Dia mengenakan kemeja dan jas berwarna biru safir. Dari kejauhan dia terlihat sangat tinggi dan memancarkan aura yang berbeda dengan orang biasa.Dari dekat, masih bisa melihat dengan jelas wajah di balik kacamata bingkai emas yang dipakainya. Sifat kekanak-kanakan sudah lama memudar dan berubah menjadi dewasa.Setelah bertahun-tahun, melihatnya lagi, hati Wina hanya merasakan ketenangan. Tidak ada gelombang perasaan apa pun.Wina melambaikan tangannya ke mereka, "Di sini!"Pria itu tampak agak terkejut ketika melihat Wina melambai di tengah kerumunan.Pria itu datang bersama beberapa orang untuk perjalanan bisnis di Kota Aster. Tujuan utamanya adalah untuk rapat penawaran proyek Kota Sinoa.Awalnya, dia tidak ingin pihak Grup Nizari mengetahui kedatangannya. Namun, mereka malah mengirim seseorang untuk menjemputnya, bahkan mengatur pertemuan makan malam.Karena tidak bisa menolak, dia pun terpaksa setuju. Hanya saja, dia tidak menyangka bahwa orang yang datang menjemputnya adalah Wina
"Kenapa?"Setelah bergumam, ekspresi Ivan yang lembut berubah menjadi mengerikan."Kamu masih bertanya kenapa? Aku terbaring koma di rumah sakit, tapi kamu malah berselingkuh dengan pria lain!""Dirimu sudah kotor, tapi masih berharap aku ingin bersamamu? Jangan mimpi!"'Ternyata, dia nggak kehilangan ingatannya sama sekali.'Sayang sekali, detik itulah Wina baru tahu bahwa dia hanya pura-pura menderita amnesia untuk meninggalkannya.Wina merasa dirinya begitu bodoh, mengira pria munafik di depannya masih sama dengan pemuda yang dulu berjanji akan hidup semati dengannya.Wina menyesal. Menyesal berlutut di depan pintu rumahnya. Menyesal melepaskan semua harga dirinya. Menyesal mencoba mendapatkan pemuda itu kembali.Sayangnya, pria yang telah mengubah namanya menjadi Rian tidak memberinya kesempatan untuk menyesal.Wina ingat saat itu Rian mundur beberapa langkah, lalu bergegas maju dengan seluruh kekuatannya.Rian yang mengenakan sepatu boot kulit tebal, sekali lagi memberikan tendang
Orang yang datang bersama Rian terlalu banyak, jadi Wina harus memanggil mobil besar lain.Para eksekutif duduk di mobil lain itu, sementara Rian dan pengawalnya duduk di mobil yang dikemudikan Wina.Wina tidak berbicara dengan Rian sepanjang perjalanan, hanya fokus mengemudi. Wina mengantarnya ke restoran bintang lima yang sudah dipesannya.Di dalam ruang VIP restoran, Winata dan beberapa COO Perusahaan Krisan sudah tiba. Hanya Jihan yang belum datang.Setelah Winata menyambut dan mempersilakan Rian dan rombongannya duduk, dia keluar dan bertanya pada Wina, "Kamu sudah kirim alamatnya ke Pak Jihan?"Wina mengangguk dan menjawab, "Sudah."Meskipun tidak yakin apakah Jihan telah melihat WhatsApp, Wina sudah mengirimkan alamatnya. Adapun Jihan datang atau tidak, ini bukanlah urusannya."Bu Winata, kalau begitu, aku permisi dulu."Dia sudah menjemput orangnya, jadi tidak perlu tinggal di restoran.Ketika dia berbalik dan ingin pergi, Winata menghentikannya."Wina, jangan buru-buru pergi d
Aroma tidak asing itu menembus keluar dari kemeja putih tipis dan membuat Wina mendadak membeku di tempat.Wina refleks menengadah, melihat ke tulang selangka pria di depannya. 'Nggak ada tato naga biru.''Sepertinya memang bukan dia.' Wina kembali menunduk. Sedikit kecewa.Jihan meraih bahunya dengan satu tangan dan mendorongnya ke samping."Kamu sungguh mahir melemparkan diri ke pelukan seseorang."Sepertinya Jihan baru saja melihat dirinya bersandar di pelukan Rian."Aku ...."Saat Wina hendak menjelaskan, dia melihat Jihan mengeluarkan tisu basah dan menyeka jari-jarinya. Seolah-olah dia telah disentuh oleh sesuatu yang kotor.Setelah menyeka dengan kuat, dia melemparkan tisu basah itu ke wajah Wina.Sorot matanya sangat dingin dan sinis, seakan sedang melihat makhluk rendahan. Kemudian, dia berjalan masuk ke ruang VIP?Dia masuk tanpa perlu dibukakan pintu oleh Wina. Hal ini terlihat seperti dia sengaja berhenti untuk menghina Wina.Wina mengambil tisu basah itu dari wajahnya dan
