Di bandara, setelah pesawat pribadi berhenti, Jihan menunduk dan menatap wanita yang tertidur lelap di pelukannya."Nyonya, kita sudah sampai."Wina membuka matanya dan melirik samar-samar ke luar jendela pesawat. Matahari terbenam saat senja masih bersinar dengan cahaya keemasan yang sedikit menyilaukan.Jihan mengulurkan jari rampingnya untuk menutupi mata Wina, lalu menatap pria yang duduk di depan dengan dingin."Ngapain nggak turun-turun? Mau bersiap ikut aku pulang?"Pria yang berada di hadapan Jihan meletakkan konsol gamenya, lalu menoleh dan menatap Jihan dengan hati-hati."Biar kusetirin kalian pulang, Kak Jihan.""Nggak usah."Jihan menatap Jefri dengan dingin. Saking dinginnya, Daris yang duduk di sebelah sontak menggigil.Katanya perjalanan bulan madu Jihan dan Wina tidak begitu menyenangkan karena mereka seharusnya hanya berdua, tetapi tiba-tiba menjadi sekelompok orang.Pada pertengahan awal bulan, seorang pemuda bernama Jordan terus mengikuti mereka dan bahkan menyeret a
Jefri mengantar Jihan dan Wina ke vila Lilia.Ketika Sara dan yang lainnya keluar untuk menjemput sepasang sejoli itu, mereka bahkan tidak memperhatikan pengemudinya. Mereka hanya berlari menuju Wina yang keluar dari kursi belakang."Wina, kami kangen banget! Sudah sebulan lebih kita nggak ketemu!"Setelah Wina tersenyum, dia pun memeluk Sara, lalu memeluk Lilia."Aku juga kangen pada kalian.""Kalau aku? Kalau aku?"Gisel melompat entah dari mana dan memeluk kaki Wina, wajahnya yang gembul memasang ekspresi memelas ingin dipeluk."Bibi, coba gendong aku! Beratku nambah nggak?"Setelah tidak bertemu satu sama lain selama lebih dari sebulan, Sara dan Lilia sudah membesarkan Gisel menjadi sangat gemuk. Wina bahkan hampir tak bisa menggendong Gisel lagi."Gisel, namamu diganti saja jadi Bulan Bulat, yuk?""Kenapa?"Sara dan Lilia tertawa terbahak-bahak."Maksud bibimu itu kamu gemuk."Baru pada saat itulah Gisel menyadari maksud Wina yang mengatainya gemuk, jadi dia menyilangkan tangannya
Karena Jihan sudah memperlakukan Sandy dengan sangat hormat, Sara pun bersikap dengan kesan yang sama. Dia segera meminta tisu basah pada Daris dan menyerahkannya pada Jihan."Bersihkan tanganmu.""Pak Jihan fobia kuman?"Jihan yang hendak mengambil tisu basah itu pun menatap Sandy dengan dingin.Jihan hanya melihat Sandy sekilas, lalu membuang muka. Jihan mengambil tisu basah itu dari tangan Sara dan mengucapkan terima kasih, lalu membersihkan tangannya."Ya, sedikit. Maaf, Dokter Sandy."Setelah Jihan menyeka tangannya, dia menjawab dengan santai dan dengan ekspresi datar."Nggak masalah, aku paham kok."Setelah Sandy menjawab dengan sopan, dia pun membuat gestur mempersilakan kepada kedua sejoli itu."Silakan masuk, Pak Jihan, Nyonya Wina ...."Mungkin karena ini pertama kalinya mereka bertemu, jadi sikap Sandy yang sangat sopan justru membuat suasana terasa agak canggung.Wina tersenyum dan berkata bahwa semua orang adalah teman, jadi tidak perlu terlalu gugup sehingga membuat suas
"Dokter Sandy, kamu yakin mau minum denganku?"Jefri yang sedang bersandar di kursi makan pun mendongak sedikit menatap Sandy dengan kesan menghina.Setelah Sandy menuangkan anggur, dia meletakkan botolnya dan tersenyum dengan tulus."Kenapa? Tuan Muda Jefri nggak berani minum, ya?""Aku? Nggak berani?"Jefri mendengus dengan dingin. Dia sudah sering bergaul di tempat hiburan dan dikenal sebagai seorang peminum yang kuat. Sandy yakin mau menantangnya minum? Apa Sandy benar-benar tidak tahu malu?"Kalau berani, coba habiskan satu gelas itu."Kata-kata Sandy sungguh provokatif.Ekspresi Jefri langsung berubah dari tenang menjadi marah."Punya hak apa kamu menyuruh-nyuruhku minum?"Sandy pun tersenyum makin lebar melihat Jefri yang marah."Tuan Muda Jefri, aku 'kan cuma mengajakmu minum. Nggak usah marah-marah."Setelah mengatakan itu, Sandy pun melanjutkan."Kalau memang harus ada alasannya, anggap saja ini penyelesaian dari masalah waktu itu."Penyelesaian dari masalah waktu itu?Kata-k
