Wina membuka mata, melihat ruangan yang asing baginya. Perlahan-lahan dia menyadari bahwa dirinya tertidur di Kamar VVIP Rian.Wina segera mengecek dadanya. Tidak ada bekas tendangan. Wina pun menghela napas lega.Meskipun sudah berlalu cukup lama, Wina masih takut Rian akan menendangnya. Kejadian itu meninggalkan trauma serius.Sangat wajar Wina ketakutan seperti itu. Setelah ditendang, Rian langsung melempar tubuhnya yang sekarat ke pinggir jalan.Jika seseorang tidak lewat dan menyelamatkannya tepat waktu, dia pasti sudah mati saat itu.Wina tidak pernah bisa mengerti. Mengapa Ivan yang dulunya begitu baik padanya bisa berubah menjadi begitu kejam hingga ingin membunuhnya?Meskipun sudah tidak mencintai Ivan, kejadian itu selalu membuat hati Wina terasa sangat sakit dan sukar dilupakan.Hanya saja, selama ini Wina menyimpan masa lalu itu sedalam-dalamnya dan mencoba tidak mengingatnya.Sekarang setelah bertemu Rian lagi, meskipun hatinya sudah tenang, Wina masih sedikit takut padany
Wina melirik foto itu. Hanya foto Rian berdiri di depan kasur dan menatanya. Wina merasa bukan masalah besar, jadi dia tidak peduli."Nggak apa-apa. Pak Rian bantu urus saja."Wina yakin dengan kemampuan Rian yang tidak akan kesulitan untuk menghapus foto tersebut."Sudah aku urus. Nggak ada yang akan menyebarkannya lagi.""Baguslah."Setelah mengatakan itu, Wina berbalik hendak pergi, tetapi Rian malah menghentikannya."Nona Wina, sebagai permintaan maaf atas kelancangan Yuno, aku akan mentraktirmu makan."Wina menggeleng dan berkata, "Nggak perlu, aku harus segera pergi ke kantor.""Pagi ini, aku lihat kamu belum bangun, jadi aku menghubungi Bu Winata dan meminta izin cuti untukmu," ujar Rian dengan cepat.Wina tertegun sejenak. Pantas saja Hani mengirimnya pesan pagi ini, tetapi tidak mendesaknya datang meski dia tidak datang ke kantor. Ternyata Rian sudah meminta izin untuknya.Wina menatap Rian sambil bertanya-tanya. 'Apa maksudnya? Kenapa dia membantuku? Bukannya dia sudah memper
Ketika melihat perubahan sorot mata Rian, Wina langsung tahu apa yang sedang dipikirkannya."Jadi, apa Pak Rian masih ingin mengundangku, wanita penjual diri, untuk makan? tanya Wina dengan dingin.Wina berpikir Rian pasti akan langsung menolaknya setelah mengetahui dia adalah wanita yang menjual diri.Tanpa diduga, Rian berkata dengan tegas, "Tentu saja."Setelah mengatakan itu, Rian langsung berjalan menuju restoran hotel.Wina menatap punggungnya sambil tertegun.Setelah ragu-ragu sejenak, Wina tetap mengikutinya.Melihat Rian datang, manajer restoran segera menyambutnya."Pak Rian, silakan ke sini."Manajer itu membawa mereka ke tempat yang lebih tenang dan nyaman. Proses pelayanannya juga yang sangat lengkap, dari menarik kursi mempersilakan duduk sampai memberikan menu dengan hormat.Rian mengambil menu dan bertanya pada Wina, "Kamu ingin makan apa?"Wina berkata dengan acuh tak acuh, "Aku nggak lapar. Pak Rian pesan untuk sendiri saja."Penderita gagal jantung mengalami gangguan
Ketika pelayan datang dengan kereta makan, Rian tidak merasakan canggung lagi.Rian pura-pura tidak terjadi apa-apa, mengambil pisau dan garpu dan memotong steiknya dengan perlahan.Setelah memotongnya, dia menaruh steak tersebut di piring makan Wina."Nona Wina, kamu terlalu kurus. Kamu harus makan lebih banyak."Jika dibandingkan dengan lima tahun lalu, berat badan Wina memang turun banyak.Wina dulu lebih berisi dan terlihat energik.Kini dia begitu kurus seakan bisa terbang jika diterpa angin. Dengan kondisi tubuh yang begitu lemah, tidak heran jika dia mudah mengantuk.Namun, Wina tidak ada nafsu makan. Dia hanya menyantap beberapa sayuran dan meletakkan sendoknya.Dia tidak menyentuh steak pemberian Rian.Rian berpikir karena Wina tidak senang terhadapnya, jadi tidak ingin makan makanan pemberiannya. Hal ini membuatnya sedikit merasa sedih.Selesai makan, Rian ingin mengantarnya pulang, tetapi ditolak oleh Wina dengan dingin.Wina yang sudah pernah mendapatkan perlakukan kejam da
