Jefri mengantar Jihan dan Wina ke vila Lilia.Ketika Sara dan yang lainnya keluar untuk menjemput sepasang sejoli itu, mereka bahkan tidak memperhatikan pengemudinya. Mereka hanya berlari menuju Wina yang keluar dari kursi belakang."Wina, kami kangen banget! Sudah sebulan lebih kita nggak ketemu!"Setelah Wina tersenyum, dia pun memeluk Sara, lalu memeluk Lilia."Aku juga kangen pada kalian.""Kalau aku? Kalau aku?"Gisel melompat entah dari mana dan memeluk kaki Wina, wajahnya yang gembul memasang ekspresi memelas ingin dipeluk."Bibi, coba gendong aku! Beratku nambah nggak?"Setelah tidak bertemu satu sama lain selama lebih dari sebulan, Sara dan Lilia sudah membesarkan Gisel menjadi sangat gemuk. Wina bahkan hampir tak bisa menggendong Gisel lagi."Gisel, namamu diganti saja jadi Bulan Bulat, yuk?""Kenapa?"Sara dan Lilia tertawa terbahak-bahak."Maksud bibimu itu kamu gemuk."Baru pada saat itulah Gisel menyadari maksud Wina yang mengatainya gemuk, jadi dia menyilangkan tangannya
Karena Jihan sudah memperlakukan Sandy dengan sangat hormat, Sara pun bersikap dengan kesan yang sama. Dia segera meminta tisu basah pada Daris dan menyerahkannya pada Jihan."Bersihkan tanganmu.""Pak Jihan fobia kuman?"Jihan yang hendak mengambil tisu basah itu pun menatap Sandy dengan dingin.Jihan hanya melihat Sandy sekilas, lalu membuang muka. Jihan mengambil tisu basah itu dari tangan Sara dan mengucapkan terima kasih, lalu membersihkan tangannya."Ya, sedikit. Maaf, Dokter Sandy."Setelah Jihan menyeka tangannya, dia menjawab dengan santai dan dengan ekspresi datar."Nggak masalah, aku paham kok."Setelah Sandy menjawab dengan sopan, dia pun membuat gestur mempersilakan kepada kedua sejoli itu."Silakan masuk, Pak Jihan, Nyonya Wina ...."Mungkin karena ini pertama kalinya mereka bertemu, jadi sikap Sandy yang sangat sopan justru membuat suasana terasa agak canggung.Wina tersenyum dan berkata bahwa semua orang adalah teman, jadi tidak perlu terlalu gugup sehingga membuat suas
"Dokter Sandy, kamu yakin mau minum denganku?"Jefri yang sedang bersandar di kursi makan pun mendongak sedikit menatap Sandy dengan kesan menghina.Setelah Sandy menuangkan anggur, dia meletakkan botolnya dan tersenyum dengan tulus."Kenapa? Tuan Muda Jefri nggak berani minum, ya?""Aku? Nggak berani?"Jefri mendengus dengan dingin. Dia sudah sering bergaul di tempat hiburan dan dikenal sebagai seorang peminum yang kuat. Sandy yakin mau menantangnya minum? Apa Sandy benar-benar tidak tahu malu?"Kalau berani, coba habiskan satu gelas itu."Kata-kata Sandy sungguh provokatif.Ekspresi Jefri langsung berubah dari tenang menjadi marah."Punya hak apa kamu menyuruh-nyuruhku minum?"Sandy pun tersenyum makin lebar melihat Jefri yang marah."Tuan Muda Jefri, aku 'kan cuma mengajakmu minum. Nggak usah marah-marah."Setelah mengatakan itu, Sandy pun melanjutkan."Kalau memang harus ada alasannya, anggap saja ini penyelesaian dari masalah waktu itu."Penyelesaian dari masalah waktu itu?Kata-k
Sara tidak punya keberanian untuk mengangkat kepalanya sebelum Jefri masuk. Tidak ada yang lebih memalukan daripada mantan pacarnya yang duduk di hadapannya dan pacarnya saat ini duduk di sebelahnya.Dia awalnya ingin fokus makan saja, lalu pergi, tetapi tidak disangka Sandy akan mengungkit masalah bertemu dengan orang tuanya di saat seperti ini. Sara merasa makin malu.Dia menatap makanan di atas piringnya selama beberapa detik, lalu menengadah menatap Sandy dan balik bertanya dengan tenang,"Keluargamu sudah tahu secepat ini?""Yah, kupikir sudah waktunya mereka bertemu denganmu, jadi aku memberi tahu mereka."Setelah Sandy selesai berbicara, dia melirik Sara dan melihat ekspresi wanita itu tidak terlalu bagus. Sandy mengira Sara tidak ingin pergi, jadi dia segera menambahkan,"Sara, nggak masalah kalau kamu nggak mau ketemu mereka. Aku bisa menolak usulan mereka."Orang tua Sandy sudah meminta untuk menemui Sara. Jika Sara tetap meminta Sandy menolak, nanti dia akan terkesan sombong
