Begitu tahu bahwa Ivan dan Jihan sama-sama sudah pergi, Sara bergegas ke rumah sakit.Wina terbaring di ranjang rumah sakit, luka di punggungnya masih bernanah bahkan setelah diberi obat.Wina menoleh menatap pemandangan di luar jendela dengan murung dan sambil melamun.Saat sudah berada cukup dekat dengan Wina, barulah Sara menyadari Wina sedang menahan sakit sampai berkeringat dingin. Namun, Wina hanya diam.Kedua tangan Wina mencengkeram seprai dengan kuat seolah-olah mencoba untuk menahan rasa sakit di punggungnya.Sara pun tidak kuasa menahan air matanya, dia ikut merasa sedih dengan kondisi Wina. "Wina ...."Mendengar suara Sara ini, Wina menengadahkan kepalanya dan menatap sosok di hadapannya selama beberapa saat, pandangannya tidak mau fokus.Begitu samar-samar bisa melihat sosok Sara, barulah Wina membuka bibirnya yang kering dan menyapa dengan suara pelan, "Kak Sara ...."Wina jarang sekali memanggil Sara dengan sebutan seperti itu, biasanya Wina hanya melakukannya di saat se
Begitu memasukkan ponselnya ke dalam saku jas dokternya, Lilia pun melihat seorang pria tampan yang berpakaian modis sedang berjalan menuju kamar rawat VIP tempat Wina berada.Begitu melihat Lilia, alis pria itu pun terangkat dan dia bertanya sambil tersenyum dengan lebar, "Bu Dokter, apa ada pasien bernama Nona Wina di kamar ini?"Ekspresi Lilia sontak menjadi kaku. Jangan bilang orang lain yang menyukai Wina langsung datang secepat ini?Walaupun Lilia merasa kebingungan, dia tetap menjawab sambil tersenyum, "Iya, benar. Anda siapa, ya?"Pria itu mengeluarkan kartu namanya dari dalam saku jasnya, lalu menyerahkannya kepada Lilia. "Oh, nama saya Sam."Lilia pun menatap kartu nama berwarna emas itu. Di atasnya tertulis Kepala Desainer PT Vera Construction. "Oh ya, halo," sapa Lilia sambil tersenyum.Sam berjabat tangan dengan Lilia, lalu meletakkan kartu namanya ke atas telapak tangan Lilia sambil tersenyum. "Kalau Bu Dokter mau mendesain rumah, silakan hubungi saya. Nanti saya kasih di
Setelah Sam pergi, Sara langsung mengomel, "Dia itu siapa sih? Senyumannya aneh banget, caranya bicara juga kasar."Wina sebenarnya sudah terlalu lelah sehabis meladeni Sam, tetapi dia tetap menghibur Sara, "Sudah, nggak usah dipikirin. Desainer 'kan memang agak eksentrik ...."Sara yang masih merasa sangat kesal pun mengeluarkan ponselnya dan mencari informasi tentang Sam di internet. Sara ingin tahu seberapa hebatnya Sam dan kenapa pria itu begitu terkenal.Setelah membaca riwayat karier Sam, Sara memutuskan untuk melupakan kekesalannya. Dia tidak mau berdebat dengan orang pintar semacam Sam.Sara meletakkan ponselnya sambil berpura-pura tidak peduli, lalu bertanya dengan lembut kepada Wina, "Kamu lapar, Wina? Biar kubelikan makanan."Wina menggelengkan kepalanya, pandangannya yang tertuju ke arah Sara menjadi makin kabur. "Sara, kamu ingat 'kan aku ada membawa sekotak obat waktu pindah ke vilamu? Bisa nggak pas kamu ke sini lagi tolong bawakan kotak itu?"Sara refleks melirik ke ara
Sekitar satu bulan kemudian, punggung Wina sudah tidak terasa begitu nyeri.Akan tetapi, masalah pencangkokkan kulit pada punggung Wina masih menjadi sebuah kekhawatiran besar bagi Lilia. "Aku berniat meminta tolong pada seorang dokter bedah plastik terkemuka di dunia, tapi dia nggak bisa kuhubungi."Dokter yang Lilia maksud adalah Dokter Olivia Annasy. Walaupun kemampuan Olivia sangat hebat, sulit sekali mempekerjakannya sekalipun sudah siap menghabiskan banyak uang.Wina pun menanggapi ucapan Lilia, "Nggak masalah, dokter bedah plastik biasa juga boleh. Bekas luka di punggung 'kan nggak akan terlihat karena tertutup baju."Sara yang sedang mengupas jeruk langsung berkata, "Wanita itu nggak boleh sampai punya bekas luka, nanti jelek banget ....""Aku juga punya bekas luka operasi bedah jantung, nggak masalah kalau nambah lagi," sahut Wina dengan cuek.Sara melirik Wina dengan sedih. "Kamu ini cantik banget, tapi sayang ada bekas luka di tubuhmu.""Aku 'kan bukan artis, jadi nggak masa
