Karena Jihan sedang lengah, satu per satu lawannya pun menghajar punggung Jihan dengan keras menggunakan tongkat besi masing-masing ....Wina sontak merasa sangat takut. Dia langsung melepaskan genggaman tangan Jihan hendak mengadang semua serangan itu, tetapi fokus Jihan mendadak kembali dan dia mencengkeram pergelangan tangan Wina.Jihan yang sudah kehabisan tenaga pun membalikkan tubuhnya dan menekan Wina ke pintu kayu, lalu menjadikan punggungnya sebagai tameng Wina.Jihan memeluk Wina dengan erat untuk melindungi wanita itu, tetapi seseorang tiba-tiba menusuk punggung bawah Jihan ....Wina mendengar erangan Jihan, tetapi tangan Jihan memegangi kepala Wina dengan erat sehingga Wina tidak bisa melihat seberapa parahnya luka Jihan."Wina, sebentar lagi ... sebentar lagi pasti akan ada yang datang menyelamatkanmu ...."Jihan yakin Zeno yang sangat kompeten itu akan segera tiba di sini. Selama dia bisa melindungi Wina sekarang, wanita itu bisa pergi dari sini dengan selamat.Karena Jih
"Jihan! Jihan ...."Jeritan Wina terdengar begitu pilu, suaranya bahkan tetap terdengar dari dalam pondok kayu itu.Sayangnya, Jihan hanya tergeletak di atas lantai dengan tubuh yang berlumuran darah. Dia tidak dapat mendengar apa-apa.Jihan yang sekarat pun menatap ke arah hutan, lebih tepatnya ke arah Wina yang kabur makin jauh darinya.Dia ingin sekali memanggil Wina untuk yang terakhir kalinya, tetapi suaranya sama sekali tidak bisa keluar. Pada akhirnya, Jihan hanya menatap Wina dalam diam dari jauh.Setelah sosok Wina tidak terlihat lagi, barulah kelopak mata Jihan perlahan terpejam ....Wina, aku sudah janji akan selalu sehidup semati denganmu. Karena aku terpaksa mengingkari janjiku di kehidupan yang kali ini, nanti kutebus di kehidupan berikutnya, ya ....Sementara itu, Wina meronta dengan segenap tenaganya sambil memukul-mukul punggung Alvin seperti orang kesetanan."Lepaskan aku, Alvin! Biarkan aku menyelamatkannya! Kumohon, tolong biarkan aku menyelamatkannya!"Wina menjeri
Haris berjalan turun dari lantai dua dan menatap Jihan yang terkapar di atas lantai dengan gembira.Dia menendang-nendang Jihan yang sudah tidak sadarkan diri itu. "Wah, wah, nggak kusangka bakal melihatmu kayak gini ...."Dia mengisap cerutunya sambil menggigit sudut bibirnya dengan kesan menghina dan angkuh karena merasa berhasil mengalahkan Jihan.Haris pun menendang Jihan dengan keras lagi, lalu berkata dengan dingin kepada si pria dengan bekas luka itu, "Dia masih bernapas, tusuk dia sampai mampus!"Pria dengan bekas luka itu mengenal Jihan. Dia takut orang-orang dari Keluarga Lionel akan balas dendam kepadanya, jadi dia tidak berani menjalankan perintah Haris.Dia melirik Haris yang sedang merokok, lalu menelan ludahnya dengan gugup dan berkata dengan takut-takut, "Pak ... Pak Haris, saya nggak berani ...."Haris pun menarik keluar cerutu yang dia isap dan melepaskan kacamata hitamnya, sorot matanya terlihat dingin dan terkesan seperti sedang tersenyum tidak berperasaan.Haris me
Tidak lama kemudian, mobil itu berhenti di depan pintu masuk rumah sakit Lilia. Begitu melihat Jihan yang berlumuran darah masuk, si wakil ketua rumah sakit pun langsung menjadi ketakutan.Wakil ketua itu segera menenangkan diri, lalu menyuruh para karyawannya untuk segera membawa tubuh Jihan ke ruang penanganan darurat sambil bertanya kepada Zeno yang berjalan mengikuti, "Pasiennya terluka di mana saja?"Zeno mengepalkan tangannya dan menjawab dengan nada setenang mungkin, "Dua luka tusuk di punggung dan kepalanya juga dipukul dengan tongkat, tapi aku nggak tahu berapa kali dia kena pukul. Harus kalian sendiri yang memeriksanya!"Si wakil ketua rumah sakit pun langsung mengernyit. Dia menghampiri Jihan dan memeriksa kepala Jihan dengan tangan yang sudah mengenakan sarung tangan steril. "Kepalanya kena pukul dua kali dan ada satu lagi yang telak mengenai bagian belakang kepalanya. Ini cedera fatal!"Si wakil ketua rumah sakit pun teringat akan penyakit Jihan, jadi dia segera memerintah