Sandy curiga Jihan berniat membantu Jefri, tetapi Sandy juga tidak yakin.Dia tidak punya waktu untuk berpikir lebih dalam, jadi dia segera mengambil botol itu dan berjalan ke sisi Jihan.Setelah menuangkan anggur merah ke dalam gelas Jihan, Sandy mengisi ulang gelasnya lagi."Pak Jihan, sulangan ini untukmu."Tadi Sandy mengajak adik Jihan untuk minum dan sudah mengisi gelasnya sampai penuh. Itu merupakan sebuah pengecualian, jadi Sandy harus mematuhinya. Oleh karena itu, Sandy juga mengisi gelasnya sampai penuh untuk Jihan.Sandy langsung menenggak anggurnya sampai habis, sementara Jihan hanya menyesap anggurnya. Tindakan Jihan ini seperti menghargai Sandy sekaligus membuat pria itu merasa agak kikuk.Sandy yang sangat peka pun tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya melirik gelas anggur Jihan, lalu memalingkan pandangannya dan tersenyum lembut pada Jihan."Silakan dinikmati anggurnya, Pak Jihan."Setelah minum, Sandy ingin pergi. Namun, mana mungkin Jihan akan melepaskannya?"Daris juga
Meskipun Reo sama sopannya dengan Sandy, dia tetap menghormati Jihan sebagai bosnya dan tidak bersikap merendahkan."Nggak usah."Jihan takut nada bicaranya yang dingin itu membuat Reo menjadi kikuk, jadi dia melanjutkan,"Perutku lagi nggak enak, jadi aku nggak bisa makan banyak-banyak.""Oh, gitu."Reo yang sangat baik hati itu pun langsung bangkit berdiri."Kalau gitu, aku akan memasakkanmu sup untuk menenangkan perutmu."Jihan ingin menghentikannya, tetapi Reo sudah terlanjur ke dapur.Wina yang baru saja kembali ke tempatnya pun bertanya pada Jihan sambil tersenyum,"Suami Lilia boleh juga, 'kan?"Wina belum tahu bahwa Lilia dan Reo gagal mengurus surat kawin mereka, jadi Wina mengira kedua orang itu sudah menjadi suami istri.Jihan sudah mengenal Reo sebelumnya dan tahu bahwa pria itu adalah seorang dokter yang sangat baik, jadi dia mengangguk."Boleh juga.""Bagaimana dengan Dokter Sandy?"Wina jarang mendengar Jihan memuji seseorang, jadi dia bertanya lagi.Jihan melirik Sandy
Sara tidak berani membuka pintu, dia hanya menurunkan kaca jendelanya sedikit dan menatap Jefri di luar sana melalui celah kecil."Kok kamu ada di sini?""Bukan urusanmu! Buka pintunya!""Nggak bakalan, kecuali kamu memberitahuku kamu ngapain ada di sini ...."Siapa tahu Jefri di sini untuk membalas dendam pada Sandy? Mana mungkin Sara membuka pintu begitu saja?Jefri menahan amarahnya dan membungkuk sedikit untuk menatap Sara melalui celah kaca mobil."Aku akan membantumu memapah tukang mabuk itu ke atas."Apalagi yang bisa Jefri lakukan?Dia tidak mungkin membunuh Sandy untuk melampiaskan amarahnya, dia juga tidak mungkin memukuli Sandy. Jadi, Jefri terpaksa mengikuti Sara seperti orang bodoh untuk menawarkan bantuannya!"Kamu ... mau memapah Sandy?"Sara tampak agak kaget karena tidak menyangka Jefri akan bersikap sebaik ini."Sara, memangnya kamu ini nggak ngerti bahasa manusia?"Melihat Jefri akan marah lagi, Sara akhirnya membuka pintu mobil setelah terdiam sejenak.Jefri pun ber
Jelas-jelas Sandy tidak suka Jefri menemui Sara, tetapi Sara malah meminta bantuan Jefri untuk memapah Sandy ke atas.Jika menilai dari sudut pandang Sandy, Sara merasa tindakannya ini memang keterlaluan. Dia segera mendorong Jefri menjauh."Aku selimuti dia dulu sebelum pergi, udara malam dingin banget."Jefri pun berjalan ke sof dan dengan santai menarik selimut sehingga sekujur tubuh Sandy tertutup selimut.Sara memelototi Jefri, lalu melangkah maju dan membetulkan posisi selimut di atas tubuh Sandy. Setelah itu, dia membuka dua buah jendela agar aliran udara di dalam apartemen Sandy tetap terjaga. Barulah setelah itu Sara pergi.Karena Sara ternyata tidak berniat tetap di sini, ekspresi Jefri pun baru menjadi lebih cerah.Mereka berdua berjalan depan belakang seperti orang asing. Bayangan mereka makin lama makin berjauhan.Jefri yang berjalan di depan akan melambat setiap kali berbelok. Dia menunggu Sara menyusulnya sebelum lanjut berjalan lagi.Setelah keluar dari kompleks apartem