Wina menatap Jihan sambil memegangi dadanya yang terasa sesak."Kamu ...."Namun, belum sempat Wina berkomentar, tiba-tiba dia melihat seorang pria yang sedang memegang pisau menerjang dari belakang Jihan."Awas!"Jihan bereaksi dengan sangat cepat. Begitu Wina menjerit, dia langsung mengayunkan tongkat besinya ke belakang!Perut pria itu pun terpukul dengan telak, dia bahkan sampai tidak sanggup menggenggam pisaunya lagi. Pria itu terjatuh ke atas lantai sambil memegangi perutnya dan mengerang kesakitan.Semua orang lainnya pun menerjang ke arah Jihan. Mereka menyangka bisa mengalahkan Jihan dengan mengeroyoknya, tetapi justru Jihan yang menghajar mereka!Jihan melindungi Wina sambil mengayunkan tongkat besinya dengan sekuat tenaga.Gerakannya begitu tajam dan telak, sorot tatapannya terlihat sangat fokus. Aura pembunuh yang menguar dari tubuhnya sontak membuat orang-orang ketakutan ....Haris yang berada di kejauhan dan terhindar dari perkelahian ini pun menatap Jihan sambil mengisap
Karena Jihan sedang lengah, satu per satu lawannya pun menghajar punggung Jihan dengan keras menggunakan tongkat besi masing-masing ....Wina sontak merasa sangat takut. Dia langsung melepaskan genggaman tangan Jihan hendak mengadang semua serangan itu, tetapi fokus Jihan mendadak kembali dan dia mencengkeram pergelangan tangan Wina.Jihan yang sudah kehabisan tenaga pun membalikkan tubuhnya dan menekan Wina ke pintu kayu, lalu menjadikan punggungnya sebagai tameng Wina.Jihan memeluk Wina dengan erat untuk melindungi wanita itu, tetapi seseorang tiba-tiba menusuk punggung bawah Jihan ....Wina mendengar erangan Jihan, tetapi tangan Jihan memegangi kepala Wina dengan erat sehingga Wina tidak bisa melihat seberapa parahnya luka Jihan."Wina, sebentar lagi ... sebentar lagi pasti akan ada yang datang menyelamatkanmu ...."Jihan yakin Zeno yang sangat kompeten itu akan segera tiba di sini. Selama dia bisa melindungi Wina sekarang, wanita itu bisa pergi dari sini dengan selamat.Karena Jih
"Jihan! Jihan ...."Jeritan Wina terdengar begitu pilu, suaranya bahkan tetap terdengar dari dalam pondok kayu itu.Sayangnya, Jihan hanya tergeletak di atas lantai dengan tubuh yang berlumuran darah. Dia tidak dapat mendengar apa-apa.Jihan yang sekarat pun menatap ke arah hutan, lebih tepatnya ke arah Wina yang kabur makin jauh darinya.Dia ingin sekali memanggil Wina untuk yang terakhir kalinya, tetapi suaranya sama sekali tidak bisa keluar. Pada akhirnya, Jihan hanya menatap Wina dalam diam dari jauh.Setelah sosok Wina tidak terlihat lagi, barulah kelopak mata Jihan perlahan terpejam ....Wina, aku sudah janji akan selalu sehidup semati denganmu. Karena aku terpaksa mengingkari janjiku di kehidupan yang kali ini, nanti kutebus di kehidupan berikutnya, ya ....Sementara itu, Wina meronta dengan segenap tenaganya sambil memukul-mukul punggung Alvin seperti orang kesetanan."Lepaskan aku, Alvin! Biarkan aku menyelamatkannya! Kumohon, tolong biarkan aku menyelamatkannya!"Wina menjeri
Haris berjalan turun dari lantai dua dan menatap Jihan yang terkapar di atas lantai dengan gembira.Dia menendang-nendang Jihan yang sudah tidak sadarkan diri itu. "Wah, wah, nggak kusangka bakal melihatmu kayak gini ...."Dia mengisap cerutunya sambil menggigit sudut bibirnya dengan kesan menghina dan angkuh karena merasa berhasil mengalahkan Jihan.Haris pun menendang Jihan dengan keras lagi, lalu berkata dengan dingin kepada si pria dengan bekas luka itu, "Dia masih bernapas, tusuk dia sampai mampus!"Pria dengan bekas luka itu mengenal Jihan. Dia takut orang-orang dari Keluarga Lionel akan balas dendam kepadanya, jadi dia tidak berani menjalankan perintah Haris.Dia melirik Haris yang sedang merokok, lalu menelan ludahnya dengan gugup dan berkata dengan takut-takut, "Pak ... Pak Haris, saya nggak berani ...."Haris pun menarik keluar cerutu yang dia isap dan melepaskan kacamata hitamnya, sorot matanya terlihat dingin dan terkesan seperti sedang tersenyum tidak berperasaan.Haris me
