Aroma tidak asing itu menembus keluar dari kemeja putih tipis dan membuat Wina mendadak membeku di tempat.Wina refleks menengadah, melihat ke tulang selangka pria di depannya. 'Nggak ada tato naga biru.''Sepertinya memang bukan dia.' Wina kembali menunduk. Sedikit kecewa.Jihan meraih bahunya dengan satu tangan dan mendorongnya ke samping."Kamu sungguh mahir melemparkan diri ke pelukan seseorang."Sepertinya Jihan baru saja melihat dirinya bersandar di pelukan Rian."Aku ...."Saat Wina hendak menjelaskan, dia melihat Jihan mengeluarkan tisu basah dan menyeka jari-jarinya. Seolah-olah dia telah disentuh oleh sesuatu yang kotor.Setelah menyeka dengan kuat, dia melemparkan tisu basah itu ke wajah Wina.Sorot matanya sangat dingin dan sinis, seakan sedang melihat makhluk rendahan. Kemudian, dia berjalan masuk ke ruang VIP?Dia masuk tanpa perlu dibukakan pintu oleh Wina. Hal ini terlihat seperti dia sengaja berhenti untuk menghina Wina.Wina mengambil tisu basah itu dari wajahnya dan
Grup Gerad selalu sangat profesional, jadi Rian tidak perlu mengkhawatirkan kekuatan perusahaannya. Dia pun mengangguk dan menjawab, "Tentu saja."Melihat Rian setuju, Arlo pun berkata, "Bu Winata, masalah Grup Gerad menghentikan proyek Grup Nizari ini dilakukan oleh bawahanku secara pribadi. Aku sudah menghukumnya, aku harap Bu Nadia dapat memaklumi."Winata tentu tidak memercayai alasan seperti di dunia bisnis, tetapi dia tidak ingin mempermalukan orang-orang dari Grup Gerad. Winata pun membalas ucapan Arlo, "Kalau begitu, mari kita ubah permusuhan kita menjadi persahabatan. Ke depannya kita bekerja sama dengan baik. Saling membantu dan saling menguntungkan."Selesai berbicara, Winata mengambil gelas anggur dan bersulang dengan Rian dan Arlo. Setelah minum, dia tersenyum dan berkata, "Hari ini sampai di sini dulu. Kita bertemu lagi di rapat penawaran."Alasan utama Winata berani mengakhiri pertemuan itu secara langsung karena Jihan sudah tidak sabaran.Grup Gerad dan Grup Lionel sama
Rian, yang sudah berjalan pergi, mendengar suara dentuman dari arah belakang dan seketika terlihat pucat.Rian bergegas pergi mengecek. Dia melihat Wina berbaring di kemudi mobil dengan wajah pucat dan kesakitan.Dia mencoba membuka pintu mobil dengan sekuat tenaganya, tetapi mobil terkunci dari dalam.Rian mengetuk jendela mobil dengan keras sambil berteriak, "Nona Wina, buka pintunya!"Wina berbaring di kemudi, menutupi dadanya dan bernapas dengan berat.Kepalanya pusing, dia sama sekali tidak bisa mendengar suara Rian, hanya terdengar suara dengung di telinganya.Rian mengira Wina kehilangan kesadaran, jadi langsung memecahkan jendela kursi belakang.Rian masuk ke dalam mobil dan membuka kunci pintu dari kursi pengemudi. Setelah itu, dia segera keluar dari mobil dan membantu Wina untuk keluar.Merasakan ada orang yang datang menyelamatkannya, Wina secara naluriah meraih lengan orang itu dan berusaha mengatakan sesuatu, "Ok ... sigen ...."Gagal jantung, suplai darah tidak mencukupi
