Seandainya Jihan tidak menghadiri acara malam ini, Wina pasti akan jatuh ke dalam jebakan Pierre. Membayangkannya saja sudah membuat Jihan merasa sangat marah!Jihan bisa menahan rasa sakit dan memberikan Wina kepada Ivan, tetapi tidak akan dia biarkan pria lain menginginkan Wina! Bahkan sekadar melirik saja tidak boleh!Begitu mendengar perintah Jihan, Pierre sontak menjadi sangat ketakutan. Dia langsung berseru dengan marah, "Punya hak apa kamu menembakku, hah!"Jihan tidak mengacuhkan seruan Pierre, dia bergegas meninggalkan teras sambil menggendong Wina. Jihan berjalan melewati aula pesta, lalu langsung masuk ke dalam mobil mewahnya yang besar.Setelah membaringkan Wina di kursi belakang yang luas, dia menatap si sopir dengan dingin sambil berkata, "Turunkan jendela pembatasnya!"Tatapan Jihan membuat nyali sopir itu menjadi ciut, dia pun segera menurunkan jendela pembatas.Setelah tidak bisa lagi melihat Jihan dan Wina yang duduk di kursi belakang, sopir itu mendengar Jihan memeri
Jihan duduk di tepi ranjang rumah sakit dan menggunakan kantong es itu untuk menurunkan suhu tubuh Wina.Tubuh Wina yang semula tampak kemerahan karena suhu tubuhnya yang naik pun berangsur-angsur kembali normal.Jihan meletakkan kantong es itu, lalu mengusap pipi Wina.Wajah Wina sudah tidak begitu panas, jadi kernyitan Jihan pun perlahan lebih rileks.Jihan menggenggam tangan Wina dan menatap wajahnya dengan saksama, sorot tatapannya terlihat penuh cinta dan kasih sayang.Menit demi menit berlalu, langit malam berganti menjadi siang. Wina yang terbaring di atas ranjang rumah sakit tampak mengernyit, lalu perlahan-lahan membuka matanya.Hal pertama yang dia lihat adalah wajah tegas Jihan yang menatapnya dengan saksama.Wina refleks memalingkan pandangannya agar tidak bertatapan dengan Jihan, tetapi dia sontak teringat saat dia berinisiatif mencium Jihan.Jantung Wina seolah berhenti berdetak selama sepersekian detik. Dia jadi ingat bahwa setelah meminum anggurnya, tiba-tiba tubuhnya t
Jihan menatap Wina dengan penuh kasih sayang. "Biarkan aku menemanimu selama kamu di Walston."Sorot mata Wina langsung terlihat kaget, akal sehatnya pun kembali. "Itu bukan tindakan yang pantas, Tuan Jihan."Kali ini Wina memang terlibat dengan Jihan lagi karena meminum sesuatu yang tidak seharusnya dia minum, tetapi masalah ini tidak perlu diperpanjang.Jihan pun menyunggingkan seulas senyuman getir. "Kamu takut suamimu yang berada di rumah keberatan, Nona Wina?"Wina menggelengkan kepalanya dengan pelan sambil menjawab, "Tuan Jihan, aku merasa sangat lelah saat mencintaimu. Aku nggak mau jatuh ke lubang yang sama."Begitu mendengar kata-kata "mencintaimu" terlontar dari mulut Wina, jantung Jihan pun seolah berhenti berdetak selama sepersekian detik. Matanya tampak agak berkaca-kaca. "Wina, aku sudah bertahun-tahun menunggu kamu bilang begitu ...."Wina pun balas menatap Jihan, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku juga sudah menunggu bertahun-tahun untuk mendengarmu mengatakan kamu me
Dari responsnya yang hanya diam, Jihan langsung tahu jawaban Wina.Dia pun menekan tombol bantuan di bagian kepala ranjang rumah sakit.Si kepala rumah sakit segera berjalan masuk. "Ada apa, Pak Jihan?"Jihan duduk bersandar di sofa sambil menatap ekspresi si kepala rumah sakit yang tampak agak panik, lalu berkata dengan suara dingin, "Periksa sekujur tubuhnya apa ada organ yang rusak gara-gara obat itu atau nggak."Awalnya, si kepala rumah sakit ingin mengatakan bahwa obat perangsang seperti itu tidak akan merusak organ.Wina juga merasa tidak perlu, tetapi belum sempat dia mengatakan apa-apa, si kepala rumah sakit sudah berbalik dan berjalan keluar dari kamar rawatnya.Kepala rumah sakit saja tidak berani membantah perintah dari si pemegang saham utama. Dia langsung meminta setiap departemen rumah sakit untuk mengirimkan dokter terbaik guna memeriksa kondisi tubuh Wina.Berkat pemeriksaan yang menyeluruh dan saksama, semua gangguan dalam tubuh Wina pun terdeteksi, termasuk anemianya.
