Wina melirik foto itu. Hanya foto Rian berdiri di depan kasur dan menatanya. Wina merasa bukan masalah besar, jadi dia tidak peduli."Nggak apa-apa. Pak Rian bantu urus saja."Wina yakin dengan kemampuan Rian yang tidak akan kesulitan untuk menghapus foto tersebut."Sudah aku urus. Nggak ada yang akan menyebarkannya lagi.""Baguslah."Setelah mengatakan itu, Wina berbalik hendak pergi, tetapi Rian malah menghentikannya."Nona Wina, sebagai permintaan maaf atas kelancangan Yuno, aku akan mentraktirmu makan."Wina menggeleng dan berkata, "Nggak perlu, aku harus segera pergi ke kantor.""Pagi ini, aku lihat kamu belum bangun, jadi aku menghubungi Bu Winata dan meminta izin cuti untukmu," ujar Rian dengan cepat.Wina tertegun sejenak. Pantas saja Hani mengirimnya pesan pagi ini, tetapi tidak mendesaknya datang meski dia tidak datang ke kantor. Ternyata Rian sudah meminta izin untuknya.Wina menatap Rian sambil bertanya-tanya. 'Apa maksudnya? Kenapa dia membantuku? Bukannya dia sudah memper
Ketika melihat perubahan sorot mata Rian, Wina langsung tahu apa yang sedang dipikirkannya."Jadi, apa Pak Rian masih ingin mengundangku, wanita penjual diri, untuk makan? tanya Wina dengan dingin.Wina berpikir Rian pasti akan langsung menolaknya setelah mengetahui dia adalah wanita yang menjual diri.Tanpa diduga, Rian berkata dengan tegas, "Tentu saja."Setelah mengatakan itu, Rian langsung berjalan menuju restoran hotel.Wina menatap punggungnya sambil tertegun.Setelah ragu-ragu sejenak, Wina tetap mengikutinya.Melihat Rian datang, manajer restoran segera menyambutnya."Pak Rian, silakan ke sini."Manajer itu membawa mereka ke tempat yang lebih tenang dan nyaman. Proses pelayanannya juga yang sangat lengkap, dari menarik kursi mempersilakan duduk sampai memberikan menu dengan hormat.Rian mengambil menu dan bertanya pada Wina, "Kamu ingin makan apa?"Wina berkata dengan acuh tak acuh, "Aku nggak lapar. Pak Rian pesan untuk sendiri saja."Penderita gagal jantung mengalami gangguan
Ketika pelayan datang dengan kereta makan, Rian tidak merasakan canggung lagi.Rian pura-pura tidak terjadi apa-apa, mengambil pisau dan garpu dan memotong steiknya dengan perlahan.Setelah memotongnya, dia menaruh steak tersebut di piring makan Wina."Nona Wina, kamu terlalu kurus. Kamu harus makan lebih banyak."Jika dibandingkan dengan lima tahun lalu, berat badan Wina memang turun banyak.Wina dulu lebih berisi dan terlihat energik.Kini dia begitu kurus seakan bisa terbang jika diterpa angin. Dengan kondisi tubuh yang begitu lemah, tidak heran jika dia mudah mengantuk.Namun, Wina tidak ada nafsu makan. Dia hanya menyantap beberapa sayuran dan meletakkan sendoknya.Dia tidak menyentuh steak pemberian Rian.Rian berpikir karena Wina tidak senang terhadapnya, jadi tidak ingin makan makanan pemberiannya. Hal ini membuatnya sedikit merasa sedih.Selesai makan, Rian ingin mengantarnya pulang, tetapi ditolak oleh Wina dengan dingin.Wina yang sudah pernah mendapatkan perlakukan kejam da
