Helikopter berhenti di depan sebuah vila. Robert memerintahkan pengawal untuk membawa Alvin ke ruang bawah tanah.Tidak ada cahaya yang masuk ke dalam ruang bawah tanah. Di dalam sana sangat gelap, lembap dan tidak ada sinyal.Alvin yang memiliki banyak kesempatan untuk melarikan diri, kali ini sepertinya sudah putus asa dan menyerah akan hidupnya. Dia hanya diam.George pun dibawa ke ruang bawah tanah dalam keadaan terikat. Matanya memerah saat melihat Alvin tergeletak dan meringkuk di lantai."Alvin ...."Mendengar suara George, Alvin yang tidak memberikan respons apa pun sejak tadi perlahan mengangkat matanya yang dalam dan menatap wajah pucat George."Kenapa?"Kenapa membohonginya dengan memberikan hasil tes palsu?Alvin sangat memercayai George, kenapa dia berbohong kepadanya seperti ini?George yang sudah mengetahui hasil tes itu pun langsung menggelengkan kepalanya saat melihat tatapan kecewa Alvin kepadanya."Alvin, aku nggak memanipulasi hasil tes itu, aku juga nggak berbohong
"Apa Gisel sesuka itu sama Paman Aneh?""Ya."Gisel mengangguk tanpa ragu.Robert mengangkat tangannya dan mengusap hidung Gisel."Baiklah kalau kamu menyukainya."Robert menurunkan Gisel dari gendongannya, lalu berkata, "Gisel, kamu dan paman pengawal tolong panggilkan dokter kemari, ya?"Gisel langsung sumringah saat ayahnya memintanya memanggil dokter kemari. Dia langsung berlari dengan kaki pendeknya.Alvin menatap punggung Gisel yang berlari menjauh, kecemasan di dalam hatinya perlahan menjadi rileks.Robert menghampirinya, menatapnya dengan sikap merendahkan dan menghancurkan harapannya."Apa kamu pikir aku meminta Gisel pergi karena nggak mau dia melihat adegan berdarah itu?"Robert mengangkat sepatu bot kulitnya, menginjak luka Alvin dan sedikit membungkuk."Alvin, habis nonton video itu, aku akan mengajakmu dan Gisel memainkan permainan hidup dan mati."Alvin pernah melihat cara kejam Robert, dia tidak ingin Gisel mengalaminya.Bagaimanapun, Gisel sudah hampir enam tahun meman
Vera dalam video itu mengenakan gaun merah dan sedang duduk di kursi goyang di teras. Angin sepoi-sepoi meniup rambut pendek sebahunya.Di bawah langit biru dan awan putih, sinar matahari menyinari wajahnya melalui celah dedaunan, membuat kecantikannya terlihat begitu damai ....Saat video diputar, dia tidak langsung berbicara, hanya menatap ke kamera.Seolah-olah dia sedang melihat kekasihnya melalui lensa, yang membuatnya sedikit bersemangat sekaligus bingung.Setelah menatap lensa untuk waktu yang lama, sudut bibir Vera perlahan membentuk senyuman elegan ...."Alvin."Ketika memanggil namanya, Vera selalu mengucapkannya dengan vibrato, seolah-olah dia sangat enggan untuk mengucapkan selamat tinggal.Mendengar Vera memanggilnya, air mata yang sedari tadi ditahannya tiba-tiba terjatuh.Vera ... dia adalah Vera-nya, Vera yang sudah menghilang dari dunia ini dan tidak akan pernah kembali lagi ....Mata Vera langsung memerah setelah memanggil namanya. Namun, dia tetap tersenyum sambil me
Saat itu, Alvin diikat ke kursi seperti ini, mengawasi dari kejauhan melalui jendela yang membentang dari lantai ke langit-langit dan tidak bisa berbuat apa-apa!Alvin merasa dirinya menjadi gila. Dia menjadi gila dan ingin melepaskan diri, tetapi ikatan yang menjerat tubuhnya tidak bisa terlepas.Dia hanya bisa tersungkur di sandaran kursi dengan putus asa, menatap Vera di layar dengan mata merah yang juga menangis tak terkendali."Alvin, antara kamu dan aku, akulah yang selalu jadi pihak yang mengejarmu.""Sejak umur empat belas tahun, aku sudah menyukaimu dan terus mengejarmu. Tindakanku ini pasti bikin kamu tertekan, ya?""Sekarang, aku mengidap ALS dan mungkin nggak akan bisa hidup lama. Setelah aku pergi, nggak akan ada yang ganggu kamu lagi ....""Kalau ... kalau kamu masih ingat aku, kamu bisa datang dan mengunjungi makamku."Vera menunduk, melihat tangannya yang menguning dan tersenyum lega."Aku ingat, pertama kali pegangan tangan denganmu, akulah yang mengambil inisiatif.""
