Jefri baru tiba di rumah sakit keesokan paginya. Leona pun menceritakan semua yang terjadi. Ekspresi Jefri langsung terlihat murka."Haris pikir dia siapa, hah! Berani-beraninya dia menyentuh Kak Jihan! Akan kuhabisi dia!"Setelah itu, Jefri pun berbalik badan hendak balas dendam kepada Haris, tetapi Leona segera menghentikannya."Kamu nggak usah ikut-ikut dan bikin masalah baru!"Sejak kecil, Jefri paling takut dengan Leona. Itu sebabnya bentakan Leona membuat amarahnya langsung mereda.Leona yang terlihat sangat anggun dan bermartabat pun menatap Jefri dengan tenang. "Jefri, untuk sementara waktu, kamu ambil alih jabatan Jihan sebagai presdir. Kamu-lah yang akan bertanggung jawab untuk mengelola Grup Lionel. Ingat, jangan sampai kamu mengatakan kondisi Jihan kepada siapa pun."Jefri sebenarnya ingin menolak, dia tidak berniat mengurus Grup Lionel dengan kondisi Jihan yang masih terbaring koma di ICU,.Tepat pada saat itu, Leona pun mengernyit sambil menatap Sara dari atas hingga ke b
Wina akhirnya tersadar. Begitu matanya terbuka, ternyata dia sudah berada di suatu tempat yang familier.Lampu gantung yang tampak megah dan mewah, desain interior ala Privon, jendela yang terbentang dari langit-langit, sederet rumah bergaya Britton, serta lautan yang tampak tak berujung ....Ini di ....Britton!Lebih tepatnya, vila milik Alvin dan Vera!Jantung Wina rasanya seolah berhenti selama sepersekian detik. Dia langsung mencoba bangkit dari atas kasur, tetapi rasa lelah dan letih membuatnya terbaring kembali.Wina memijat dahinya yang terasa sakit, lalu mengingat-ingat dengan saksama bagaimana dia bisa mendadak ada di Britton. Sayangnya, Wina sama sekali tidak ingat.Sementara itu, Alvin yang sedang duduk di ruang tamu pun mendengar pergerakan Wina dari dalam kamar. Dia bangkit berdiri dari atas sofa dan mengambil segelas air dari atas meja, lalu melangkah maju dan membuka pintu.Begitu melihat Alvin masuk, Wina sontak mengernyit. "Kamu habis memberiku obat, ya?"Rasa linglun
"Kamu nggak tahu, ya? Jihan menderita tumor otak ...."Darah pun menetes dari Alvin dan jatuh mengenai dahi Wina.Wina hanya tertegun menatap Alvin seperti sebuah boneka."Coba, apa menurutmu dia masih bisa bertahan dengan penyakitnya itu ditambah lagi dia terluka separah itu?"Suara Alvin terdengar begitu dingin, datar dan tidak berperasaan.Wina mencengkeram spreinya dengan makin erat, sekujur tubuhnya sontak menggigil."Aku nggak akan pernah percaya pada kata-katamu ...."Jihan bilang cuma sakit kepala biasa, kenapa sekarang malah dikatakan tumor? Alvin pasti sedang berbohong!"Oh, nggak percaya?"Alvin balas mencibir sambil mengangkat alisnya."Coba cari tahu dari mana asetmu sekarang berasal."Wina sontak menatap Alvin dengan kebingungan.Alvin tersenyum kecil sambil menatap Wina dengan dingin."Jihan memulihkan identitasmu dengan tujuan mentransfer asetnya ke atas namamu.""Dia sudah sampai membuat wasiat begitu dan membukakan jalan bagimu, tapi kamu masih nggak percaya?"Suara A
Alvin berdiri di depan pintu sambil menatap Wina dari kejauhan. Begitu melihat sorot tatapan Wina yang seolah kehilangan harapan hidup, ekspresi Alvin pun sontak menjadi lebih serius.Dia berjalan menghampiri Wina lagi, lalu mencengkeram wajah Wina dan menatap wanita itu dengan dingin, "Kamu berniat mati bersamanya?"Wina hanya balas memandang Alvin dengan air mata yang berlinang, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Dia menjawab pertanyaan Alvin dalam hati.Seolah bisa membaca isi hati Wina, Alvin pun berkata dengan bengis, "Jangan berani-beraninya berpikir untuk mati bersamanya! Aku nggak akan pernah membiarkan kamu mati!""Kenapa?" tanya Wina dengan putus asa.Siapa Alvin sampai dia berhak menghalangi keputusan Wina?Alvin pun sedikit membungkuk dan mendekat ke arah Wina. "Pokoknya, kamu harus tetap hidup untuk menjaga jantung kakakmu!"Wina pun terkekeh dengan air mata yang terus mengalir turun.Alvin sontak terkejut sesaat dengan ekspresi Wina yang terlihat seperti orang gila. "Ke
