Setelah menerima pesanan barang-barang emasnya, Sam pun membawanya ke mana-mana dengan bangga. Dia berniat berterima kasih kepada Wina sekaligus memamerkannya.Siapa sangka Jihan ada di sini! Aduh, sial sekali!Senyuman kaku Sam yang khas pun langsung sirna. "Hei, muridku! Kamu ini benar-benar nggak berperasaan!"Mana bisa mereka berpesta merayakan dengan gembira jika ada pria sedingin Jihan di sini!Begitu melihat Jihan, para arsitek lainnya yang mengikuti Sam pun sontak berhenti tersenyum.Jangankan berani masuk, mereka hanya berdiri diam di depan pintu sambil saling mendorong, "Sana, sana, duluan saja ...."Arsitek yang didorong-dorong itu sontak mengibas-ngibaskan tangannya dengan putus asa. Keberadaan Jihan benar-benar membuat nyalinya menciut. "Nggak, nggak, jangan, kamu saja yang masuk duluan ...."Wina melirik ke arah para arsitek yang tidak berani masuk, lalu ke arah Jihan yang memancarkan aura mencekam.Wina menelan ludah dengan gugup, lalu berbisik pada Jihan, "Gimana kalau
Pelayan apa?Sam refleks menatap Wina dengan bingung.Wina balas menggelengkan kepalanya, dia juga sama tidak mengertinya.Tiba-tiba, Daris berjalan masuk lagi sambil mengajak seorang pria tampan yang memakai riasan.Di saat Sam sedang mempertanyakan masa pelayan yang Jihan maksud adalah makhluk tidak jelas seperti ini, Daris malah menunjuk ke arah Sam sambil berkata, "Temani dia bersenang-senang!"Sam menatap pelayan yang berjalan menghampirinya dengan gemulai itu. Berbagai jenis cacian langsung terucap di dalam hatinya!Sam sontak bangkit berdiri dengan takut. Dia hendak kabur, tetapi pelayan yang "kekar, tetapi gemulai" itu malah mendorongnya kembali ke atas sofa.Aroma parfum si pelayan yang begitu tajam menusuk nyaris membuat Sam muntah. "Dasar bajingan! Lepaskan aku!"Akan tetapi, pelayan itu malah membelai wajah tampan Sam. "Kakak yang ganteng, malam ini aku adalah milikmu. Sini, biar kubantu kamu menenangkan diri!""Tenang apanya ...." Belum sempat Sam melontarkan kata makian,
Saat Jihan menggendong Wina ke dalam lift, Sara bergegas menghampiri mereka dari arah lobi."Tunggu! Ada yang mau kuberitahukan kepada kalian!"Sara terlalu mengkhawatirkan kondisi Wina sampai-sampai dia lupa memberi tahu mereka tujuan kedatangan Jodie ke klub ini."Pak Jihan, Wina."Sara menghampiri mereka berdua dan berkata, "Jodie ke sini untuk menanyakan keberadaan Vera."Wina segera memberi isyarat kepada Jihan untuk menurunkannya. Setelah berdiri di atas lantai dengan mantap, Wina pun mengernyit menatap Sara."Ngapain dia nanya-nanya soal keberadaan kakakku?"Apa jangan-jangan Jodie merasa wajah Wina tidak asing karena sebenarnya sudah pernah bertemu dengan Vera?"Kalau dari nada bicaranya yang kasar dan galak itu, kayaknya dia berniat cari masalah dengan Vera.""Dia musuh kakakku?"Akan tetapi, Sara hanya balas menggeleng tanda tidak yakin."Aku tahunya dia ke sini karena dia tahu kamu sudah kembali dari Britton dan kamu langsung menemuiku di sini. Itu sebabnya dia ke sini.""Ka
Daris duduk di kursi pengemudi mobil Lincoln yang sudah dimodifikasi itu, lalu dengan peka menurunkan kaca pembatas dengan kursi belakang.Wina menoleh menatap Jihan yang masih terlihat pucat dengan khawatir. "Kamu baik-baik saja?""Ya ..." jawab Jihan sambil menggelengkan kepalanya.Wina pun mengernyit. "Tapi ...."Akan tetapi, Jihan langsung menyelanya dengan mendudukkan Wina di atas pangkuannya, lalu mengangkat dagu wanita itu dan menciumnya.Tangan Wina sontak meremas kemeja Jihan. Dia sengaja menundukkan kepalanya untuk menahan ciuman Jihan yang panas.Sayangnya, Jihan tidak merasa puas hanya dengan mencium. Dia memaksa Wina untuk membuka mulutnya.Wina bersikeras tidak mau membuka mulutnya. Jemari Jihan yang semula menari-nari di punggung Wina pun bergeser turun ke pinggang ramping Wina, kemudian mencengkeramnya dengan kuat."Pilih, mau cium atau kita lakukan saja sekarang."Jihan bertanya setelah melepaskan bibir Wina, tetapi sambil menggigit daun telinga Wina.Wina refleks meng
