Jihan memeluk Wina dengan erat sambil menatap Jodie dengan tajam dan dingin.Dia mencengkeram pergelangan tangan Jodie dengan segenap tenaganya. Jika Jihan mengerahkan tenaganya lebih dari ini, bisa-bisa pergelangan tangan Jodie patah.Jodie yang tidak bisa melawan pun balas menatap Jihan dengan dingin dan tajam."Justru kamu yang cari mati, Jihan!"Jodie mengangkat tangannya yang satu lagi dan mengibaskannya ke depan, para pengawalnya pun bergegas menyerbu ke arah Jihan.Wina yang bersandar di pelukan Jihan sontak ketakutan, jantungnya berdebar dengan begitu kencang. Apalagi saat dia menyadari bahwa Jihan hanya sendirian."Jihan, kamu cepat pergi sana!"Dari pembicaraan singkat mereka berdua, Wina langsung menyadari mereka adalah musuh bebuyutan yang saling menyimpan dendam. Sayangnya, kali ini Jihan tidak membawa pengawalnya. Bisa-bisa Jihan yang kalah.Jihan pun balas menatap Wina yang terlihat sangat khawatir itu dengan kesan menenangkan."Jangan takut, Wina."Setelah itu, Jihan me
Saat Wina hanya bisa memeluk Jihan karena tidak tahu harus berbuat apa, tiba-tiba sekelompok pengawal berjas dan berdasi yang dipimpin oleh Jefri pun bergegas keluar dari lift. Giliran para pengawal itu mengepung gerombolan Jodie."Kak Jihan!"Jefri tahu sedari dulu Jodie tidak bisa menandingi kekuatan fisik Jihan, tetapi tetap saja dia membawa begitu banyak pengawal karena merasa khawatir.Ternyata setelah berhasil menerobos kerumunan para pengawal, Jefri melihat Jihan yang sedang menahan Jodie di pintu lift.Jefri menghela napas lega, lalu melirik Jodie yang berada di ambang kematian dengan kesan menghina. "Sudahlah, akui saja kekalahanmu! Kamu nggak mungkin bisa mengalahkan Kak Jihan!"Kondisi fisik Jodie boleh saja lemah, tetapi semangat hidupnya sangat kuat. Dia benar-benar menolak mengaku kalah. "... Kalau kamu memang bisa ... coba saja membunuhku!"Jihan pun menghadiahi Jodie dengan mencekik pria itu makin kuat. Mungkin Jodie akan benar-benar mati tercekik jika bukan karena Wina
"Wina, kamu nggak apa-apa, 'kan?"Setelah selesai berbicara dengan Jefri di lantai atas, Sara pun langsung menuju kantornya.Setelah mandi dan berganti pakaian, Manajer Kerry pun melapor.Bahwa Jihan melihat Jodie yang sedang menggoda Wina, lalu kedua pria itu saling berkelahi di lantai bawah sampai membawa pistol segala.Sara benar-benar ketakutan, dia bahkan tidak sempat memakai sepatu hak tingginya. Sara hanya mengenakan sandal dan bergegas turun, rambutnya belum dikeringkan dan masih berantakan.Wina refleks mendorong Jihan yang hendak menciumnya, lalu berbalik menghadap Sara yang berlari menghampirinya dengan panik."Ya, aku nggak apa-apa, Sara. Jangan lari-lari begitu, nanti jatuh."Sara berlari menghampiri Wina dan berdiri di depannya, lalu mengitari Wina dan mengamati Wina dengan saksama.Setelah memastikan Wina benar-benar tidak terluka, barulah Sara merasa lega."Ya ampun, Wina, aku benar-benar takut! Kukira kamu bakal kenapa-kenapa, jantungku sampai berdebar kencang!"Wina p
"Wina, buka kancingnya."Yang Jihan maksud adalah membuka kancing pada kerah kemejanya.Wina tidak berani menyentuhnya lagi, jadi tentu saja dia menolak. "Kamu 'kan bisa melakukannya sendiri."Jihan menggerakkan sedikit bagian bawah tubuhnya. Ujung telinga Wina yang bisa merasakan sensasi lain di sana pun sontak memerah."Ya, ya, kubantu, tapi janji kamu akan menurunkanku!""Ya oke ..." jawab Jihan dengan suara yang terdengar serak.Wina akhirnya menyentuh kemeja satin berwarna perak itu.Begitu membuka tiga kancing teratas dari kemeja Jihan, Wina pun memandang apa yang terlihat dari balik kerah kemeja yang terbuka ....Dada Jihan yang bidang dan berotot, kulit Jihan yang putih mulus, tulang selangka Jihan yang ramping dan seksi, serta jakun Jihan yang tampak menggoda.Jika melihat ke atas, ada wajah tampan Jihan yang terlihat menawan di bawah sorot redup lampu ....Wina menatap Jihan yang memancarkan aura menggoda. Makin lama dia menatap pria itu, makin Wina yakin Jihan sedang merayun
