Wina tidak menduga fokus Jihan malah tertuju pada Alvin. Hal itu membuatnya tertawa."Tuan Jihan, kenapa kamu cemburu sama semua orang?"Pria yang duduk di atas sofa itu memasang ekspresi tegang. Sorot mata cerahnya bahkan menunjukkan pemikiran yang rumit.Melihat Jihan hanya diam dan tidak berbicara, Wina perlahan menyingkirkan senyuman di wajahnya dan menatapnya dengan gugup."Aku nggak menghubungi Alvin. Dia menyela saat aku menelepon George, lalu ingin aku bilang kepada Robert kalau dia ada di pemakaman."Wina berpikir jika dia menjelaskan dengan jelas, perasaan pria di seberangnya akan menjadi lebih baik. Namun tidak disangka, ekspresi pria itu terlihat makin muram dan sedih.Wina langsung berdiri dan berjalan mendekat, menyentuh wajah tegas Jihan."Jihan, kamu kenapa?"Merasakan sentuhan hati-hati Wina, kerutan di alis Jihan perlahan mengendur."Wina, aku baik-baik saja."Setelah mengatakan itu, Jihan mengulurkan jari-jarinya yang panjang dan indah, menarik Wina untuk duduk di sa
Wina tidak terlalu terkejut saat melihat hasil tes tersebut.Karena sejak awal dia sudah menduga kalau Gisel adalah anak Alvin.Setelah hasil tes DNA benar-benar ada di hadapannya, hal itu makin menegaskan bahwa penilaiannya memang benar.Gisel memang anak Alvin. Kakaknya tidak pernah mengkhianati Alvin. Selama ini, Alvin membenci orang yang salah.Jelas-jelas Robert tahu kalau Gisel adalah putri Alvin. Bukannya memberi tahu Alvin, dia malah berbohong dan mengatakan kalau Gisel adalah putrinya.Apakah Robert melakukan itu karena terlalu menyayangi kakaknya dan ingin menguasai putri yang ditinggalkan kakaknya? Atau dia ingin balas dendam kepada Alvin?Saat Wina bertanya-tanya apa tujuan Robert, Jihan menjentikkan jarinya kepada pengawal."Informasi."Pengawal itu segera mengerti, berbalik dan segera meninggalkan vila. Dia mengambil dokumen dari mobil dan menyerahkannya kepadanya.Jihan tidak menjawab dan hanya menunduk menatap Wina. Pengawal itu cepat paham dan menyerahkan informasi itu
Wina menatap wajah tampan Jihan yang tidak ada tandingannya. Setelah ragu-ragu selama beberapa detik, dia berinisiatif melingkarkan lengannya di leher Jihan, seolah ingin menyenangkannya."Jihan, aku telepon Alvin, boleh?""Nggak boleh."Mendapat penolakan tegas, wajah Wina langsung tertunduk. "Kenapa?"Pria itu mengangkat dagu Wina dengan satu tangan dan berkata dengan tegas, "Mulai sekarang, kamu nggak boleh ketemu Alvin, nggak boleh bicara sama dia atau menghubunginya."Kalau begitu, bagaimana Wina bisa memberi tahu Alvin kalau kakaknya tidak pernah mengkhianatinya dan Gisel adalah putri kandungnya?Saat Wina tengah memikirkan akan hal ini, tangan Jihan bergerak mengambil ponsel dan mulai menelepon.Wina melirik nomor yang tertera di layar, lalu membandingkannya dengan nomor pada informasi. Seketika, sudut bibirnya perlahan terangkat.Jihan lebih suka menelepon Alvin sendiri daripada membiarkan Wina meneleponnya.Jihan menelepon dua kali, tetapi panggilan tidak dijawab. Jadi, dia te
"Alvin, lama nggak bertemu."Robert memegang bunga krisan di tangan dan datang bersama banyak pengawal. Dia berjalan menaiki tangga, mendekati Alvin perlahan.Pria yang berdiri di depan kuburan itu bahkan tidak menoleh ke belakang. Dia hanya memasukkan foto di tangannya ke dalam saku dekat jantungnya.Permasalahan antara Robert dan Alvin sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu. Robert tahu kalau Alvin meremehkannya, jadi dia tidak peduli apakah Alvin mengabaikannya atau tidak.Dia berjalan mendekati Alvin, meletakkan bunga krisan yang dia bawa di depan makam. Lalu, dia melihat foto di batu nisan ...."Nona Wina?"Pantas saja selama ini dia tidak bisa menemukan makam Vera. Ternyata yang 'meninggal' Nona Wina, bukan Vera.Alvin benar-benar berusaha keras untuk memonopoli Vera. Namun, pada akhirnya Vera mengkhianatinya ....Robert tersenyum kecil, lalu berseru, "Alvin, waktu delapan bulan sudah tiba. Sudah waktunya kamu mengembalikan Gisel kepadaku."Alvin yang sejak tadi hanya diam
