Sandy curiga Jihan berniat membantu Jefri, tetapi Sandy juga tidak yakin.Dia tidak punya waktu untuk berpikir lebih dalam, jadi dia segera mengambil botol itu dan berjalan ke sisi Jihan.Setelah menuangkan anggur merah ke dalam gelas Jihan, Sandy mengisi ulang gelasnya lagi."Pak Jihan, sulangan ini untukmu."Tadi Sandy mengajak adik Jihan untuk minum dan sudah mengisi gelasnya sampai penuh. Itu merupakan sebuah pengecualian, jadi Sandy harus mematuhinya. Oleh karena itu, Sandy juga mengisi gelasnya sampai penuh untuk Jihan.Sandy langsung menenggak anggurnya sampai habis, sementara Jihan hanya menyesap anggurnya. Tindakan Jihan ini seperti menghargai Sandy sekaligus membuat pria itu merasa agak kikuk.Sandy yang sangat peka pun tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya melirik gelas anggur Jihan, lalu memalingkan pandangannya dan tersenyum lembut pada Jihan."Silakan dinikmati anggurnya, Pak Jihan."Setelah minum, Sandy ingin pergi. Namun, mana mungkin Jihan akan melepaskannya?"Daris juga
Meskipun Reo sama sopannya dengan Sandy, dia tetap menghormati Jihan sebagai bosnya dan tidak bersikap merendahkan."Nggak usah."Jihan takut nada bicaranya yang dingin itu membuat Reo menjadi kikuk, jadi dia melanjutkan,"Perutku lagi nggak enak, jadi aku nggak bisa makan banyak-banyak.""Oh, gitu."Reo yang sangat baik hati itu pun langsung bangkit berdiri."Kalau gitu, aku akan memasakkanmu sup untuk menenangkan perutmu."Jihan ingin menghentikannya, tetapi Reo sudah terlanjur ke dapur.Wina yang baru saja kembali ke tempatnya pun bertanya pada Jihan sambil tersenyum,"Suami Lilia boleh juga, 'kan?"Wina belum tahu bahwa Lilia dan Reo gagal mengurus surat kawin mereka, jadi Wina mengira kedua orang itu sudah menjadi suami istri.Jihan sudah mengenal Reo sebelumnya dan tahu bahwa pria itu adalah seorang dokter yang sangat baik, jadi dia mengangguk."Boleh juga.""Bagaimana dengan Dokter Sandy?"Wina jarang mendengar Jihan memuji seseorang, jadi dia bertanya lagi.Jihan melirik Sandy
Sara tidak berani membuka pintu, dia hanya menurunkan kaca jendelanya sedikit dan menatap Jefri di luar sana melalui celah kecil."Kok kamu ada di sini?""Bukan urusanmu! Buka pintunya!""Nggak bakalan, kecuali kamu memberitahuku kamu ngapain ada di sini ...."Siapa tahu Jefri di sini untuk membalas dendam pada Sandy? Mana mungkin Sara membuka pintu begitu saja?Jefri menahan amarahnya dan membungkuk sedikit untuk menatap Sara melalui celah kaca mobil."Aku akan membantumu memapah tukang mabuk itu ke atas."Apalagi yang bisa Jefri lakukan?Dia tidak mungkin membunuh Sandy untuk melampiaskan amarahnya, dia juga tidak mungkin memukuli Sandy. Jadi, Jefri terpaksa mengikuti Sara seperti orang bodoh untuk menawarkan bantuannya!"Kamu ... mau memapah Sandy?"Sara tampak agak kaget karena tidak menyangka Jefri akan bersikap sebaik ini."Sara, memangnya kamu ini nggak ngerti bahasa manusia?"Melihat Jefri akan marah lagi, Sara akhirnya membuka pintu mobil setelah terdiam sejenak.Jefri pun ber
Jelas-jelas Sandy tidak suka Jefri menemui Sara, tetapi Sara malah meminta bantuan Jefri untuk memapah Sandy ke atas.Jika menilai dari sudut pandang Sandy, Sara merasa tindakannya ini memang keterlaluan. Dia segera mendorong Jefri menjauh."Aku selimuti dia dulu sebelum pergi, udara malam dingin banget."Jefri pun berjalan ke sof dan dengan santai menarik selimut sehingga sekujur tubuh Sandy tertutup selimut.Sara memelototi Jefri, lalu melangkah maju dan membetulkan posisi selimut di atas tubuh Sandy. Setelah itu, dia membuka dua buah jendela agar aliran udara di dalam apartemen Sandy tetap terjaga. Barulah setelah itu Sara pergi.Karena Sara ternyata tidak berniat tetap di sini, ekspresi Jefri pun baru menjadi lebih cerah.Mereka berdua berjalan depan belakang seperti orang asing. Bayangan mereka makin lama makin berjauhan.Jefri yang berjalan di depan akan melambat setiap kali berbelok. Dia menunggu Sara menyusulnya sebelum lanjut berjalan lagi.Setelah keluar dari kompleks apartem