Setelah menerima pesanan barang-barang emasnya, Sam pun membawanya ke mana-mana dengan bangga. Dia berniat berterima kasih kepada Wina sekaligus memamerkannya.Siapa sangka Jihan ada di sini! Aduh, sial sekali!Senyuman kaku Sam yang khas pun langsung sirna. "Hei, muridku! Kamu ini benar-benar nggak berperasaan!"Mana bisa mereka berpesta merayakan dengan gembira jika ada pria sedingin Jihan di sini!Begitu melihat Jihan, para arsitek lainnya yang mengikuti Sam pun sontak berhenti tersenyum.Jangankan berani masuk, mereka hanya berdiri diam di depan pintu sambil saling mendorong, "Sana, sana, duluan saja ...."Arsitek yang didorong-dorong itu sontak mengibas-ngibaskan tangannya dengan putus asa. Keberadaan Jihan benar-benar membuat nyalinya menciut. "Nggak, nggak, jangan, kamu saja yang masuk duluan ...."Wina melirik ke arah para arsitek yang tidak berani masuk, lalu ke arah Jihan yang memancarkan aura mencekam.Wina menelan ludah dengan gugup, lalu berbisik pada Jihan, "Gimana kalau
Pelayan apa?Sam refleks menatap Wina dengan bingung.Wina balas menggelengkan kepalanya, dia juga sama tidak mengertinya.Tiba-tiba, Daris berjalan masuk lagi sambil mengajak seorang pria tampan yang memakai riasan.Di saat Sam sedang mempertanyakan masa pelayan yang Jihan maksud adalah makhluk tidak jelas seperti ini, Daris malah menunjuk ke arah Sam sambil berkata, "Temani dia bersenang-senang!"Sam menatap pelayan yang berjalan menghampirinya dengan gemulai itu. Berbagai jenis cacian langsung terucap di dalam hatinya!Sam sontak bangkit berdiri dengan takut. Dia hendak kabur, tetapi pelayan yang "kekar, tetapi gemulai" itu malah mendorongnya kembali ke atas sofa.Aroma parfum si pelayan yang begitu tajam menusuk nyaris membuat Sam muntah. "Dasar bajingan! Lepaskan aku!"Akan tetapi, pelayan itu malah membelai wajah tampan Sam. "Kakak yang ganteng, malam ini aku adalah milikmu. Sini, biar kubantu kamu menenangkan diri!""Tenang apanya ...." Belum sempat Sam melontarkan kata makian,
Saat Jihan menggendong Wina ke dalam lift, Sara bergegas menghampiri mereka dari arah lobi."Tunggu! Ada yang mau kuberitahukan kepada kalian!"Sara terlalu mengkhawatirkan kondisi Wina sampai-sampai dia lupa memberi tahu mereka tujuan kedatangan Jodie ke klub ini."Pak Jihan, Wina."Sara menghampiri mereka berdua dan berkata, "Jodie ke sini untuk menanyakan keberadaan Vera."Wina segera memberi isyarat kepada Jihan untuk menurunkannya. Setelah berdiri di atas lantai dengan mantap, Wina pun mengernyit menatap Sara."Ngapain dia nanya-nanya soal keberadaan kakakku?"Apa jangan-jangan Jodie merasa wajah Wina tidak asing karena sebenarnya sudah pernah bertemu dengan Vera?"Kalau dari nada bicaranya yang kasar dan galak itu, kayaknya dia berniat cari masalah dengan Vera.""Dia musuh kakakku?"Akan tetapi, Sara hanya balas menggeleng tanda tidak yakin."Aku tahunya dia ke sini karena dia tahu kamu sudah kembali dari Britton dan kamu langsung menemuiku di sini. Itu sebabnya dia ke sini.""Ka
Daris duduk di kursi pengemudi mobil Lincoln yang sudah dimodifikasi itu, lalu dengan peka menurunkan kaca pembatas dengan kursi belakang.Wina menoleh menatap Jihan yang masih terlihat pucat dengan khawatir. "Kamu baik-baik saja?""Ya ..." jawab Jihan sambil menggelengkan kepalanya.Wina pun mengernyit. "Tapi ...."Akan tetapi, Jihan langsung menyelanya dengan mendudukkan Wina di atas pangkuannya, lalu mengangkat dagu wanita itu dan menciumnya.Tangan Wina sontak meremas kemeja Jihan. Dia sengaja menundukkan kepalanya untuk menahan ciuman Jihan yang panas.Sayangnya, Jihan tidak merasa puas hanya dengan mencium. Dia memaksa Wina untuk membuka mulutnya.Wina bersikeras tidak mau membuka mulutnya. Jemari Jihan yang semula menari-nari di punggung Wina pun bergeser turun ke pinggang ramping Wina, kemudian mencengkeramnya dengan kuat."Pilih, mau cium atau kita lakukan saja sekarang."Jihan bertanya setelah melepaskan bibir Wina, tetapi sambil menggigit daun telinga Wina.Wina refleks meng