Dari awal hingga akhir video yang ditinggalkan Vera, dia tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun untuk menyalahkan Alvin, malah terus meminta maaf padanya.Di antara hubungan mereka, selalu Alvin-lah yang memegang kendali, sementara Vera selalu menjadi pihak yang mengalah demi bisa memohon sedikit cinta darinya.Alvin teringat saat pertama kali bertemu Vera. Dia sedang duduk di dalam mobil dengan jendela setengah diturunkan. Matanya menunduk dengan acuh, memandang Vera dan Robert yang dikelilingi sekelompok tunawisma.Saat itu, mobil sedang diparkir di tengah jalan dan tengah menunggu lampu lalu lintas. Alvin merasa bosan. Sekilas, dia melihat Vera berjongkok di jalan dengan tangan menutupi kepalanya, meringkuk di antara kerumunan.Ketika melihat Vera menatapnya, sorot matanya memancarkan cahaya yang jernih dan terang. Kejernihan itu tidak cocok untuk lingkungan yang kotor dan berantakan seperti itu.Saat itu, dia tidak tahu kalau Robert yang melindungi Vera adalah anak tidak sah dar
Satu-satunya saat di mana Alvin mengambil inisiatif adalah ketika dia melihat Robert membawa anak-anak keluarga kerajaan untuk mengejar Vera, bahkan membawa Vera keluar stadion.Mereka berdua berlari di lapangan melawan sinar matahari terbenam dan semua orang bersorak untuk mereka, seolah-olah mereka sedang memutar film cinta abad ini ....Alvin memasukkan satu tangannya ke dalam saku dan mencibir dengan nada menghina. Dia merasa Vera tidak akan menerima Robert, jadi dia tidak memasukkan hal itu ke dalam hati.Lalu, George memberitahunya kalau Vera masih belum pulang.Saat itu, Vera menyewa rumah di luar kampus untuk mempermudah menggambar. Rumah yang dia sewa adalah milik George.Alvin khawatir tidak aman bagi Vera untuk tinggal sendirian. Karena itulah dia meminta George yang tinggal di sebelahnya untuk sering mengunjungi Vera.Kebetulan kali ini George kembali dan melihat lampu di kamar Vera tidak menyala, jadi dia menelepon Alvin.Ketika Alvin mendengar Vera tidak pulang, gerakan t
Alvin merasa ekspresi diam Vera bahkan lebih menarik dari sebelumnya. Jadi, dia terdorong untuk mencicipinya lebih dalam lagi.Ekspresi Vera saat itu terpatri dalam benak Alvin. Setiap kali memikirkannya, Alvin tidak bisa menahan senyumannya.Vera terbelalak tidak percaya. Butuh beberapa saat agar keterkejutan di matanya berubah menjadi kegembiraan.Akhirnya, ketika Alvin melepaskan ciuman itu, Vera mendongak dan mengalungkan lengannya di leher Alvin. Lalu, dia bertanya dengan malu-malu sambil tersenyum."Alvin, dibandingkan dengan Berlin, kamu pasti lebih menyukaiku, 'kan?"Alvin tidak menjawab pertanyaannya. Dia hanya memegang dagu Vera, mengangkat alisnya dan berkata, "Kalau kamu banyak tanya, aku bakal cium kamu lagi."Vera tidak malu-malu. Dia berjinjit dan mencondongkan tubuh ke telinga Alvin, berbisik pelan, "Alvin, aku suka ciumanmu."Napas hangat menerpa telinga Alvin, membuat Alvin sedikit menoleh.Mata dan bibirnya dipenuhi senyuman karena kata-kata Vera.Malam itu, entah si
Robert menendang pintu ruangan dan lampu langsung menyala.Dia menginjak sepatu bot militer dan menaiki tangga, mendekati Alvin selangkah demi selangkah.Tangannya yang menggunakan sarung tangan menekan tombol di kursi depan.Kursi pun berputar perlahan. Robert duduk di kursi dan menatap Alvin."Harusnya kamu sudah bisa menebak kalau akulah yang menjebloskanmu ke penjara."Alvin menarik kembali lamunannya, mendongakkan sorot redupnya untuk menatap Robert dengan dingin."Alan memperlakukanmu dengan baik sejak kamu masih kecil. Dia itu kakakmu. Kenapa kamu membunuhnya?""Siapa pun yang menghalangi jalanku akan mati, terlepas itu kakakku atau bukan. Selain itu, dia bukan kakak kandungku. Jadi, nggak perlu disesalkan."Robert sangat acuh dan tersenyum tipis. Sepertinya di matanya, hidup hanya untuk bersenang-senang."Apa menurutmu dengan membunuh Alan, keluarga kerajaan akan menyerahkan hak warisnya kepadamu?"Mana mungkin keluarga kerajaan membiarkan anak angkat yang tidak memiliki hubung