Tidak lama kemudian, mobil pun tiba di depan vila Sara. Wina menarik kembali tangannya yang memijat pelipis Jihan sambil berkata, "Besok biar kutemani ke rumah sakit."Jihan balas mengangguk kecil, lalu kembali merangkul pinggang Wina. Jihan mengangkat kepala Wina, kemudian menciumnya lagi. Jihan merasa tidak rela berpisah dengan Wina. "Dadah ...."Wina balas berpamitan, lalu turun dari mobil. Dia membuka pintu vila dan menoleh lagi ke arah mobil.Jihan menurunkan kaca jendelanya hingga setengah. Wajahnya yang tampan terlihat begitu menawan di bawah sinar bulan.Wina pun tersenyum ke arah Jihan, lalu berbalik dan berjalan memasuki vila ....Begitu melihat pintu vila ditutup, Jihan yang sedari tadi terus menahan diri akhirnya terkulai di kursi belakang dengan lemas."Daris, obat pereda nyeri."Daris segera mengeluarkan obat pereda nyeri, lalu membuka kaca pembatas dan menyerahkan obat tersebut kepada Jihan.Jihan mengambil obat itu dan meminumnya. Wajahnya terlihat sangat pucat.Daris l
Wina tidak bisa tidur dengan tenang, jadi dia bangun dengan kondisi tubuh yang kurang bugar.Wina menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur. Setelah keluar dari kamar mandi, dia mengambil ponsel dan tasnya, lalu berjalan keluar vila.Wina berencana menemui Jihan dan menemaninya ke rumah sakit, tetapi Jihan ternyata sudah menunggu di luar pintu.Jihan bersandar di pintu mobil sambil memegang sebuket bunga mawar. Dia mengenakan setelan jas mahal dan kacamata hitam.Begitu melihat Wina keluar, Jihan langsung tersenyum kecil. "Wina ...."Wina balas tersenyum kepada Jihan. Mereka pun saling melangkah menghampiri secara kompak.Kemudian, Jihan menyerahkan buket bunga yang dia pegang. "Ini untukmu, tadi aku menyuruh orang untuk memetiknya."Wina mengambil buket bunga itu lalu menatap Jihan yang berdiri memunggungi arah matahari. Wina pun mengumpulkan keberaniannya, lalu melepaskan kacamata hitam Jihan.Sekarang, mata Jihan terlihat begitu merah. Sorot tatapannya tampak kusam. Sama se
Setelah Jihan menutup telepon, Zeno yang menyamar pun membuka pintu mobil dan masuk."Tuan, aku sudah selesai menyelidiki kematian kakak Tuan."Jihan meletakkan ponselnya, ekspresinya terlihat sedikit lelah. Dia hanya balas mengedikkan dagunya sebagai isyarat agar Zeno lanjut melaporkan."Kakak Tuan meninggal akibat penyakit otak yang disebabkan terlalu banyak bekerja. Aku sudah memeriksa setiap dokter, perawat dan semua orang yang melakukan kontak dengannya, termasuk obat-obatan yang dia gunakan dengan saksama. Semua hasilnya sama dan konsisten."Jihan pun mengernyit, wajahnya yang pucat terlihat agak dingin. "Maksudmu, Winata berbohong?""Mungkin Nona Winata menggunakan penyebab kematian kakak Tuan sebagai alasan untuk menyelamatkan hidupnya," ujar Zeno menyimpulkan.Kepala Jihan terasa berputar saat mengingat masa lalu, jadi dia tidak ingin mencari tahu lebih lanjut. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke arah Zeno.Zeno pun membuka pintu dan turun dari mobil, tetapi menoleh lagi saat
Kata-kata asisten pribadi itu membuat Jodie perlahan-lahan kembali tenang."Yah, tapi Jihan memang pantas dapat wanita kayak gitu."Jodie mendengus dengan dingin, lalu berbalik badan dan duduk di sofa dengan santai. Sorot matanya terlihat angkuh.Begitu melihat majikannya tersenyum, asisten pribadi itu langsung menimpali dengan pujian, "Memang dalam hal ini Tuan Muda lebih baik daripada Jihan."Tentu saja, mana mungkin Jodie akan jatuh cinta pada wanita yang jual diri!Mungkin Jihan yang sangat dingin itu takut tidak ada wanita yang sudi menjadi pasangannya, itu sebabnya dia sampai rela menjalin hubungan dengan wanita murahan.Perasaan Jodie pun menjadi jauh lebih baik, lalu dia menunjuk asistennya sambil bertanya, "Terus, lokasi Vera di Walston?"Si asisten yang sedari tadi hanya berdiri diam di sana segera berbalik badan menghadap Jodie."Nona Vera sudah nggak di Walston lagi. Dia naik pesawat pribadi ke Samudera Pasoa.""Samudera Pasoa?"Amarah Jodie kembali tersulut."Ngapain juga