Tuan Pedro sudah memiliki niat buruk kepada Amanda. Amanda yang tidak tahu sedang di awasi masih terus mengayuh sepedanya. "Permisi! Nyonya susu segarnya aku letakkan didepan pintu." "Ok Amanda. Terima kasih." Amanda kembali naik ke atas sepeda dan mengayuhnya ke rumah lain. Ketika Amanda menuju rumah yang sedikit terpecil, disanalah anak buah Pedro mulai beraksi. Mereka menghadang Amanda ketika ingin berbelok. "Minggir Tuan!" "Mau kemana cantik! Apa kamu tidak lelah mengayuh sepeda sejak tadi?" "Minggirlah! Itu bukan urusanmu." Amanda membelokkan sepedanya dan kembali mendorongnya. Pria yang menghadang Amanda menahan sepeda bagian belakang Amanda. "Hei! Apa yang kamu lakukan?" "Apa yang aku lakukan? Aku ingin menahanmu Nona cantik!" Pria itu berani menggoda Amanda yang membuat Amanda memilih segera pergi tapi sepedanya kembali di tahan. Pria itu mendekat dan menatap Amanda, "Ikutlah denganku maka kamu akan hidup tenang tanpa perlu bekerja seperti ini. Bosku akan memberikanmu uang untuk hidup mewah." "Lepaskan! Aku tidak mengenalmu dan aku tidak perlu hidup dengan Bosmu itu. Cari saja wanita yang menyukai uang Bosmu." Amanda mendorong pria itu tapi sayang, tangan Amanda di pegang dan ditarik ke belakang. "Jangan melawan Nona jika kamu tidak ingin kesakitan." "Lepaskan aku! Lepaskan!" "Tenanglah! Aku akan melepaskanmu ketika kamu bertemu dengan Bosku." Pria itu semakin menahan tangan Amanda dibelakang punggungnya yang membuat Amanda kesakitan. Tubuh Amanda didorong hingga masuk ke dalam mobil. Ketika Amanda masuk ke dalam mobil dia disambut oleh senyuman manis Pedro. "Hallo calon istriku." Suara pintu mobil terdengar jelas. Amanda berniat ingin kabur tapi tangannya di tarik Pedri mendekatinya. "Apa maumu? Lepaskan aku Tuan Pedro!" "Kamu tanya mauku? Aku ingin kamu menjadi istriku dan merasakan kemolekan tubuh s3ksimu ini dan merasakan kenikmatan d3sahan yang lembut dari mulutmu." "Jangan mimpi untuk bisa menikah denganku apalagi menyentuh tubuhku. Aku akan membuatmu menyesal sudah mengenalku, Tuan Pedro." Hahahaha! "Kamu akan membuatku menyesal? Bagaimana caranya cantik? Harusnya aku yang akan menyesal karena tidak bisa meremas d4d4mu ini dan menghisapnya. Apalagi melihat bagian bawah ini membuatku ingin segera merasakan kenikmatannya dengan lid4hku." Cuih! Amanda yang kesal karena di hina bahkan direndahkan seperti itu membuatnya melud4hi wajah Tuan Pedro yang ada didepannya. Tuan Pedro tersenyum bahkan membersihkan bekas air lud4h Amanda dengan tangannya. Tuan Pedro masih menahan amarahnya hingga dia melihat wajah Amanda yang membencinya. "Jalan!" ucap Tuan Pedro yang meminta supirnyo membawa mereka meninggalkan tempat. Sepeda dan juga beberapa botol susu segar tergeletak di jalanan setelah Amanda dipaksa masuk ke dalam mobil. Amanda masih terus berontak didalam mobil meminta dilepaskan. Melihat Amanda yang tidak bisa tenang, amatah Tuan Pedro ikut terpancing. "Berhentilah berontak, Amanda!" "Lepaskan aku! Aku tidak mau bersamamu." Plak! Tamparan Tuan Pedro membuat Amanda terkulai lemah dan pingsan setelah mendapatkan tamparan yang cukup keras. Tuan Pedro kembali duduk santai sambil merebahkan kepala