Mendengar suara lembut Wina, ekspresi Jihan menjadi masam.Menyadari perubahan ekspresi Jihan, Wina tiba-tiba tidak berani berbicara lagi.Wina mencium selain aroma parfum, ada juga sedikit bau alkohol di dalam mobil.Meskipun hanya samar-samar, dia yakin Jihan sudah minum alkohol.'Nggak heran dia datang menemuiku, ternyata dia sedang mabuk.'Wina menghela napas. 'Sudah minum alkohol masih mengemudi. Apa dia nggak takut kena tangkap?'Saat Wina sedang memikirkan itu, Jihan tiba-tiba mematahkan rokok di tangannya dan melihat ke arah Wina."Semalam, apa kamu bercinta dengan Rian?"Saat Jihan menanyakan itu, sorot matanya yang merah dipenuhi tatapan menghina.Wina membalas tatapan Jihan, mencoba melihat apakah ada perasaan lain yang terpancarkan dari mata itu. Sayangnya, tidak ada.Wina merasa pemikirannya itu sedikit konyol. "Pak Jihan, Kamu membawaku sampai ke tempat seperti ini hanya untuk melontarkan pertanyaan itu?" tanya Wina.Jihan masih menatapnya. "Jawab aku," ujarnya dengan din
Saat telinganya digigit, tubuh Wina terasa seperti tersengat listrik. Mati rasa menjalar ke seluruh tubuhnya.Wajah Wina langsung memerah. Dia menggeserkan kepalanya, berusaha menghindari sentuhan Jihan. Namun, Jihan menahan kepalanya, tidak membiarkannya bergerak.Jihan menggigit daun telinganya dan bertanya dengan lembut, "Hah?"Suara Jihan meninggi di akhir dan terdengar begitu memikat.Seketika, jantung Wina berdetak kencang.Suara Jihan penuh daya tarik, enak di dengar dan seksi.Suara yang begitu memesona itu membuat Wina sulit untuk tidak terpikat.Wina memaksa dirinya untuk tenang. 'Jihan melakukan ini hanya untuk mempermalukanku.'Wina menundukkan kepalanya, mengatupkan bibir merahnya dan tidak berkata apa-apa.Akan tetapi, Jihan perlahan berpindah dari daun telinganya ke bahunya.Jihan mencium tulang selangkanya dan bertanya dengan suara kecil, "Beri tahu aku, berapa banyak uang yang kamu mau baru bisa merasa puas?"Nada suara Jihan sedikit pasrah dan seperti sedang menyalahk
Melihat Wina begitu sopan seperti ingin menjaga jarak dengannya. Hal ini membuat Jihan tersenyum.Senyuman yang terlihat seperti menghina dan mengejek. Sangat berbeda dengan senyuman lembut yang dia tunjukkan tadi."Kamu pikir aku bersikap seperti ini untukmu?"Jihan mencubit pipi Wina dengan satu tangan sambil berkata, "Lihatlah dirimu, apa ada yang layak untuk aku bersikap seperti ini?"Wina mengernyit dan bertanya dengan bingung, "Kalau begitu, kenapa tadi ...."Jihan tiba-tiba mencibir, "Pria yang kamu goda sekarang adalah calon menantu Keluarga Lionel. Aku hanya ingin membuatmu agar menyerah menggoda dia."'Rian adalah calon menantu Keluarga Lionel?''Ternyata begitu.'Semua keraguan di hati Wina langsung menghilang.Wina sudah merasa ada yang tidak beres dengan Jihan. Ternyata Jihan ingin dia berhenti menggoda Rian, jadi sengaja merayunya.Mengetahui hal ini, Wina tidak marah, malah menjadi lega.Wina sebenarnya cukup takut Jihan ada perasaan padanya, karena dia tidak bisa dan ti
Wina menatap Jihan dengan tatapan kosong. Untuk sesaat dia tidak tahu harus menjawab apa.Namun, mengetahui Jihan sudah menoleransinya begitu lama, setidaknya dia harus memberi Jihan penjelasan.Wina ragu-ragu sejenak, lalu berkata dengan datar, "Ivan Senio ... adalah orang yang pernah berjanji akan bersamaku seumur hidup."Jihan melihat Wina yang perlahan terlihat sedih, seakan teringat kenangan masa lalu.Ekspresi Jihan tiba-tiba berubah dingin dan berkata, "Sepertinya kamu sangat mencintainya."Wina kembali sadar dan berkata dengan datar, "Dulu aku sangat mencintainya.""Sekarang?" tanya Jihan dengan dingin."Sekarang?"Saat Wina memandang Jihan, yang sedang mengatupkan bibirnya, dia sungguh ingin menjawab "sekarang aku mencintaimu".Namun, Wina tidak memiliki keberanian untuk mengatakan itu. Dia juga tidak memenuhi syarat untuk mengatakan itu. Dia tidak bersih lagi. Tidak peduli betapa dia mencintainya, dia tidak lagi layak untuknya.Wina mengepalkan tangannya, tersenyum dan berkat