Jemari Wina pun terasa agak tegang, tetap ekspresinya tetap terlihat datar. "Itu urusan pribadi Dokter Olivia dan nggak ada hubungannya denganku.""Baiklah kalau kamu bilang begitu," sahut Olivia sambil tersenyum dengan anggun.Olivia pun berbalik badan dengan anggun, lalu menatap Lilia dan berkata, "Sampai ketemu di ruang operasi, Dokter Lilia."Setelah berkata seperti itu, Olivia yang mengenakan sepatu hak tinggi pun segera melangkah keluar dari kamar rawat.Begitu Olivia pergi, Sara langsung berujar dengan sangat kesal sambil menggertakkan giginya, "Kalau bukan karena aku takut dia nggak jadi mengoperasimu, pasti dari tadi aku sudah memakinya!"Lilia juga merasa agak kesal, tetapi dia tidak memberikan tanggapan apa-apa. Dia hanya mengeluarkan ponselnya dan terus mencoba menelepon Jihan.Jihan sudah sebulan terisolasi di pangkalan penerbangan, jadi harusnya sekarang dia memeriksa ponselnya, 'kan?Akan tetapi, ternyata ponsel Jihan masih mati. Lilia jadi merasa sangat putus asa. Dia m
Lampu parkir yang remang-remang menyinari tato naga berwarna biru di leher pria itu, membuat Wina makin yakin bahwa sosok ini adalah benar Tuan Malam.Dia tidak menyangka Tuan Malam tahu dia masih hidup dan mendatanginya seperti ini. Namun, yang lebih anehnya lagi, kenapa dia membawa begitu banyak orang?Wina ingat dua kali sebelumnya Tuan Malam muncul seorang diri. Sepertinya, kali ini Tuan Malam datang untuk balas dendam makanya dia membawa begitu banyak orang ....Begitu menyadari ada yang tidak beres, Wina langsung berjalan perlahan ke pintu mobil, hendak membukanya dan duduk.Akan tetapi, dua pria bertopeng dengan cepat mengadangnya ....Jantung Wina pun sontak berdebar ketakutan. Dia mengepalkan kedua tangannya sambil memperhatikan sekeliling. Dia benar-benar terkepung.Jadi, Wina berusaha tetap setenang mungkin dan menatap Tuan Malam. Firasatnya selalu mengatakan bahwa Tuan Malam tidak mungkin menyakitinya, tetapi kali ini ....Entah kenapa, Wina merasa ada yang berbeda dari Tua
Saat Tuan Malam hendak melucuti pakaian Wina, tiba-tiba terdengar deru mesin mobil lain. Sebuah mobil sport melaju ke arah mereka ....Alih-alih parkir, mobil itu kelihatannya berniat menabrak mobil mereka!Begitu melihat sebuah mobil sport tiba-tiba melaju ke arah mereka, para pria bertopeng yang berjaga di luar pun melangkah maju untuk memaksa mobil sport itu berhenti.Namun, mobil sport itu sama sekali tidak berniat berhenti. Si pengemudi menabrak satu per satu pria bertopeng yang mengadangnya sampai mati!Tuan Malam segera melepaskan Wina, dia sadar ada yang tidak beres. Dia pun turun dari mobil, lalu melambaikan tangannya pada pria bertopeng lainnya sebagai isyarat untuk segera pergi.Namun, si pengemudi mobil sport tidak berniat membiarkan Tuan Malam kabur. Mobil sport itu langsung melaju ke arah Tuan Malam, hendak menabrak Tuan Malam sampai mati.Tuan Malam refleks berlari menuju lift dengan rasa takut dan panik.Begitu melihat Tuan Malam masuk ke dalam lift, mobil sport itu bar
"Terima kasih untuk pujiannya," sahut Sam sambil tersenyum dengan kaku.Wina balas melirik Sam, lalu mengulurkan tangannya kepada pria itu. "Aku pinjam ponselmu."Logikanya, Sara harusnya segera kembali ke tempat parkir karena hanya mengambil ponselnya yang tertinggal di kamar rawat. Akan tetapi, Sara ternyata tidak kunjung keluar. Pasti ada yang membuatnya jadi terhalang.Sam pun melemparkan ponselnya kepada Wina. "Kata sandinya empat angka nol ...."Wina hendak bertanya kenapa kata sandi Sam begitu mudah, tetapi tiba-tiba teringat dengan betapa perfeksionisnya pria itu. Wina pun tidak jadi bertanya.Wina segera membuka layar kunci ponsel Sam dan menelepon Sara. Setelah beberapa kali terdengar nada sambung, Sara akhirnya mengangkat teleponnya. "Sara, ini aku ...."Sara langsung memalingkan pandangannya dari Jefri dan bertanya, "Loh, Wina, kok kamu telepon pakai ponsel Sam?"Wina menjelaskan apa baru saja yang terjadi, lalu berkata, "Sara, kalau kamu masih di rumah sakit, tunggu saja d
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je