Grup Gerad selalu sangat profesional, jadi Rian tidak perlu mengkhawatirkan kekuatan perusahaannya. Dia pun mengangguk dan menjawab, "Tentu saja."Melihat Rian setuju, Arlo pun berkata, "Bu Winata, masalah Grup Gerad menghentikan proyek Grup Nizari ini dilakukan oleh bawahanku secara pribadi. Aku sudah menghukumnya, aku harap Bu Nadia dapat memaklumi."Winata tentu tidak memercayai alasan seperti di dunia bisnis, tetapi dia tidak ingin mempermalukan orang-orang dari Grup Gerad. Winata pun membalas ucapan Arlo, "Kalau begitu, mari kita ubah permusuhan kita menjadi persahabatan. Ke depannya kita bekerja sama dengan baik. Saling membantu dan saling menguntungkan."Selesai berbicara, Winata mengambil gelas anggur dan bersulang dengan Rian dan Arlo. Setelah minum, dia tersenyum dan berkata, "Hari ini sampai di sini dulu. Kita bertemu lagi di rapat penawaran."Alasan utama Winata berani mengakhiri pertemuan itu secara langsung karena Jihan sudah tidak sabaran.Grup Gerad dan Grup Lionel sama
Rian, yang sudah berjalan pergi, mendengar suara dentuman dari arah belakang dan seketika terlihat pucat.Rian bergegas pergi mengecek. Dia melihat Wina berbaring di kemudi mobil dengan wajah pucat dan kesakitan.Dia mencoba membuka pintu mobil dengan sekuat tenaganya, tetapi mobil terkunci dari dalam.Rian mengetuk jendela mobil dengan keras sambil berteriak, "Nona Wina, buka pintunya!"Wina berbaring di kemudi, menutupi dadanya dan bernapas dengan berat.Kepalanya pusing, dia sama sekali tidak bisa mendengar suara Rian, hanya terdengar suara dengung di telinganya.Rian mengira Wina kehilangan kesadaran, jadi langsung memecahkan jendela kursi belakang.Rian masuk ke dalam mobil dan membuka kunci pintu dari kursi pengemudi. Setelah itu, dia segera keluar dari mobil dan membantu Wina untuk keluar.Merasakan ada orang yang datang menyelamatkannya, Wina secara naluriah meraih lengan orang itu dan berusaha mengatakan sesuatu, "Ok ... sigen ...."Gagal jantung, suplai darah tidak mencukupi
Melihat Rian menjauh, Wina berhenti keras kepala dan berbaring dengan patuh. Dia menunggu rasa pusingnya agak mereda terlebih dahulu.Sebelumnya, Dokter telah memperingatkannya untuk tidak kelelahan.Akan tetapi, baru-baru ini Wina diminta oleh Tuan Malam selama dua hari berturut-turut. Setelah itu, dia harus datang bekerja tanpa bisa beristirahat dengan baik.Jadwal seharian yang padat, pergi ke bandara, restoran dan hotel, tentu membuat orang biasa pun merasa lelah, apalagi dirinya.Oleh karena itu, penyakit Wina pun kambuh karena kelelahan.Wina berpikir setelah besok mendapatkan persetujuan resign dari Winata, dia akan beristirahat saja di rumah dan menunggu kematiannya dengan tenang.Jika penyakitnya kambuh seperti hari dan tidak ada yang menolongnya, dia pasti akan mati mendadak, lalu siapa yang akan mengurus jenazahnya?Saat pikiran Wina ke mana-mana, seorang pria berjas putih masuk dari luar.Pria itu terlihat sangat sopan dan bersih, memancarkan temperamen yang lembut dan angg
Jefri agak terkejut ketika melihat wanita yang terbaring di kasur itu adalah Wina.Jefri berpikir begitu Emil jatuh terpuruk, Wina langsung berpaling dan mencari pria kaya lain, Rian.Kesannya terhadap Wina yang menolak payungnya pun berubah. Dia merasa Wina adalah wanita yang sangat licik.Setelah berpikir-pikir, Jefri mengirim foto itu ke Jihan.Rian adalah calon pasangan adik Jefri, jadi bagaimana mungkin dia membiarkan wanita seperti Wina mendekati Rian?Jefri tidak bisa memberi pelajaran kepada wanita yang dulu bersama Jihan. Oleh karena itu, dia hanya bisa menyerahkan masalah ini kepada Jihan untuk ditangani.Jihan baru kembali ke vila ketika melihat foto itu dan ekspresinya seketika menjadi masam.Dia segera membalas dengan pesan: "Kapan diambil?"Jefri: "Baru saja, sudah tersebar di kalangan kita."Jihan tidak membalas pesan lagi, tangan yang memegang ponsel bergetar.Wina tentu tidak tahu bahwa anak-anak kaya ini menyebarkan rumor tentang dirinya bersama dengan Rian.Awalnya,
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je