Setelah alarm berbunyi cukup lama, Wina baru samar-sama mendengar suara alarm setelah berbunyi cukup lama. Perlahan-lahan Wina membuka matanya.Wina mengambil ponselnya. Jam sembilan pagi. 'Bagus, bukan lagi jam empat atau lima sore.'Jam kerja di Perusahaan Krisan mulai pukul sepuluh, jadi dia masih punya waktu.Setelah bangun, mandi sebentar, Wina selesai bersiap-siap dan pergi ke kantor.Karena Hani memintanya untuk langsung menyerahkan pekerjaannya, Wina langsung pergi ke lantai paling atas perusahaan.Wina mengetuk pintu ruang kantor Hani dan berkata, "Kak Hani, aku datang untuk penyerahan pekerjaanku."Ekspresi Hani sedikit berubah saat melihat yang datang adalah Wina. "Masuk," ujarnya.Wina berjalan ke meja Hani dan bertanya dengan hormat: "Saudari Hani, Yuna tidak bersedia mengambil alih pekerjaan saya. Kepada siapa saya harus menyerahkan pekerjaan saya?"Hani teringat apa yang dikatakan Winata padanya kemarin, lalu berkata dengan tidak enak hati, "Wina, kamu sudah bekerja di s
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida
Tentu saja Jihan tidak bisa menyembunyikan perkembangan robotnya dari Jefri. Sebelum Jihan datang, Jefri sudah berdiri di depan mesin sambil berusaha memperbaiki fungsinya.Dari balik kaca, Jihan bisa melihat gerakan tangan Jefri yang mengetikkan kode dengan cepat. Lalu, Jihan melihat bagaimana robot yang berada di samping mengikuti kendali Jefri dan berbicara seperti orang sungguhan. Jihan pun tersenyum kecil."Jefri ...."Jefri langsung berhenti bekerja dan menoleh menatap Jihan. Selama beberapa tahun terakhir, Jihan terus bekerja keras siang dan malam demi mengembangkan robot ini walaupun harus melawan rasa sakit.Jefri tidak bisa tinggal diam, jadi dia berinisiatif untuk membantu Jihan. Walaupun dia tidak sehebat Jihan, berkat usahanya yang pantang menyerah, akhirnya robot itu selesai."Kak Jihan, kapan Kak Jihan berencana menunjukkan robot ini kepada Kak Wina?"Jihan mendorong tangan Daris yang memapahnya menjauh, lalu berdiri tegak dan berjalan perlahan menuju robot itu. Dia pun
Delwyn mematikan lampu dan berbaring miring di atas kasur sambil meringkukkan tubuhnya menyerupai bola. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa semenjak kelahirannya, ayahnya sudah menahan rasa sakit dan menemaninya seolah-olah tidak terjadi apa-apa hingga Delwyn akhirnya perlahan tumbuh dewasa ....Delwyn jadi teringat betapa cuek dan tidak acuhnya dia terhadap ayahnya sewaktu masih kecil. Saat mengingat kembali semua hal kurang ajar yang dia lakukan semasa kecil, Delwyn menampar wajahnya sendiri dengan keras ....Setelah itu, Delwyn yang selama ini belum pernah menangis pun menutupi wajahnya dan membenamkan dirinya di tempat tidur sambil menangis hingga sekujur tubuhnya gemetar. Dia terlihat seperti seorang anak kecil yang akan ditelantarkan ....Sebelum ini Delwyn tidak tahu arti kematian, tetapi sekarang kematian itu mendadak begitu dekat di hadapannya. Delwyn akhirnya menyadari betapa dia sebenarnya sangat menyayangi kedua orang tuanya. Setiap malam, Delwyn mengorbankan tidurnya dem