Amanda di sandaran kursi mobil. "Kita langsung kerumah saja." "Baik Tuan." Tuan Pedro melihat Amanda disampingnya yang telah pingsan. Dia mengelus pipi Amanda dan mendekatkan wajahnya untuk mencium aroma vanila milik Amanda. "Kamu begitu wangi cantik. Bahkan wangimu membuat milikku semakin berdiri dan keras seperti ini." Tuan Pedro menjil4ti wajah Amanda merasakan manisnya wajah Amanda. Tuan Pedro sudah tidak sabar ingin menikmato tubuh Amanda dirumahnya. Sementara dirumah kayu yang tidak ada perabot sama sekali telah menunggu seorang pria bernama Jon. Jon merasa Amanda tidak kunjung datang padahal ini sudah lewat waktu makan siang. "Kemana dia? Apakah pekerjaannya begitu banyak sampai dia lupa mengantarkan aku makanan?" Jon masih terus menunggu didalam rumah sambil mengintip. Jon tidak bisa keluar begitu saja karena dia yakin akan masih ada orang yang mencari keberadaannya. "Dimana kamu Amanda?" Perasaan Jon yang tidak enak, membuatnya tidak bisa tinggal diam. Jon memilih keluar daro rumah setelah dia mengamati beberapa menit kondisi diluar sana. Jon berjalan sambil menunduk agar wajahnya tidak terlihat. Dengan luka tusukan di perutnya yang masih sakit, Jon berjalan pelan tanpa tahu kemana mencari Amanda. Tapi Jon yakin jika dia bisa menemukan Amanda didesa yang kecil ini. Jon terus berjalan hingga dia melihat sebuah sepeda yang sama persis dengan milik Amanda. Jon mendekati sepeda itu dan melihat dua tas yang tergeletak di aspal. "Susu! Dan ini tas milik Amanda." Jon yakin jika tas itu milik Amanda, karena dia menemukan sebuah ikat rambut yang sering digunakan Amanda ketika dia bertemu. "Apa yang terjadi dengannya? Dimana dia?" Jon berdiri dan melihat sekitarnya. Jon mencoba menerka apa yang terjadi dengan Amanda.Jon mencari petunjuk untuk mengetahui dimana Amanda saat ini. Dia berjalan di sekitar sepeda yang di temukannya. Tapi Jon melihat beberapa orang yang dikenalnya berkeliaran mencari keberadaannya disana.Jon bersembunyi sebelum mereka mengetahui kalau Jon ada didesa itu."Aku harus sembunyi. Aku tidak bisa tertangkap oleh mereka, aku harus mencari Amanda lebih dulu."Jon menyelinap melarikan diri ke arah berlawanan. Dia mencari petunjuk dimulai dari rumah Amanda. Jon tahu kalau desa itu sangat kecil sehingga akan mudah menemukan dimana rumah Amanda."Nyonya, maaf boleh aku bertanya?""Iya.""Apakah Nyonya tahu di mana rumah Amanda?""Amanda? Amanda yang mana?"Jon kebingungan karena dia tidak tahu nama panjang Amanda. "Dia berusia sekitar 22 atau 23 tahun, rambutnya panjang warna coklat terus dia putih. Oh satu lagi, dia hanya punya seorang Ayah.""Oh Amanda itu. Rumahnya ada didepan sana. Nanti kamu lur
"Mau kemana anda Tuan?" Jon siap menembak kepala Tuan Pedro yang ingin melarikan diri setelah dia menculik Amanda."Ampun! Ampuni aku!""Berdirilah!" Minta Jon kepada Pedro.Pria tua itu akhirnya berdiri dan mengangkat kedua tangannya. Kancing kemeja yang digunakannya sudah terlepas karena dia ingin menyentuh tubuh Amanda."Jalan!" Dorong Jon pada bahu Pedro untuk berjalan keluar dari dalam rumah. Seluruh anak buah Pedro berhasil dibunuh Jon ketika adu tembak tadi."Angkat tanganmu tinggi-tinggi!" Minta Jon kepada Pedro. Pedro terpaksa menurut perintah Jon karena dia tidak mau mati ditembak oleh pria yang wajahnya tidak terlihat."Jangan tembak Tuan. Ampuni saya!""Aku akan mengampunimu dengan saty syarat. Apa kamu mau mengikuti syarat yang aku buat?""Apa itu Tuan?" jawab Pedro dengan gugup."Jangan pernah memaksa menikah dengan Amanda. Batalkan pernikahan itu dan jauhi keluarganya. Jika sampai kamu ma