Mendengar suara lembut Wina, ekspresi Jihan menjadi masam.Menyadari perubahan ekspresi Jihan, Wina tiba-tiba tidak berani berbicara lagi.Wina mencium selain aroma parfum, ada juga sedikit bau alkohol di dalam mobil.Meskipun hanya samar-samar, dia yakin Jihan sudah minum alkohol.'Nggak heran dia datang menemuiku, ternyata dia sedang mabuk.'Wina menghela napas. 'Sudah minum alkohol masih mengemudi. Apa dia nggak takut kena tangkap?'Saat Wina sedang memikirkan itu, Jihan tiba-tiba mematahkan rokok di tangannya dan melihat ke arah Wina."Semalam, apa kamu bercinta dengan Rian?"Saat Jihan menanyakan itu, sorot matanya yang merah dipenuhi tatapan menghina.Wina membalas tatapan Jihan, mencoba melihat apakah ada perasaan lain yang terpancarkan dari mata itu. Sayangnya, tidak ada.Wina merasa pemikirannya itu sedikit konyol. "Pak Jihan, Kamu membawaku sampai ke tempat seperti ini hanya untuk melontarkan pertanyaan itu?" tanya Wina.Jihan masih menatapnya. "Jawab aku," ujarnya dengan din
Saat telinganya digigit, tubuh Wina terasa seperti tersengat listrik. Mati rasa menjalar ke seluruh tubuhnya.Wajah Wina langsung memerah. Dia menggeserkan kepalanya, berusaha menghindari sentuhan Jihan. Namun, Jihan menahan kepalanya, tidak membiarkannya bergerak.Jihan menggigit daun telinganya dan bertanya dengan lembut, "Hah?"Suara Jihan meninggi di akhir dan terdengar begitu memikat.Seketika, jantung Wina berdetak kencang.Suara Jihan penuh daya tarik, enak di dengar dan seksi.Suara yang begitu memesona itu membuat Wina sulit untuk tidak terpikat.Wina memaksa dirinya untuk tenang. 'Jihan melakukan ini hanya untuk mempermalukanku.'Wina menundukkan kepalanya, mengatupkan bibir merahnya dan tidak berkata apa-apa.Akan tetapi, Jihan perlahan berpindah dari daun telinganya ke bahunya.Jihan mencium tulang selangkanya dan bertanya dengan suara kecil, "Beri tahu aku, berapa banyak uang yang kamu mau baru bisa merasa puas?"Nada suara Jihan sedikit pasrah dan seperti sedang menyalahk
Melihat Wina begitu sopan seperti ingin menjaga jarak dengannya. Hal ini membuat Jihan tersenyum.Senyuman yang terlihat seperti menghina dan mengejek. Sangat berbeda dengan senyuman lembut yang dia tunjukkan tadi."Kamu pikir aku bersikap seperti ini untukmu?"Jihan mencubit pipi Wina dengan satu tangan sambil berkata, "Lihatlah dirimu, apa ada yang layak untuk aku bersikap seperti ini?"Wina mengernyit dan bertanya dengan bingung, "Kalau begitu, kenapa tadi ...."Jihan tiba-tiba mencibir, "Pria yang kamu goda sekarang adalah calon menantu Keluarga Lionel. Aku hanya ingin membuatmu agar menyerah menggoda dia."'Rian adalah calon menantu Keluarga Lionel?''Ternyata begitu.'Semua keraguan di hati Wina langsung menghilang.Wina sudah merasa ada yang tidak beres dengan Jihan. Ternyata Jihan ingin dia berhenti menggoda Rian, jadi sengaja merayunya.Mengetahui hal ini, Wina tidak marah, malah menjadi lega.Wina sebenarnya cukup takut Jihan ada perasaan padanya, karena dia tidak bisa dan ti
Wina menatap Jihan dengan tatapan kosong. Untuk sesaat dia tidak tahu harus menjawab apa.Namun, mengetahui Jihan sudah menoleransinya begitu lama, setidaknya dia harus memberi Jihan penjelasan.Wina ragu-ragu sejenak, lalu berkata dengan datar, "Ivan Senio ... adalah orang yang pernah berjanji akan bersamaku seumur hidup."Jihan melihat Wina yang perlahan terlihat sedih, seakan teringat kenangan masa lalu.Ekspresi Jihan tiba-tiba berubah dingin dan berkata, "Sepertinya kamu sangat mencintainya."Wina kembali sadar dan berkata dengan datar, "Dulu aku sangat mencintainya.""Sekarang?" tanya Jihan dengan dingin."Sekarang?"Saat Wina memandang Jihan, yang sedang mengatupkan bibirnya, dia sungguh ingin menjawab "sekarang aku mencintaimu".Namun, Wina tidak memiliki keberanian untuk mengatakan itu. Dia juga tidak memenuhi syarat untuk mengatakan itu. Dia tidak bersih lagi. Tidak peduli betapa dia mencintainya, dia tidak lagi layak untuknya.Wina mengepalkan tangannya, tersenyum dan berkat