"Kamu sebegitu kangen padanya?" tanya Alvin sambil menatap Wina.Wina tetap diam, ekspresinya terlihat datar. Dia benar-benar mengabaikan Alvin.Alvin juga tidak ambil pusing. Dia menyilangkan kakinya, lalu menatap punggung Wina. "Dulu waktu kutanya apa kamu mencintai Jihan, kamu bilangnya nggak. Kenapa sekarang kamu mendadak mencintainya setengah mati begini setelah beberapa bulan nggak ketemu?"Alvin tahu Wina tidak akan menjawabnya, jadi dia menjawab sendiri pertanyaannya, "Itu karena kamu munafik. Kamu menolak mengakui rasa cintamu untuknya. Sekarang kamu sadar kamu begitu merindukannya, itu makanya kamu berniat mati bersamanya. Aneh banget ...."Alvin menilai perasaan Wina seolah-olah dia maha tahu, lalu bertanya lagi dengan ragu, "Tapi, ada satu hal yang masih nggak kumengerti ...."Alvin pun meletakkan kakinya dan bangkit berdiri dari atas sofa, lalu menumpukan salah satu lututnya di tepi kasur dan menegakkan tubuh Wina agar wanita itu menghadapnya."Aku sudah mencari tahu soal
Fisik Wina makin lemah dan tak berdaya, bahkan untuk mengambil segelas air saja tidak mampu.George memberikan berbagai macam infus untuk berusaha mempertahankan hidup Wina, tetapi Wina sendiri sebenarnya sudah tidak ingin hidup.Begitu melihat sorot tatapan Wina yang tampak kosong dan redup, George mendadak berhenti menusukkan jarum infus.George pun melepas infus itu dan berbalik menghadap Alvin yang selalu mengawasinya karena takut George akan bicara macam-macam."Alvin, lepaskan sajalah dia. Dia nggak mungkin bertahan lagi ...."Alvin yang duduk bersandar di sofa pun menatap Wina yang tidak sadar dengan tenang."Aku nggak peduli kamu mau pakai cara apa, pokoknya dia nggak boleh sampai mati!""Kamu tahu betul kalau mau dia bertahan hidup, kamu harus mengatakan kebenarannya bahwa Jihan masih hidup."Britton adalah negara yang berisikan para pria sejati. George tidak terima dengan sikap Alvin yang selalu melecehkan dan merendahkan wanita, dia juga tidak dapat memahami perilaku Alvin.
Akan tetapi, Wina masih tidak percaya. Bukannya harusnya ada gejala awal seandainya dia memang hamil? Wina bahkan tidak merasakan apa-apa, jadi bagaimana mungkin dia hamil ....Wina pun berusaha mengangkat tangannya dengan susah payah untuk menyentuh perutnya. "Kok kamu bisa tahu ini sudah sebulan ...."George pun kembali menatap Alvin. Dia tahu Alvin tidak mungkin membiarkannya bicara jujur, jadi George terpaksa terus membohongi Wina. "Nona Wina, aku ini seorang dokter. Aku tahu karena aku bisa memeriksanya ...."Sebenarnya, George hanya menebak berdasarkan waktu. Sudah 20 hari berlalu semenjak Alvin membawa Wina kembali. Sebelum Alvin membawanya, Wina pasti bersama Jihan. Jadi, George hanya bisa mengira-ngira waktunya.Jika Wina menjawab mereka belum pernah melakukannya, maka George akan mengaku bahwa dia sengaja berbohong semata-mata agar Wina tetap hidup.Namun, Wina yang balik mempertanyakan bagaimana George bisa tahu membuat George menyadari bahwa asumsinya benar.George berharap
Setelah itu, Alvin segera menghubungi Tuan Wilson untuk menyiapkan pesawat khusus.Kemudian dia memerintahkan anak buahnya untuk menghapus rute tersebut dan meninggalkan Britton dengan tenang.Saat rombongan mereka tiba di Norwen, hari sudah larut malam.Pelayan itu turun dari pesawat khusus dengan menggendong Wina di punggungnya. Wina terlihat sangat kurus diterpa angin dingin.Alvin, yang berjalan di belakang, melihatnya lalu membuka mantel di lengannya dan menyelimuti Wina ....Gerakan ini terlihat oleh George dan membuatnya agak heran, tapi dia tidak berkata apa-apa dan mengikuti dari belakang dengan kepala tertunduk.Cuaca di Norwen sangat dingin, suhunya beberapa derajat di bawah nol. Sejak turun dari pesawat hingga keluar dari bandara, Wina kedinginan hingga menggigil hanya dalam beberapa puluh menit.Sopir di vila Norwen menjemput mereka, di dalam mobil pemanas dinyalakan, namun tetap tidak bisa menghilangkan rasa dingin di tubuh Wina ....Mata Alvin terlihat menahan marah keti
