"Jihan, kamu 'kan sudah janji mengizinkanku mengejarmu? Kenapa kamu malah memperlakukan aku begini?"Mendengar pertanyaan Olivia, ekspresi Jihan menjadi lebih serius."Jatah tiga bulanmu sudah habis, pergi sana."Olivia menatap ekspresi dingin Jihan dengan tidak berdaya.Waktu itu Olivia mengusulkan tiga tahun untuk mengejar Jihan, tetapi Jihan hanya memberinya tiga bulan.Selama tiga bulan ini, Jihan juga terus mengurung diri di NASA. Sepertinya, dia sudah memperhitungkan segalanya.Olivia sudah begitu sabar menunggu Jihan hingga pria itu akhirnya keluar, tetapi tiga bulan juga sudah berlalu.Jihan memang pantas menjadi CEO Grup Lionel. Kalkulasinya tidak meleset.Namun, memangnya kenapa? Saat Olivia sudah memutuskan untuk mengejar seseorang, dia tidak akan pernah peduli dengan perasaan orang yang dikejar.Olivia tahu Jihan fobia terhadap kuman dan memiliki pembawaan yang dingin, jadi dia juga tidak ambil hati dengan respons kasar Jihan terhadapnya.Olivia pun tidak lagi memegangi pin
Setelah berhasil meyakinkan Wina, Jenny pun mengantar mereka untuk berganti pakaian.Semua kalangan, pria maupun wanita, pasti akan selalu menganggap serius sebuah jamuan makan malam. Sudah menjadi sebuah norma etika untuk menghadiri jamuan dengan penampilan semenarik mungkin.Wina mengenakan gaun panjang berwarna hitam dengan bagian punggung yang terbuka dan potongan bagian depan berbentuk V yang rendah, bahan gaun yang ketat menonjolkan lekuk tubuh Wina.Ditambah dengan rambut pendeknya yang sebahu, dada Wina yang montok, pinggangnya yang ramping, serta pahanya yang putih mulus pun terpampang dengan jelas.Wina merasa desain gaun ini terlalu terbuka. Dia meminta Jenny untuk menggantinya, tetapi Jenny membujuk Wina untuk tetap mengenakannya karena waktunya sudah tidak banyak.Pada akhirnya, Wina meminjam jas Sam untuk menutupi tubuhnya, setidaknya supaya bagian punggungnya yang terbuka tidak begitu terlihat.Tidak lama kemudian, mereka pun tiba di hotel. Sam turun dari mobil, lalu men
Setelah berpikir sejenak, Wina akhirnya menyetujui permintaan Jihan.Jihan pun mengajak Wina ke teras. Seorang pelayan memberikan dua gelas anggur kepada mereka.Wina sebenarnya tidak boleh minum, tetapi berduaan saja dengan Jihan membuatnya merasa kikuk dan malu.Jadi, Wina memegang gelas anggur itu, lalu menundukkan kepalanya sambil menyesap anggur untuk melewati waktu yang terasa begitu canggung ini.Setelah Wina beberapa kali meneguk anggur, Jihan pun mengambil gelas anggur itu."Jangan minum banyak-banyak, kamu 'kan habis operasi besar."Setelah itu, Jihan meletakkan gelas anggur Wina di atas meja bar yang terletak di samping, lalu kembali menatap Wina.Sinar lampu yang redup menyinari wajah mungil Wina. Kulitnya yang putih mulus, fitur wajahnya yang lembut .... Benar-benar cantik sempurna.Pandangan Jihan pun perlahan turun ke bawah, dia menatap rambut pendek Wina yang menempel di leher jenjang Wina.Padahal Jihan hanya sekadar melirik, tetapi gairahnya langsung bangkit. Dia taku
Bulu kuduk di sekujur tubuh Jihan sontak meremang. Dia sudah tiga tahun lebih tidak menyentuh Wina, jadi satu lirikan saja bisa dengan mudahnya membuat Jihan kehilangan kendali. Apalagi jika Wina yang memulai.Masalahnya, saat ini Wina sudah menikah. Wina pasti dijebak dan meminum sesuatu yang tidak seharusnya dia minum, makanya Wina menggigit daun telinga Jihan dan berkata seperti itu.Namun ... napas Wina yang panas serta ciuman Wina di telinganya membuat sekujur tubuh Jihan terasa seperti tersengat listrik. Akal sehatnya langsung kalah oleh hawa nafsu.Jihan pun memeluk pinggang Wina yang ramping, lalu menekan tubuh Wina ke atas meja bar.Tangan Jihan yang lain memegang bagian belakang kepala Wina. Jihan menundukkan kepalanya, lalu mencium Wina dengan penuh gairah tanpa memikirkan risiko apa yang harus dia tanggung ....Jihan tidak bisa mengendalikan dirinya, dia benar-benar menginginkan Wina. Namun, akal sehatnya masih bisa bekerja. Jihan tahu dia tidak seharusnya menginginkan Wina