Sara tidak punya keberanian untuk mengangkat kepalanya sebelum Jefri masuk. Tidak ada yang lebih memalukan daripada mantan pacarnya yang duduk di hadapannya dan pacarnya saat ini duduk di sebelahnya.Dia awalnya ingin fokus makan saja, lalu pergi, tetapi tidak disangka Sandy akan mengungkit masalah bertemu dengan orang tuanya di saat seperti ini. Sara merasa makin malu.Dia menatap makanan di atas piringnya selama beberapa detik, lalu menengadah menatap Sandy dan balik bertanya dengan tenang,"Keluargamu sudah tahu secepat ini?""Yah, kupikir sudah waktunya mereka bertemu denganmu, jadi aku memberi tahu mereka."Setelah Sandy selesai berbicara, dia melirik Sara dan melihat ekspresi wanita itu tidak terlalu bagus. Sandy mengira Sara tidak ingin pergi, jadi dia segera menambahkan,"Sara, nggak masalah kalau kamu nggak mau ketemu mereka. Aku bisa menolak usulan mereka."Orang tua Sandy sudah meminta untuk menemui Sara. Jika Sara tetap meminta Sandy menolak, nanti dia akan terkesan sombong
Sandy curiga Jihan berniat membantu Jefri, tetapi Sandy juga tidak yakin.Dia tidak punya waktu untuk berpikir lebih dalam, jadi dia segera mengambil botol itu dan berjalan ke sisi Jihan.Setelah menuangkan anggur merah ke dalam gelas Jihan, Sandy mengisi ulang gelasnya lagi."Pak Jihan, sulangan ini untukmu."Tadi Sandy mengajak adik Jihan untuk minum dan sudah mengisi gelasnya sampai penuh. Itu merupakan sebuah pengecualian, jadi Sandy harus mematuhinya. Oleh karena itu, Sandy juga mengisi gelasnya sampai penuh untuk Jihan.Sandy langsung menenggak anggurnya sampai habis, sementara Jihan hanya menyesap anggurnya. Tindakan Jihan ini seperti menghargai Sandy sekaligus membuat pria itu merasa agak kikuk.Sandy yang sangat peka pun tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya melirik gelas anggur Jihan, lalu memalingkan pandangannya dan tersenyum lembut pada Jihan."Silakan dinikmati anggurnya, Pak Jihan."Setelah minum, Sandy ingin pergi. Namun, mana mungkin Jihan akan melepaskannya?"Daris juga
Meskipun Reo sama sopannya dengan Sandy, dia tetap menghormati Jihan sebagai bosnya dan tidak bersikap merendahkan."Nggak usah."Jihan takut nada bicaranya yang dingin itu membuat Reo menjadi kikuk, jadi dia melanjutkan,"Perutku lagi nggak enak, jadi aku nggak bisa makan banyak-banyak.""Oh, gitu."Reo yang sangat baik hati itu pun langsung bangkit berdiri."Kalau gitu, aku akan memasakkanmu sup untuk menenangkan perutmu."Jihan ingin menghentikannya, tetapi Reo sudah terlanjur ke dapur.Wina yang baru saja kembali ke tempatnya pun bertanya pada Jihan sambil tersenyum,"Suami Lilia boleh juga, 'kan?"Wina belum tahu bahwa Lilia dan Reo gagal mengurus surat kawin mereka, jadi Wina mengira kedua orang itu sudah menjadi suami istri.Jihan sudah mengenal Reo sebelumnya dan tahu bahwa pria itu adalah seorang dokter yang sangat baik, jadi dia mengangguk."Boleh juga.""Bagaimana dengan Dokter Sandy?"Wina jarang mendengar Jihan memuji seseorang, jadi dia bertanya lagi.Jihan melirik Sandy
Sara tidak berani membuka pintu, dia hanya menurunkan kaca jendelanya sedikit dan menatap Jefri di luar sana melalui celah kecil."Kok kamu ada di sini?""Bukan urusanmu! Buka pintunya!""Nggak bakalan, kecuali kamu memberitahuku kamu ngapain ada di sini ...."Siapa tahu Jefri di sini untuk membalas dendam pada Sandy? Mana mungkin Sara membuka pintu begitu saja?Jefri menahan amarahnya dan membungkuk sedikit untuk menatap Sara melalui celah kaca mobil."Aku akan membantumu memapah tukang mabuk itu ke atas."Apalagi yang bisa Jefri lakukan?Dia tidak mungkin membunuh Sandy untuk melampiaskan amarahnya, dia juga tidak mungkin memukuli Sandy. Jadi, Jefri terpaksa mengikuti Sara seperti orang bodoh untuk menawarkan bantuannya!"Kamu ... mau memapah Sandy?"Sara tampak agak kaget karena tidak menyangka Jefri akan bersikap sebaik ini."Sara, memangnya kamu ini nggak ngerti bahasa manusia?"Melihat Jefri akan marah lagi, Sara akhirnya membuka pintu mobil setelah terdiam sejenak.Jefri pun ber
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je