Robert mengeluarkan pistol dari pinggangnya dan memainkannya di tangannya."Alvin, kamu pasti enggan sekali melepaskan Gisel."Alvin mengangkat matanya yang tak berdasar dan menatap Robert."Kamu membiarkan Gisel tinggal bersamaku selama delapan bulan cuma karena ingin melihat keenggananku untuk melepaskannya?"Alvin bisa menebak tujuan Robert, tetapi tidak bisa menebak apa maksud dari tindakannya itu.Otak Robert pasti bermasalah karena mengancam Alvin dengan menggunakan anaknya!Robert tidak berpikir demikian. Dia merasa sudah menang dan menatap Alvin sambil tersenyum."Alvin, kamu tahu sendiri aku sudah menginginkan nyawamu selama bertahun-tahun."Alvin memutar matanya jengah."Kamu nggak bisa membunuhku."Keluarga Chris juga akan menguburkan Robert kalau pria itu sampai membunuhnya.Robert terkekeh sambil memasukkan pistolnya."Aku memang nggak bisa membunuhmu, tapi putrimu dan video yang ditinggalkan Vera bisa membunuhmu."Mata Alvin yang sejak tadi begitu suram langsung tertuju p
Robert tersenyum tipis saat melihat Alvin berlutut di depan batu nisan dengan ekspresi penuh penyesalan."Alvin, sudah kubilang. Kamu akan dikalahkan oleh mulutmu sendiri. Sekarang kamu sudah mengakuinya, 'kan?"Seandainya Alvin tidak munafik dan merasa paling benar, kenapa sampai sekarang dia tidak tahu kalau Gisel itu putrinya?Alvin adalah tuan muda dari Keluarga Chris. Ia selalu menunjukkan sikap murah hati dan berkuasa, seakan dia memiliki semua dunia ini dalam genggamannya.Saat itu, Robert yang dikurung di dalam sangkar kecil berpikir bahwa dialah anak tertua dari Keluarga Chris, kenapa dia harus dikurung dan tidak pernah melihat cahaya siang hari? Sedangkan Alvin bersinar terang, bersinar seperti bintang dan bulan. Apa ini karena ibunya yang seorang wanita penghibur?Robert tidak memahami hal ini saat masih kecil. Bahkan, sampai saat ini pun dia masih belum bisa memahaminya.Ia merasa semuanya salah, merasa bahwa kelahiran Alvin merenggut semua yang seharusnya dia miliki.Kalau
Helikopter berhenti di depan sebuah vila. Robert memerintahkan pengawal untuk membawa Alvin ke ruang bawah tanah.Tidak ada cahaya yang masuk ke dalam ruang bawah tanah. Di dalam sana sangat gelap, lembap dan tidak ada sinyal.Alvin yang memiliki banyak kesempatan untuk melarikan diri, kali ini sepertinya sudah putus asa dan menyerah akan hidupnya. Dia hanya diam.George pun dibawa ke ruang bawah tanah dalam keadaan terikat. Matanya memerah saat melihat Alvin tergeletak dan meringkuk di lantai."Alvin ...."Mendengar suara George, Alvin yang tidak memberikan respons apa pun sejak tadi perlahan mengangkat matanya yang dalam dan menatap wajah pucat George."Kenapa?"Kenapa membohonginya dengan memberikan hasil tes palsu?Alvin sangat memercayai George, kenapa dia berbohong kepadanya seperti ini?George yang sudah mengetahui hasil tes itu pun langsung menggelengkan kepalanya saat melihat tatapan kecewa Alvin kepadanya."Alvin, aku nggak memanipulasi hasil tes itu, aku juga nggak berbohong
"Apa Gisel sesuka itu sama Paman Aneh?""Ya."Gisel mengangguk tanpa ragu.Robert mengangkat tangannya dan mengusap hidung Gisel."Baiklah kalau kamu menyukainya."Robert menurunkan Gisel dari gendongannya, lalu berkata, "Gisel, kamu dan paman pengawal tolong panggilkan dokter kemari, ya?"Gisel langsung sumringah saat ayahnya memintanya memanggil dokter kemari. Dia langsung berlari dengan kaki pendeknya.Alvin menatap punggung Gisel yang berlari menjauh, kecemasan di dalam hatinya perlahan menjadi rileks.Robert menghampirinya, menatapnya dengan sikap merendahkan dan menghancurkan harapannya."Apa kamu pikir aku meminta Gisel pergi karena nggak mau dia melihat adegan berdarah itu?"Robert mengangkat sepatu bot kulitnya, menginjak luka Alvin dan sedikit membungkuk."Alvin, habis nonton video itu, aku akan mengajakmu dan Gisel memainkan permainan hidup dan mati."Alvin pernah melihat cara kejam Robert, dia tidak ingin Gisel mengalaminya.Bagaimanapun, Gisel sudah hampir enam tahun meman
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je