Seandainya Jihan tidak menghadiri acara malam ini, Wina pasti akan jatuh ke dalam jebakan Pierre. Membayangkannya saja sudah membuat Jihan merasa sangat marah!Jihan bisa menahan rasa sakit dan memberikan Wina kepada Ivan, tetapi tidak akan dia biarkan pria lain menginginkan Wina! Bahkan sekadar melirik saja tidak boleh!Begitu mendengar perintah Jihan, Pierre sontak menjadi sangat ketakutan. Dia langsung berseru dengan marah, "Punya hak apa kamu menembakku, hah!"Jihan tidak mengacuhkan seruan Pierre, dia bergegas meninggalkan teras sambil menggendong Wina. Jihan berjalan melewati aula pesta, lalu langsung masuk ke dalam mobil mewahnya yang besar.Setelah membaringkan Wina di kursi belakang yang luas, dia menatap si sopir dengan dingin sambil berkata, "Turunkan jendela pembatasnya!"Tatapan Jihan membuat nyali sopir itu menjadi ciut, dia pun segera menurunkan jendela pembatas.Setelah tidak bisa lagi melihat Jihan dan Wina yang duduk di kursi belakang, sopir itu mendengar Jihan memeri
Jihan duduk di tepi ranjang rumah sakit dan menggunakan kantong es itu untuk menurunkan suhu tubuh Wina.Tubuh Wina yang semula tampak kemerahan karena suhu tubuhnya yang naik pun berangsur-angsur kembali normal.Jihan meletakkan kantong es itu, lalu mengusap pipi Wina.Wajah Wina sudah tidak begitu panas, jadi kernyitan Jihan pun perlahan lebih rileks.Jihan menggenggam tangan Wina dan menatap wajahnya dengan saksama, sorot tatapannya terlihat penuh cinta dan kasih sayang.Menit demi menit berlalu, langit malam berganti menjadi siang. Wina yang terbaring di atas ranjang rumah sakit tampak mengernyit, lalu perlahan-lahan membuka matanya.Hal pertama yang dia lihat adalah wajah tegas Jihan yang menatapnya dengan saksama.Wina refleks memalingkan pandangannya agar tidak bertatapan dengan Jihan, tetapi dia sontak teringat saat dia berinisiatif mencium Jihan.Jantung Wina seolah berhenti berdetak selama sepersekian detik. Dia jadi ingat bahwa setelah meminum anggurnya, tiba-tiba tubuhnya t
Jihan menatap Wina dengan penuh kasih sayang. "Biarkan aku menemanimu selama kamu di Walston."Sorot mata Wina langsung terlihat kaget, akal sehatnya pun kembali. "Itu bukan tindakan yang pantas, Tuan Jihan."Kali ini Wina memang terlibat dengan Jihan lagi karena meminum sesuatu yang tidak seharusnya dia minum, tetapi masalah ini tidak perlu diperpanjang.Jihan pun menyunggingkan seulas senyuman getir. "Kamu takut suamimu yang berada di rumah keberatan, Nona Wina?"Wina menggelengkan kepalanya dengan pelan sambil menjawab, "Tuan Jihan, aku merasa sangat lelah saat mencintaimu. Aku nggak mau jatuh ke lubang yang sama."Begitu mendengar kata-kata "mencintaimu" terlontar dari mulut Wina, jantung Jihan pun seolah berhenti berdetak selama sepersekian detik. Matanya tampak agak berkaca-kaca. "Wina, aku sudah bertahun-tahun menunggu kamu bilang begitu ...."Wina pun balas menatap Jihan, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku juga sudah menunggu bertahun-tahun untuk mendengarmu mengatakan kamu me
Dari responsnya yang hanya diam, Jihan langsung tahu jawaban Wina.Dia pun menekan tombol bantuan di bagian kepala ranjang rumah sakit.Si kepala rumah sakit segera berjalan masuk. "Ada apa, Pak Jihan?"Jihan duduk bersandar di sofa sambil menatap ekspresi si kepala rumah sakit yang tampak agak panik, lalu berkata dengan suara dingin, "Periksa sekujur tubuhnya apa ada organ yang rusak gara-gara obat itu atau nggak."Awalnya, si kepala rumah sakit ingin mengatakan bahwa obat perangsang seperti itu tidak akan merusak organ.Wina juga merasa tidak perlu, tetapi belum sempat dia mengatakan apa-apa, si kepala rumah sakit sudah berbalik dan berjalan keluar dari kamar rawatnya.Kepala rumah sakit saja tidak berani membantah perintah dari si pemegang saham utama. Dia langsung meminta setiap departemen rumah sakit untuk mengirimkan dokter terbaik guna memeriksa kondisi tubuh Wina.Berkat pemeriksaan yang menyeluruh dan saksama, semua gangguan dalam tubuh Wina pun terdeteksi, termasuk anemianya.
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je