Melihat Rian menjauh, Wina berhenti keras kepala dan berbaring dengan patuh. Dia menunggu rasa pusingnya agak mereda terlebih dahulu.Sebelumnya, Dokter telah memperingatkannya untuk tidak kelelahan.Akan tetapi, baru-baru ini Wina diminta oleh Tuan Malam selama dua hari berturut-turut. Setelah itu, dia harus datang bekerja tanpa bisa beristirahat dengan baik.Jadwal seharian yang padat, pergi ke bandara, restoran dan hotel, tentu membuat orang biasa pun merasa lelah, apalagi dirinya.Oleh karena itu, penyakit Wina pun kambuh karena kelelahan.Wina berpikir setelah besok mendapatkan persetujuan resign dari Winata, dia akan beristirahat saja di rumah dan menunggu kematiannya dengan tenang.Jika penyakitnya kambuh seperti hari dan tidak ada yang menolongnya, dia pasti akan mati mendadak, lalu siapa yang akan mengurus jenazahnya?Saat pikiran Wina ke mana-mana, seorang pria berjas putih masuk dari luar.Pria itu terlihat sangat sopan dan bersih, memancarkan temperamen yang lembut dan angg
Jefri agak terkejut ketika melihat wanita yang terbaring di kasur itu adalah Wina.Jefri berpikir begitu Emil jatuh terpuruk, Wina langsung berpaling dan mencari pria kaya lain, Rian.Kesannya terhadap Wina yang menolak payungnya pun berubah. Dia merasa Wina adalah wanita yang sangat licik.Setelah berpikir-pikir, Jefri mengirim foto itu ke Jihan.Rian adalah calon pasangan adik Jefri, jadi bagaimana mungkin dia membiarkan wanita seperti Wina mendekati Rian?Jefri tidak bisa memberi pelajaran kepada wanita yang dulu bersama Jihan. Oleh karena itu, dia hanya bisa menyerahkan masalah ini kepada Jihan untuk ditangani.Jihan baru kembali ke vila ketika melihat foto itu dan ekspresinya seketika menjadi masam.Dia segera membalas dengan pesan: "Kapan diambil?"Jefri: "Baru saja, sudah tersebar di kalangan kita."Jihan tidak membalas pesan lagi, tangan yang memegang ponsel bergetar.Wina tentu tidak tahu bahwa anak-anak kaya ini menyebarkan rumor tentang dirinya bersama dengan Rian.Awalnya,
Wina membuka mata, melihat ruangan yang asing baginya. Perlahan-lahan dia menyadari bahwa dirinya tertidur di Kamar VVIP Rian.Wina segera mengecek dadanya. Tidak ada bekas tendangan. Wina pun menghela napas lega.Meskipun sudah berlalu cukup lama, Wina masih takut Rian akan menendangnya. Kejadian itu meninggalkan trauma serius.Sangat wajar Wina ketakutan seperti itu. Setelah ditendang, Rian langsung melempar tubuhnya yang sekarat ke pinggir jalan.Jika seseorang tidak lewat dan menyelamatkannya tepat waktu, dia pasti sudah mati saat itu.Wina tidak pernah bisa mengerti. Mengapa Ivan yang dulunya begitu baik padanya bisa berubah menjadi begitu kejam hingga ingin membunuhnya?Meskipun sudah tidak mencintai Ivan, kejadian itu selalu membuat hati Wina terasa sangat sakit dan sukar dilupakan.Hanya saja, selama ini Wina menyimpan masa lalu itu sedalam-dalamnya dan mencoba tidak mengingatnya.Sekarang setelah bertemu Rian lagi, meskipun hatinya sudah tenang, Wina masih sedikit takut padany
Wina melirik foto itu. Hanya foto Rian berdiri di depan kasur dan menatanya. Wina merasa bukan masalah besar, jadi dia tidak peduli."Nggak apa-apa. Pak Rian bantu urus saja."Wina yakin dengan kemampuan Rian yang tidak akan kesulitan untuk menghapus foto tersebut."Sudah aku urus. Nggak ada yang akan menyebarkannya lagi.""Baguslah."Setelah mengatakan itu, Wina berbalik hendak pergi, tetapi Rian malah menghentikannya."Nona Wina, sebagai permintaan maaf atas kelancangan Yuno, aku akan mentraktirmu makan."Wina menggeleng dan berkata, "Nggak perlu, aku harus segera pergi ke kantor.""Pagi ini, aku lihat kamu belum bangun, jadi aku menghubungi Bu Winata dan meminta izin cuti untukmu," ujar Rian dengan cepat.Wina tertegun sejenak. Pantas saja Hani mengirimnya pesan pagi ini, tetapi tidak mendesaknya datang meski dia tidak datang ke kantor. Ternyata Rian sudah meminta izin untuknya.Wina menatap Rian sambil bertanya-tanya. 'Apa maksudnya? Kenapa dia membantuku? Bukannya dia sudah memper