"Aku bisa jalan sendiri, tolong turunkan aku."Wina tidak terluka parah sampai perlu digendong.Wina meronta turun, tetapi Jihan merekatkan pelukannya, Wina pun tidak bisa berkutik.Jihan menggendongnya sampai keluar rumah sakit dan memasukkannya ke dalam mobil."Walston nggak aman, aku antar kamu pulang ya."Setelah Jihan memakaikan sabuk pengaman untuk Wina, dia memberi isyarat pada sopir untuk turun dari mobil.Sopir itu karyawan perusahaan cabang Walston. Dia tidak mengerti dan bingung dengan sikap Jihan.Sopir itu menatap Wina beberapa kali sampai akhirnya tersadar bahwa CEO-nya ingin berduaan saja dengan wanita itu. Barulah setelah itu si sopir turun.Jihan menatap sopir itu dengan dingin, lalu berkata, "Jangan datang lagi."Si sopir mematung di tempat. Maksudnya ... jangan datang ke sini lagi, atau jangan datang bekerja lagi?Dia menatap ke arah mobil yang sedang melaju pergi, menggaruk kepalanya dan berpikir lama. Akhirnya menemukan jawabannya ...."Sial, aku dipecat!"Jihan me
Saat melihat laci yang sudah kosong itu, Wina sontak merasa putus asa.Buku sketsa peninggalan kakaknya itu sudah lenyap.Wina menatap laci itu selama beberapa detik, lalu berbalik badan dan berjalan menghampiri Sam. Wina mulai menganalisis situasi dengan tenang."Pencuri biasanya cuma tertarik dengan uang, tapi mereka malah mencuri sketsa kita. Itu berarti mereka memang berniat mencuri sketsanya. Apa ada orang di industri ini yang mungkin menginginkan buku sketsa Vera?"Sam yang sedang mengirimkan foto kuas emasnya kepada polisi pun sontak terdiam mendengar pertanyaan Wina.Dia menatap Wina, lalu menjawab, "Ada banyak arsitek yang menginginkan buku sketsa Vera, tapi kalau sampai datang ke Walston untuk mencurinya ...."Seolah menyadari sesuatu, Sam pun langsung memberikan nama beberapa arsitek kepada pihak kepolisian dan meminta polisi untuk memeriksa orang-orang itu.Setelah mendapatkan petunjuk, para polisi itu pun berjalan pergi. Sam menghampiri Wina."Hotel ini sudah nggak aman la
Setelah akhirnya berhasil lepas dari gendongan Jihan, Wina pun mundur selangkah. Dia menempelkan tubuhnya di dinding lift dan menatap Jihan sambil bertanya, "Kamu mau membawaku ke mana?"Sikap Wina yang begitu waspada pun membuat sorot mata Jihan menjadi lebih serius. "Ke vilaku.""Kamu ngerti nggak sih maksudku waktu di rumah sakit?" tanya Wina dengan frustrasi.WIna tidak ingin mereka saling berhubungan lagi, tetapi sekarang Jihan malah meminta Wina untuk pergi ke vilanya?Jihan pun balas menatap Wina selama beberapa detik, lalu berkata, "Ngerti, tapi memangnya kamu bisa ke mana lagi dengan situasimu yang kayak gini?"Pertanyaan Jihan seolah menohok jantung Wina. Dia pun terdiam dengan sangat canggung, lalu akhirnya berkata, "Biar solusinya kupikirkan dengan temanku.""Apanya memikirkan solusi, dia saja nggak bisa melindungi dirinya sendiri," cibir Jihan.Wina hendak membela diri, tetapi dia tahu ucapan Jihan ada benarnya. Biarpun begitu ...."Aku ....""Wina, kamu nggak aman tinggal
Suara Jihan yang sengaja direndahkan terdengar agak memikat seolah-olah pria itu memang berniat menggoda Wina.Wina tetap berdiri diam, lalu menggelengkan kepalanya dengan pelan."Nggak ada hubungannya dengan dia."Wina sudah mengatakannya dengan jelas sewaktu di rumah sakit. Wina menolak Jihan karena merasa terlalu lelah mencintai Jihan.Selama ini, rasanya mereka selalu menempuh jalan yang berbeda. Sering sekali mereka saling mencurigai dan mengetes.Walaupun penyebabnya hanyalah kesalahpahaman, tidak dapat dipungkiri Wina memang merasa frustrasi dan putus asa.Dia masih ingat betapa menyiksanya dulu saat tidak bisa melepaskan Jihan, jadi Wina merasa terlalu takut untuk kembali jatuh cinta.Jihan berharap bisa melihat sorot cemburu dalam tatapan Wina, tetapi tidak menemukannya. Sepertinya, alasannya memang bukan karena Olivia.Jihan pun sedikit menjauhkan tubuhnya, sorot matanya yang dingin terlihat kecewa. "Kayaknya kamu memang sudah nggak peduli lagi denganku."Wina balas melirik J