Orang-orang di dalam mobil terdiam ketika mereka sampai di vila milik Alvin di Norwen, tempat yang sangat terpencil bahkan tanpa sinyal.Setelah Alvin meminta pelayan untuk membawa Wina dan anak itu ke kamar masing-masing, dia mengambil sebungkus rokok dan melemparkannya ke George. Keduanya mengenakan mantel mereka dan berjalan keluar vila.Alvin mengapit rokok di mulut dan menyalakan korek api. Dia menyalakan untuk George terlebih dulu, kemudian untuk dirinya sendiri. Keduanya mengepulkan asap dan tetap diam.George memanfaatkan cahaya redup dan suhu dingin di Norwen untuk melihat ke arah Alvin, yang berdiri melawan cahaya, "Apa yang akan kamu lakukan?"Alvin tetap tenang dan mengangkat alisnya, "Apa yang aku lakukan?"George memasukkan tangannya yang membeku ke dalam saku jas hitamnya, "Kamu merebut anak Vera, kemudian merebut Nona Wina. Apakah kamu berencana untuk hidup seperti ini selama sisa hidupmu?"Alvin mengisap rokok dan bertanya pada George, "Memangnya nggak boleh"Mendengar
Wina masih tidak mau bicara dan George tidak memaksanya. Pada hari-hari berikutnya, George sering datang mengunjungi Wina sambil menggendong Gisel.Pada siang hari, Gisel akan berbaring di depan tempat tidur Wina dan bermain dengannya."Bibi, kamu terlihat seperti boneka yang dibelikan ayahku. Boneka itu sama seperti kamu, cantik, tapi nggak dapat berbicara ...."Wina tidak tahu bagaimana George meyakinkan Gisel. Hanya pertama kali mereka bertemu Gisel memanggilnya Ibu kemudian berubah menjadi memanggil Bibi.Hati Wina terasa hangat setiap kali Gisel memanggilnya Bibi, ketika tidur malam hari, Wina selalu memeluk erat tubuh mungil Gisel.Seolah Wina menemukan perahu yang terapung , siap mengajaknya berlayar untuk melihat pemandangan yang indah.Wina menunduk dan menatap anak dalam perutnya, ingin melihat seperti apa dia ....Namun, dia tidak dapat melihat dan penyesalan diam-diam muncul lagi di hatinya...Akankah cahaya kembali setelah kematian?Jika tidak, apakah dia tidak akan bisa m
Kota Aster, rumah sakit Lilia.Dua bulan telah berlalu sejak Jihan mengalami koma.Pria di ranjang rumah sakit itu memiliki wajah tampan, bercahaya putih transparan, dengan mata tertutup rapat, hanya bulu mata panjang dan tebal yang terlihat.Dia berbaring dengan tenang di tempat tidur putih, seolah-olah dia telah meninggal dunia, tidak meninggalkan apa pun kecuali tubuhnya.Jefri mengambil kapas yang diberikan Daris, mencelupkan ke dalam air hangat dan membasahi bibir tipis, kering dan kusam pria di ranjang rumah sakit.Setelah selesai membasahi, dia mengambil handuk bersih dan menyeka dahi pria itu sambil bertanya kepada pemimpin pengawal yang berdiri di belakangnya, "Sudah kamu temukan belum?"Pemimpin pengawal itu menundukkan kepala, dengan rasa bersalah, "Maaf, pihak Britton juga belum menemukannya ...."Mendengar ini, Jefri meremas handuk di tangannya, berbalik dan memukul kepala pemimpin pengawal itu, "Bangsat, satu orang saja nggak bisa ditemukan!"Pemimpin pengawal tidak beran
Setelah tersadar dari keterkejutannya, Daris pun mendekat ke tepi ranjang rumah sakit dan menatap mata Jihan.Bulu mata Jihan yang lentik tampak bergerak-gerak seolah-olah sedang berjuang untuk membuka mata ....Jihan berusaha keras untuk membuka matanya, tetapi tidak bisa ....Karena dia sedang sibuk bermimpi indah. Dalam mimpi itu, Wina sedang menggendong anak mereka dan menjalani hidup bahagia bersamanya.Jihan tidak mau bangun, dia tidak mau pergi dari mimpi indah ini. Akan tetapi, suatu hari dia tiba-tiba melihat Wina mengulurkan tangannya ke arah Jihan dengan tatapan kosong.Wina mengelus-elus perutnya sambil menatap Jihan dari kejauhan. Wina pun berkata sambil menangis, "Jihan, aku rindu banget padamu. Kapan kamu akan datang menjemputku?"Jihan pun menoleh menatap Wina yang sedang menggendong anak mereka sambil tersenyum, lalu menoleh lagi menatap Wina yang berdiri di tengah kabut dan menangis sampai penglihatannya mengabur.Jihan tidak tahu sosok yang mana yang merupakan Wina-n