Tidak lama kemudian, mobil itu berhenti di depan pintu masuk rumah sakit Lilia. Begitu melihat Jihan yang berlumuran darah masuk, si wakil ketua rumah sakit pun langsung menjadi ketakutan.Wakil ketua itu segera menenangkan diri, lalu menyuruh para karyawannya untuk segera membawa tubuh Jihan ke ruang penanganan darurat sambil bertanya kepada Zeno yang berjalan mengikuti, "Pasiennya terluka di mana saja?"Zeno mengepalkan tangannya dan menjawab dengan nada setenang mungkin, "Dua luka tusuk di punggung dan kepalanya juga dipukul dengan tongkat, tapi aku nggak tahu berapa kali dia kena pukul. Harus kalian sendiri yang memeriksanya!"Si wakil ketua rumah sakit pun langsung mengernyit. Dia menghampiri Jihan dan memeriksa kepala Jihan dengan tangan yang sudah mengenakan sarung tangan steril. "Kepalanya kena pukul dua kali dan ada satu lagi yang telak mengenai bagian belakang kepalanya. Ini cedera fatal!"Si wakil ketua rumah sakit pun teringat akan penyakit Jihan, jadi dia segera memerintah
Sewaktu Daris tiba di rumah sakit, operasi sudah berlangsung selama beberapa jam.Begitu melihat Daris datang, Zeno yang sedari tadi bersembunyi di balik kegelapan pun langsung menjelaskan apa yang terjadi. Setelah itu, Zeno bergegas kembali ke pondok kayu untuk mengurus Haris dan para preman yang menyakiti Jihan!Daris pun mengambil alih tempat Zeno, dia berjaga di depan pintu ruang operasi dengan cemas sambil menelepon Jefri.Sementara itu, Jefri masih berada nun jauh di Finola sana karena sedang sibuk mempersiapkan acara lamaran Jihan. Begitu menerima telepon dari Daris, karangan bunga yang dia pegang pun sontak terjatuh.Sara mengira Jefri sedang asal-asalan. Sara pun hendak mengomeli Jefri, tetapi dia menyadari betapa pucatnya wajah Jefri."Apa? Kenapa?"Sara meletakkan karangan bunganya, lalu menegakkan tubuh dan bertanya pada Jefri.Jefri meraih tangan Sara dan berkata dengan cemas, "Kak Jihan nggak bisa ke sini, dia terluka parah! Ayo kita pulang dulu!"Jantung Sara sontak berd
Begitu mendengar kata-kata "tumor otak", semua anggota Keluarga Lionel langsung teringat pada Ryder, cucu tertua Keluarga Lionel yang waktu itu juga meninggal akibat tumor otak.Ternyata bertahun-tahun setelah itu Jihan juga mengalami tumor yang sama.Kenapa Jihan malah memutuskan untuk menyembunyikan penyakitnya dan menolak menjalani operasi?Jika bukan karena insiden ini, Keluarga Lionel pasti tidak akan tahu apa-apa.Leona yang selama ini selalu bersikap dewasa dan tegas pun sontak menjadi geram."Bohong!""Maksud Dokter, Jihan sulit siuman karena tumor otaknya dan kepalanya kena pukul?" tanya Leona sambil mengangkat alisnya.Si wakil ketua rumah sakit pun menundukkan kepalanya dan menjawab dengan jujur, "Berdasarkan hasil dari pemeriksaan medis, pasien yang nggak siuman dalam kurun waktu 48 jam memiliki kemungkinan besar akan mati. Kecuali ada keajaiban terjadi. Sekalipun siuman, ada kemungkinan besar tumornya akan muncul lagi ...."Jantung Leona sontak terasa seperti berhenti berd
Jefri baru tiba di rumah sakit keesokan paginya. Leona pun menceritakan semua yang terjadi. Ekspresi Jefri langsung terlihat murka."Haris pikir dia siapa, hah! Berani-beraninya dia menyentuh Kak Jihan! Akan kuhabisi dia!"Setelah itu, Jefri pun berbalik badan hendak balas dendam kepada Haris, tetapi Leona segera menghentikannya."Kamu nggak usah ikut-ikut dan bikin masalah baru!"Sejak kecil, Jefri paling takut dengan Leona. Itu sebabnya bentakan Leona membuat amarahnya langsung mereda.Leona yang terlihat sangat anggun dan bermartabat pun menatap Jefri dengan tenang. "Jefri, untuk sementara waktu, kamu ambil alih jabatan Jihan sebagai presdir. Kamu-lah yang akan bertanggung jawab untuk mengelola Grup Lionel. Ingat, jangan sampai kamu mengatakan kondisi Jihan kepada siapa pun."Jefri sebenarnya ingin menolak, dia tidak berniat mengurus Grup Lionel dengan kondisi Jihan yang masih terbaring koma di ICU,.Tepat pada saat itu, Leona pun mengernyit sambil menatap Sara dari atas hingga ke b