Karena ekspresi Sara terlihat marah, Jefri pun memaksakan dirinya untuk tetap tenang. Meskipun begitu, dia menatap Sara dengan tajam.Sara terlalu malas untuk memedulikannya, jadi dia menginjak pedal gas dalam-dalam.Setelah mereka berdua terdiam selama beberapa saat, Jefri mengangkat kakinya dan menendang kursi Sara."Aku nggak akan pernah mengambil kembali barang-barang yang sudah kuberikan kepada wanita. Besok kamu ke rumahku saja dan ambil kembali barang-barang itu.""Kebetulan sekali."Sara memutar kemudi dan menjawab,"Aku juga nggak akan pernah mengambil kembali apa yang sudah kuberikan.""Sara, apa harus aku marah-marah dulu?"Sara berhenti bicara dan tidak menjawab, tetapi hatinya terasa berat."Jefri, aku mengembalikan barang-barang pemberianmu itu karena dulu saat bersamamu, aku nggak pernah punya niatan mau uangmu. Karena kita sudah putus, tentu saja aku harus mengembalikannya. Nggak usah mikir kejauhan. Lalu ...."Setelah jeda sejenak, Sara menarik napas dalam-dalam dan me
Setelah Sara pergi, Reo memberanikan diri memaksa Jihan minum semangkuk sup sebelum makan malam selesai.Karena Jefri dan Sandy sedang berkompetisi, Wina bahkan tidak memandang Lilia dengan saksama. Jadi, dia baru menyadari betapa pucatnya wajah Lilia."Lilia, kamu kenapa? Kamu sakit? Mukamu kok nggak enak dilihat banget?"Lilia yang sedang memegang tangan Gisel sambil mengantar mereka keluar pun berhenti sejenak dan menatap Wina, yang sedang menatapnya sambil mengernyit."Nggak apa-apa, kayaknya aku flu.""Bukan, itu karena ada paman aneh yang waktu itu membawa Bibi Lilia pergi ...."Wina langsung tahu siapa yang Gisel maksud, jadi dia segera meraih Lilia dan memeriksa tubuh sahabatnya itu dari atas ke bawah."Apa Yuno datang menemuimu? Apa dia mengganggumu atau menyakitimu?"Lilia tidak segera menjawab Wina, dia malah memelototi Gisel dan berpura-pura marah."Bukannya kamu sudah sepakat untuk nggak memberi tahu bibimu?"Gisel memeluk boneka buluknya sambil cemberut."Aku nggak suka k
Wina mengikuti pandangan Lilia ke arah perutnya."Obatnya sih sudah habis, tapi ...."Wina sedikit kecewa dan menghela napas."Aku mungkin nggak bisa hamil."Dia meminum begitu banyak obat, tetapi tetap tidak berefek. Wina takut dia tidak akan bisa punya anak."Wina ... mungkin kamu coba saja bayi tabung?"Wina berbalik dan menatap Jihan yang duduk di dalam mobil."Dia nggak setuju."Jihan tahu proses bayi tabung itu menyakitkan, melahirkan juga menyakitkan. Jihan takut Wina jadi menderita, jadi Jihan memutuskan agar mereka tidak usah punya anak.Setelah Lilia memahami pemikiran Jihan, dia pun tidak menyarankan bayi tabung lagi. "Kalau begitu, akan kucoba sesuaikan lagi resepnya. Nanti kamu coba lagi saja kalau sudah minum."Wina ingin menolak, tetapi Lilia mendorongnya ke dalam mobil tanpa ragu. "Aku akan membuatkan obatnya dan mengirimkannya kepadamu besok."Setelah Lilia selesai berbicara, dia menutup pintu mobil, mundur selangkah dan melambai ke Wina."Kirimi aku pesan kalau sudah
"Nggak usah, aku sudah memutuskan ...."Lilia menyeka air matanya dan dengan lembut mendorong tangan Reo menjauh."Maaf ...."Setelah balas dendam pada Yuno, Lilia memang berencana untuk bersama Reo, tetapi ternyata kehidupan yang damai dan dicintai bukanlah miliknya."Lilia, seberapa keras pun kamu menolak, aku akan tetap menunggumu."Reo juga bertekad akan membalaskan dendam Lilia setelah Yuno menodainya!"Reo, jangan bodoh."Bagi Lilia, mendorong Reo menjauh berarti melindungi pria itu. Karena Yuno si gila itu bisa melakukan apa saja."Kamu tahu aku bodoh, jadi jangan lakukan ini padaku."Setelah berkata seperti itu, Reo pun berbalik dan berjalan meninggalkan vila. Sikap keras kepalanya membuat Lilia duduk di tangga dengan tidak berdaya.Di mobil menuju Bundaran Blue Bay."Paman ...."Gisel yang sedang memegang boneka itu memanggil Jihan yang sedang menutupi Wina dengan selimut tipis.Jihan balas menatap Gisel dengan santai. "Pelankan suaramu, jangan sampai bibimu kebangun."Gisel p
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je