Nathan sampai meminta seorang hacker mencari keberadaan sinyal terakhir ponsel Gabriel tapi hasilnya tetal sama. Ponsel itu sudah tidak dapat ditemukan lagi dan titik terakhir berada disekitar mobil Gabriel terjatuh. "Kemana lagi aku mencarimu? Minggu depan semua ketua mafia akan berkumpul untuk membicarakan hal penting, tapi kamu tidak ada. Apa yang harus aku lakukan?" Nathan sampai bingung harus mencari keberadaan sahabatnya itu. Sementara Amanda yang telah selamat dari sekapan Tuan Pedro telah diantar oleh Jon ke rumah Amanda. Sebelum Amanda masuk ke dalam rumah, dia dan Jon saling menatap. "Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak datang tepat waktu." "Jangan berterima kasih Amanda. Apa yang aku lakukan sudah seharusnya sebagai teman." "Ya sudah! Kalau begitu aku masuk. Oh ya, ini ada sedikit uang untukmu membeli makanan. Maaf aku tidak bisa mengantarkan makanan untukmu hari ini." "Tidak usah! Pegang saja, kamu bisa mengg
Gabriel tidak menjawabnya, dia meminta supir untuk segera berjalan sesuai arahan Gabriel kemana dia akan pergi. Gabriel tiba di simpan rumah Amanda. Dia melihat sudah tidak ada sepeda Amanda ada di halamannya. Itu artinya Amanda sedang pergi untuk bekerja. "Masuklah ke dalam rumah itu, Nathan. Berikan uang ini kepada orang yang ada dirumah itu. Katakan ini uang untuk Amanda, ancam dia untuk tidak menggunakannya dan menyerahkannya secara utuh ketangan Amanda." "Amanda? Seorang wanita?" Gabriel menatap tajam ke arah Nathan karena terlalu banyak bertanya saat ini. "Baiklah! Aku akan masuk." Gabriel memperhatikannya dari dalam mobil ketika pintu rumah dibuka. Seorang pria yang tampak kusut baru bangun tidur bertanya kepada Nathan. Nathan memberikan amplop yang ada ditangannya sambil mengeluarkan senjata untul mengancam Ayah Amanda. Gabriel sampai tersenyum kecil ketika melihat aksi sahabatnya yang terlalu berlebihan dalam mengancam Ayah Amanda. Gabriel kembali menaikkan kaca jend
Gabriel berdiri di balkon kamar pribadi yang mewah, memegang gelas berisi minuman alkohol di tangan kanannya. Angin malam yang sejuk menerpa wajahnya, tapi tidak mampu mengusir panasnya rasa yang membara di dalam dada. Wajah Amanda, dengan senyum lembut dan mata yang berbinar, terus menerus menghantui pikirannya. Tiga bulan mereka bersama, bagaikan suatu mimpi indah yang kini terasa begitu jauh. Dia mencoba mengalihkan pandangannya ke lampu-lampu kota yang berkelap-kelip di kejauhan, berharap bisa menghilangkan bayang-bayang Amanda dari benaknya. Namun, semakin dia mencoba untuk melupakannya, semakin kuat pula kenangan tentang Amanda muncul kembali. Setiap tawa, setiap sentuhan, setiap kata yang pernah mereka ucapkan bersama kembali berputar dalam ingatannya. Dengan frustrasi, Gabriel menghela napas berat dan berkata pada diri sendiri, "Aku harus berhenti memikirkan dia. Aku perlu fokus." Namun, suaranya terdengar getir dan penuh keraguan. Dia tahu, meski berusaha keras untuk melupa