Ketika melihat perubahan sorot mata Rian, Wina langsung tahu apa yang sedang dipikirkannya."Jadi, apa Pak Rian masih ingin mengundangku, wanita penjual diri, untuk makan? tanya Wina dengan dingin.Wina berpikir Rian pasti akan langsung menolaknya setelah mengetahui dia adalah wanita yang menjual diri.Tanpa diduga, Rian berkata dengan tegas, "Tentu saja."Setelah mengatakan itu, Rian langsung berjalan menuju restoran hotel.Wina menatap punggungnya sambil tertegun.Setelah ragu-ragu sejenak, Wina tetap mengikutinya.Melihat Rian datang, manajer restoran segera menyambutnya."Pak Rian, silakan ke sini."Manajer itu membawa mereka ke tempat yang lebih tenang dan nyaman. Proses pelayanannya juga yang sangat lengkap, dari menarik kursi mempersilakan duduk sampai memberikan menu dengan hormat.Rian mengambil menu dan bertanya pada Wina, "Kamu ingin makan apa?"Wina berkata dengan acuh tak acuh, "Aku nggak lapar. Pak Rian pesan untuk sendiri saja."Penderita gagal jantung mengalami gangguan
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida
Tentu saja Jihan tidak bisa menyembunyikan perkembangan robotnya dari Jefri. Sebelum Jihan datang, Jefri sudah berdiri di depan mesin sambil berusaha memperbaiki fungsinya.Dari balik kaca, Jihan bisa melihat gerakan tangan Jefri yang mengetikkan kode dengan cepat. Lalu, Jihan melihat bagaimana robot yang berada di samping mengikuti kendali Jefri dan berbicara seperti orang sungguhan. Jihan pun tersenyum kecil."Jefri ...."Jefri langsung berhenti bekerja dan menoleh menatap Jihan. Selama beberapa tahun terakhir, Jihan terus bekerja keras siang dan malam demi mengembangkan robot ini walaupun harus melawan rasa sakit.Jefri tidak bisa tinggal diam, jadi dia berinisiatif untuk membantu Jihan. Walaupun dia tidak sehebat Jihan, berkat usahanya yang pantang menyerah, akhirnya robot itu selesai."Kak Jihan, kapan Kak Jihan berencana menunjukkan robot ini kepada Kak Wina?"Jihan mendorong tangan Daris yang memapahnya menjauh, lalu berdiri tegak dan berjalan perlahan menuju robot itu. Dia pun
Delwyn mematikan lampu dan berbaring miring di atas kasur sambil meringkukkan tubuhnya menyerupai bola. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa semenjak kelahirannya, ayahnya sudah menahan rasa sakit dan menemaninya seolah-olah tidak terjadi apa-apa hingga Delwyn akhirnya perlahan tumbuh dewasa ....Delwyn jadi teringat betapa cuek dan tidak acuhnya dia terhadap ayahnya sewaktu masih kecil. Saat mengingat kembali semua hal kurang ajar yang dia lakukan semasa kecil, Delwyn menampar wajahnya sendiri dengan keras ....Setelah itu, Delwyn yang selama ini belum pernah menangis pun menutupi wajahnya dan membenamkan dirinya di tempat tidur sambil menangis hingga sekujur tubuhnya gemetar. Dia terlihat seperti seorang anak kecil yang akan ditelantarkan ....Sebelum ini Delwyn tidak tahu arti kematian, tetapi sekarang kematian itu mendadak begitu dekat di hadapannya. Delwyn akhirnya menyadari betapa dia sebenarnya sangat menyayangi kedua orang tuanya. Setiap malam, Delwyn mengorbankan tidurnya dem