Wina melirik Jihan, lalu bertanya dengan tenang, "Jihan, apa kamu baru mau melepaskanku setelah aku melahirkan seorang anak?"Tubuh Jihan sontak menegang, tetapi dia hanya menundukkan kepalanya. Jihan tidak berani menatap Wina ....Wina mengabaikan respons Jihan dan melanjutkan, "Aku nggak keberatan melahirkan anakmu, tapi tolong lepaskan aku setelah anakmu lahir."Wajah Jihan seketika menjadi pucat, sekujur tubuhnya terasa dingin ....Jihan pun perlahan menengadah, lalu menatap Wina yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Ekspresi Wina yang terlihat sangat datar sontak membuat dada Jihan terasa begitu sesak.Jihan menatap Wina selama beberapa saat, lalu jemarinya yang gemetar dan terasa dingin mengusap pipi Wina yang selalu membuat Jihan makin jatuh cinta setiap kali Wina tersenyum."Nggak usah, Wina .... Aku ... aku akan melepaskanmu."Jihan mengucapkan ketiga kata terakhir itu dengan sangat lambat dan pelan seolah-olah dia menggunakan segenap tenaganya.Sorot tatapan Jihan terli
Jihan memandang Wina dalam diam selama beberapa saat, lalu melepaskan genggamannya dengan lembut, menyelimuti tubuh Wina, bangkit berdiri dan keluar dari bangsal.Jihan pulang ke vila dan pergi ke dapur untuk memasak semangkuk bubur. Dia memasak dengan begitu hati-hati seolah-olah ini adalah kali terakhir dia bisa memasak untuk Wina.Setelah buburnya matang, Jihan menuangkannya ke dalam wadah. Jihan juga menyiapkan beberapa lauk kesukaan Wina dengan penuh perhatian, lalu membawa semua makanan itu kembali ke rumah sakit.Wina yang merasa lelah pun tidur sebentar selagi Jihan pulang ke vila. Begitu melihat Jihan masuk kembali ke kamarnya sambil membawa begitu banyak makanan, tenggorokan Wina sontak terasa tercekat.Jihan meletakkan satu per satu kotak bekal di atas lemari sebelah kasur, lalu mengeluarkan sebuah mangkuk kecil dan mengisinya dengan bubur.Setelah itu, Jihan duduk di tepi kasur sambil menatap Wina yang juga sedang memandangnya dengan tenang. "Wina, kamu pasti lapar karena s
Wina diinfus selama beberapa hari di rumah sakit. Selama periode rawat inap ini, Jihan selalu menemani Wina dan merawatnya dengan penuh perhatian.Akhirnya, Wina diizinkan untuk keluar dari rumah sakit. Saat Wina sedang ke kamar mandi, Jihan yang kondisi fisiknya sudah di ambang batas pun nyaris ambruk ke atas lantai.Pengawal yang berjaga di luar kamar sontak menjadi panik, dia bergegas masuk untuk memapah Jihan. "Apa Tuan baik-baik saja?"Jihan mendorong pengawal itu dan menstabilkan tubuhnya dengan menumpukan satu tangan pada dinding, lalu memerintahkan dengan dingin, "Ambil mobilnya."Pengawal itu agak mengkhawatirkan Jihan, tetapi dia tetap harus mematuhi perintah Jihan. Pengawal itu pun berbalik badan dan segera berjalan keluar dari bangsal.Jihan duduk di sofa, satu tangannya mengusap pelipisnya yang terasa sakit karena kelelahan.Tepat pada saat itu, Wina pun keluar dari kamar mandi. Dia memperhatikan Jihan yang sedang duduk dengan mata terpejam, kelihatannya pria itu sedang ti
Tidak lama kemudian, mobil mereka pun tiba di bandara. Wina langsung membuka pintu hendak keluar dari mobil, tetapi Jihan mencengkeram tangan Wina dengan sigap.Dengan wajahnya yang tampak pucat dan suaranya yang terdengar serak, Jihan pun berkata, "Biar kuantar masuk, Wina."Wina hendak mengatakan sesuatu, tetapi Jihan langsung menyela, "Tolong jangan menolak, Wina. Aku akan langsung pergi setelah mengantarmu."Jihan menggandeng Wina turun dari mobil, lalu memerintahkan pengawalnya untuk membawakan barang-barang Wina. Jihan sendiri yang mengantar Wina masuk ke bandara.Wina pun melihat sosok Sam yang sedang duduk di ruang tunggu keberangkatan. Wina menengadah menatap Jihan yang berdiri di sampingnya, "Cukup sampai sini saja."Kemudian, Wina melanjutkan, "Terima kasih sudah menjagaku selama ini."Wina hendak melepaskan tangannya dari cengkeraman Jihan, tetapi Jihan tidak rela.Setelah berusaha melepaskan genggaman Jihan, tetapi berujung gagal, akhirnya Wina menatap Jihan dan bertanya,