Untuk mencegah Wina bunuh diri, Alvin menyuruh orang untuk merantai tangan dan kaki Wina ke tempat tidur.Wina terbaring diam di atas kasur sambil menoleh memandang pemandangan laut di luar jendelanya dengan tatapan kosong seolah-olah tidak bernyawa lagi.Para pelayan yang ditugasi mengawasi Wina pun tidak tahu apa yang ada dalam benak Wina. Yang jelas, Wina tidak bisa berhenti menangis sekalipun air matanya sampai sudah tidak bisa keluar lagi ....Wina hanya menangis dalam diam, dia benar-benar terlihat seperti orang sekarat.Satu minggu pun berlalu begitu saja. Wina mogok makan dan minum untuk membuat dirinya mati kelaparan dan dehidrasi ....Sayangnya, Alvin tidak akan membiarkan Wina mati. Dia terus memerintahkan George untuk menginfus Wina sehingga tubuh yang sudah kurus kering itu dipaksa untuk tetap bertahan hidup ....Saat George sedang mengganti botol infus, dia menyadari tatapan Wina yang kosong. Jantungnya pun langsung berdebar dengan kencang.George melambai-lambaikan tanga
"Kamu sebegitu kangen padanya?" tanya Alvin sambil menatap Wina.Wina tetap diam, ekspresinya terlihat datar. Dia benar-benar mengabaikan Alvin.Alvin juga tidak ambil pusing. Dia menyilangkan kakinya, lalu menatap punggung Wina. "Dulu waktu kutanya apa kamu mencintai Jihan, kamu bilangnya nggak. Kenapa sekarang kamu mendadak mencintainya setengah mati begini setelah beberapa bulan nggak ketemu?"Alvin tahu Wina tidak akan menjawabnya, jadi dia menjawab sendiri pertanyaannya, "Itu karena kamu munafik. Kamu menolak mengakui rasa cintamu untuknya. Sekarang kamu sadar kamu begitu merindukannya, itu makanya kamu berniat mati bersamanya. Aneh banget ...."Alvin menilai perasaan Wina seolah-olah dia maha tahu, lalu bertanya lagi dengan ragu, "Tapi, ada satu hal yang masih nggak kumengerti ...."Alvin pun meletakkan kakinya dan bangkit berdiri dari atas sofa, lalu menumpukan salah satu lututnya di tepi kasur dan menegakkan tubuh Wina agar wanita itu menghadapnya."Aku sudah mencari tahu soal
Fisik Wina makin lemah dan tak berdaya, bahkan untuk mengambil segelas air saja tidak mampu.George memberikan berbagai macam infus untuk berusaha mempertahankan hidup Wina, tetapi Wina sendiri sebenarnya sudah tidak ingin hidup.Begitu melihat sorot tatapan Wina yang tampak kosong dan redup, George mendadak berhenti menusukkan jarum infus.George pun melepas infus itu dan berbalik menghadap Alvin yang selalu mengawasinya karena takut George akan bicara macam-macam."Alvin, lepaskan sajalah dia. Dia nggak mungkin bertahan lagi ...."Alvin yang duduk bersandar di sofa pun menatap Wina yang tidak sadar dengan tenang."Aku nggak peduli kamu mau pakai cara apa, pokoknya dia nggak boleh sampai mati!""Kamu tahu betul kalau mau dia bertahan hidup, kamu harus mengatakan kebenarannya bahwa Jihan masih hidup."Britton adalah negara yang berisikan para pria sejati. George tidak terima dengan sikap Alvin yang selalu melecehkan dan merendahkan wanita, dia juga tidak dapat memahami perilaku Alvin.
Akan tetapi, Wina masih tidak percaya. Bukannya harusnya ada gejala awal seandainya dia memang hamil? Wina bahkan tidak merasakan apa-apa, jadi bagaimana mungkin dia hamil ....Wina pun berusaha mengangkat tangannya dengan susah payah untuk menyentuh perutnya. "Kok kamu bisa tahu ini sudah sebulan ...."George pun kembali menatap Alvin. Dia tahu Alvin tidak mungkin membiarkannya bicara jujur, jadi George terpaksa terus membohongi Wina. "Nona Wina, aku ini seorang dokter. Aku tahu karena aku bisa memeriksanya ...."Sebenarnya, George hanya menebak berdasarkan waktu. Sudah 20 hari berlalu semenjak Alvin membawa Wina kembali. Sebelum Alvin membawanya, Wina pasti bersama Jihan. Jadi, George hanya bisa mengira-ngira waktunya.Jika Wina menjawab mereka belum pernah melakukannya, maka George akan mengaku bahwa dia sengaja berbohong semata-mata agar Wina tetap hidup.Namun, Wina yang balik mempertanyakan bagaimana George bisa tahu membuat George menyadari bahwa asumsinya benar.George berharap