Sewaktu Daris tiba di rumah sakit, operasi sudah berlangsung selama beberapa jam.Begitu melihat Daris datang, Zeno yang sedari tadi bersembunyi di balik kegelapan pun langsung menjelaskan apa yang terjadi. Setelah itu, Zeno bergegas kembali ke pondok kayu untuk mengurus Haris dan para preman yang menyakiti Jihan!Daris pun mengambil alih tempat Zeno, dia berjaga di depan pintu ruang operasi dengan cemas sambil menelepon Jefri.Sementara itu, Jefri masih berada nun jauh di Finola sana karena sedang sibuk mempersiapkan acara lamaran Jihan. Begitu menerima telepon dari Daris, karangan bunga yang dia pegang pun sontak terjatuh.Sara mengira Jefri sedang asal-asalan. Sara pun hendak mengomeli Jefri, tetapi dia menyadari betapa pucatnya wajah Jefri."Apa? Kenapa?"Sara meletakkan karangan bunganya, lalu menegakkan tubuh dan bertanya pada Jefri.Jefri meraih tangan Sara dan berkata dengan cemas, "Kak Jihan nggak bisa ke sini, dia terluka parah! Ayo kita pulang dulu!"Jantung Sara sontak berd
Begitu mendengar kata-kata "tumor otak", semua anggota Keluarga Lionel langsung teringat pada Ryder, cucu tertua Keluarga Lionel yang waktu itu juga meninggal akibat tumor otak.Ternyata bertahun-tahun setelah itu Jihan juga mengalami tumor yang sama.Kenapa Jihan malah memutuskan untuk menyembunyikan penyakitnya dan menolak menjalani operasi?Jika bukan karena insiden ini, Keluarga Lionel pasti tidak akan tahu apa-apa.Leona yang selama ini selalu bersikap dewasa dan tegas pun sontak menjadi geram."Bohong!""Maksud Dokter, Jihan sulit siuman karena tumor otaknya dan kepalanya kena pukul?" tanya Leona sambil mengangkat alisnya.Si wakil ketua rumah sakit pun menundukkan kepalanya dan menjawab dengan jujur, "Berdasarkan hasil dari pemeriksaan medis, pasien yang nggak siuman dalam kurun waktu 48 jam memiliki kemungkinan besar akan mati. Kecuali ada keajaiban terjadi. Sekalipun siuman, ada kemungkinan besar tumornya akan muncul lagi ...."Jantung Leona sontak terasa seperti berhenti berd
Jefri baru tiba di rumah sakit keesokan paginya. Leona pun menceritakan semua yang terjadi. Ekspresi Jefri langsung terlihat murka."Haris pikir dia siapa, hah! Berani-beraninya dia menyentuh Kak Jihan! Akan kuhabisi dia!"Setelah itu, Jefri pun berbalik badan hendak balas dendam kepada Haris, tetapi Leona segera menghentikannya."Kamu nggak usah ikut-ikut dan bikin masalah baru!"Sejak kecil, Jefri paling takut dengan Leona. Itu sebabnya bentakan Leona membuat amarahnya langsung mereda.Leona yang terlihat sangat anggun dan bermartabat pun menatap Jefri dengan tenang. "Jefri, untuk sementara waktu, kamu ambil alih jabatan Jihan sebagai presdir. Kamu-lah yang akan bertanggung jawab untuk mengelola Grup Lionel. Ingat, jangan sampai kamu mengatakan kondisi Jihan kepada siapa pun."Jefri sebenarnya ingin menolak, dia tidak berniat mengurus Grup Lionel dengan kondisi Jihan yang masih terbaring koma di ICU,.Tepat pada saat itu, Leona pun mengernyit sambil menatap Sara dari atas hingga ke b
Wina akhirnya tersadar. Begitu matanya terbuka, ternyata dia sudah berada di suatu tempat yang familier.Lampu gantung yang tampak megah dan mewah, desain interior ala Privon, jendela yang terbentang dari langit-langit, sederet rumah bergaya Britton, serta lautan yang tampak tak berujung ....Ini di ....Britton!Lebih tepatnya, vila milik Alvin dan Vera!Jantung Wina rasanya seolah berhenti selama sepersekian detik. Dia langsung mencoba bangkit dari atas kasur, tetapi rasa lelah dan letih membuatnya terbaring kembali.Wina memijat dahinya yang terasa sakit, lalu mengingat-ingat dengan saksama bagaimana dia bisa mendadak ada di Britton. Sayangnya, Wina sama sekali tidak ingat.Sementara itu, Alvin yang sedang duduk di ruang tamu pun mendengar pergerakan Wina dari dalam kamar. Dia bangkit berdiri dari atas sofa dan mengambil segelas air dari atas meja, lalu melangkah maju dan membuka pintu.Begitu melihat Alvin masuk, Wina sontak mengernyit. "Kamu habis memberiku obat, ya?"Rasa linglun
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je