Pagi itu, udara masih segar ketika Amanda dengan cekatan menyiapkan segala keperluan ayahnya. Dari menyeduhkan teh hangat hingga menyembunyikan uang dalam amplop cokelat yang diberikan oleh tidak dikenal pada pintu rumahnya. Dengan perasaan yang bercampur antara sayang dan kewajiban, Amanda mengecek kembali semua yang telah disiapkannya di meja dapur. Namun, keheningan pagi itu tiba-tiba terpecah oleh suara ketukan di pintu rumahnya. Zivana. Tok! Tok! Amanda yang sibuk didapur, langsung membuka pintu dan terkejut melihat seorang pria tua berdiri di depan mereka. Pria itu adalah orang yang telah dijodohkan oleh keluarga mereka untuk Amanda. Amanda, dengan mata yang melotot, memandang kebingungan ke arah pintu karena dia tidak menyangka kalau pria itu ada didepannya saat ini. Amanda, dengan apron yang masih terikat di pinggang, berjalan mendekat dengan langkah yang ragu. "Kenapa Anda datang pagi-pagi sekali ke rumah saya?" tanyanya dengan nada yang mencoba tetap sopan namun terde
Samuel berdiri di depan ruangan rapat, keringat dingin mulai mengucur deras di pelipisnya. Dalam benaknya, dia hanya menyiapkan diri untuk rapat rutin yang seharusnya dipimpin oleh kakeknya. Namun, ketika Gabriel, kakak tirinya, dengan tegas memintanya untuk memimpin rapat, Samuel seakan dibekukan di tempat. Dia tidak memiliki apa-apa, tidak satu pun dokumen atau catatan. Dengan tatapan tajam, Gabriel menatap adik tirinya yang terlihat pucat pasi itu. "Lihat, dia bahkan tidak bisa mempersiapkan diri untuk rapat biasa," cemooh Gabriel dengan suara keras yang cukup untuk semua anggota dewan mendengarnya. "Bagaimana mungkin Samuel ini layak untuk menggantikan posisiku sebagai CEO?" Gabriel mengatakannya sambil bercanda yang tertawa yang diikuti oleh semua peserta rapat termasuk Kakek Wilson. Samuel merasakan jantungnya berdetak kencang, kepalanya terasa berputar-putar mencari cara untuk membela diri. Namun, kata-kata tidak kunjung datang. Dia hanya bisa menunduk, merasa terhina dan ma
"Hentikan!" Teriak seorang wanita yang datang ingin mengunjungi putranya."Hentikan Gabriel! Kamu menyakiti putraku!"Christine, Ibu Samuel datang dan menarik tubuh Gabriel yang berada diatas tubuh putranya. Christien tampak takut jika wajah putranya hancur dipukul oleh Gabriel."Gabriel! Hentikan!" minta Nathan yang mengangkat tubuh Gabriel menjauh dari Samuel.Napas Gabriel masih memburu, hatinya bergolak dengan amarah yang tak kunjung reda. Di ruangan yang penuh dengan suara bisikan dan tatapan sinis itu, Christine, ibu tirinya, dengan lantang menuduhnya telah merusak masa depan anaknya. Dengan mata yang membara, Christine melabrak Gabriel, "Kau tahu tidak, karena ulahmu itu, wajah anakku jadi hancur! Aku akan pastikan Tuan Wilson mendengar ini dan mengurungkan niatnya menyerahkan perusahaan padamu!"Mendengar ancaman itu, Gabriel yang sudah penuh dengan frustrasi, kehilangan kesabarannya. Ia berdiri tegak, menatap tajam ke arah ibu tirinya yang berdiri di samping Christine. Dengan