Valeria awalnya akan pulang ke tanah air setelah menuntaskan misinya. Namun, begitu masuk ke bandara, dia malah melihat Jihan yang sedang muntah darah.Valeria sontak melepaskan kacamata hitamnya dengan kaget, dia bergegas menghampiri Jihan dengan sepatu hak tingginya.Valeria mengernyit melirik Jihan, lalu bertanya kepada pengawal Jihan, "Majikanmu kenapa?"Pengawal itu menggelengkan kepalanya ke arah Valeria, matanya tertuju pada sosok Wina yang sedang melewati pemeriksaan keamanan jauh di sana.Valeria mengikuti arah pandangan pengawal itu dan melihat Wina yang tampak mantap untuk berjalan pergi.Setelah itu, Valeria menggeleng-gelengkan kepalanya ke arah Jihan dengan penuh simpati.Ternyata ucapan kakaknya benar, Tuan Malam memang sudah menjadi budak cinta.Walaupun Valeria sedang menyindir Jihan di dalam hati, dia bukanlah orang yang tidak berperasaan. Valeria pun berkata kepada pengawal Jihan, "Rumah sakitku ada di sebelah bandara. Bawa saja majikanmu ke sana untuk diobati."Lebi
Olivia sontak merasa panik, dia menyadari sudah ketahuan. Olivia pun segera menggelengkan kepalanya.Jihan menahan rasa mualnya, lalu mematahkan pergelangan tangan Olivia. "Jawab!"Olivia sontak menjerit kesakitan dan menangis.Dia memang belum pernah melihat cara Jihan menyelesaikan segala sesuatunya. Olivia hanya tahunya Jihan itu bagaikan sosok yang tidak terjangkau.Tidak disangka Jihan ternyata tega menyerang wanita yang lebih lemah.Jihan sudah bersikap sekejam ini saat belum tahu yang sebenarnya, jadi bukankah jika Jihan tahu itu berarti Jihan akan membunuh Olivia?Olivia yang ketakutan pun menahan rasa sakit yang menghujamnya sambil berbohong, "Aku cuma melihat kalian di bandara! Kamu muntah darah setelah mengantar Wina pergi, jadi bukankah itu karena kalian sudah putus?""Aku mengantarnya pulang karena dia ada urusan pekerjaan. Aku muntah darah karena perutku bermasalah. Kenapa bisa-bisanya kamu mengira kami putus?" tanya Jihan dengan sorot tatapan yang makin dingin.Jantung O
Pengawal itu pun bangkit berdiri, lalu menatap Olivia dengan dingin. Olivia yang sedang terbaring di atas lantai itu sedang menekan pergelangan tangannya yang berdarah dengan tangannya yang satu lagi.Olivia sama sekali tidak menyangka Jihan sepintar dan sekeji ini!Dia terlalu terburu-buru. Olivia mengira bisa mengambil hati Jihan dengan memberikan pria itu perhatian di saat pria itu sedang patah hati, tetapi ternyata dugaannya itu keliru ....Olivia diam-diam menyesali keputusannya, dia menatap pergelangan tangannya yang terus mengucurkan darah dengan gelisah.Mau mati sekarang ataupun nanti sama saja buruknya.Masalahnya, Olivia tidak punya pilihan lain sekarang. Lebih baik dia menunda kematiannya selagi masih memiliki kesempatan untuk mencari cara kabur.Jadi ...."Oke, oke, aku akan mengaku!""Tapi, panggilkan dokter untuk mengobatiku dulu!" kata Olivia sambil menengadah menatap pengawal itu."Kamu nggak berhak tawar-menawar dengan kami!" sahut si pengawal sambil menatap Olivia de
Di rumah sakit."Seret dia keluar!"Zeno sontak gemetar mendengar suara Jihan yang begitu dingin. Sepertinya, kali ini Jihan akan turun tangan sendiri.Zeno pun pergi ke kamar mandi, lalu mencengkeram tangan Olivia yang patah dan menyeret wanita itu ke hadapan Jihan.Olivia menutupi pergelangan tangannya yang sudah berhenti mengeluarkan darah dengan gemetar, lalu menatap Jihan yang auranya sudah terasa haus darah dengan ketakutan.Jihan duduk di atas sofa dan menatap Olivia seolah-olah kematian wanita itu sudah pasti, lalu membuka telapak tangannya.Zeno yang berdiri di belakang Jihan langsung mengeluarkan sebilah pisau emas dan meletakkan pisau itu di atas tangan Jihan.Jihan mengetuk-ngetuk setumpuk uang dolar yang diletakkan di atas meja kaca dengan ujung pisaunya."Nih, 50 juta dolar. Ini biaya jasamu memperbaiki kulit punggung Wina. Utangku sudah lunas."Olivia melirik semua uang itu, matanya yang semula tampak ketakutan pun melebar dengan penuh harap. Karena Jihan sudah berbaik h