Karena bisnis klub berjalan dengan lancar, jadi sayang sekali apabila sampai dijual. Lebih baik Sara percayakan orang lain untuk mengelolanya.Sara memberikan sejumlah saham kepada manajernya, lalu meminta manajernya untuk melaporkan pendapatan klub setiap bulannya secara teratur. Setelah itu, Sara meninggalkan klub.Dia pulang dan mengemasi barang-barangnya, lalu mengirim pesan kepada Wina. Sara memberi tahu Wina bahwa urusannya sudah selesai dan dia siap berangkat.Sesaat kemudian, Wina membalas pesannya. Wina meminta Sara untuk menunggu karena Alvin perlu mengajukan rute pesawat pribadinya terlebih dulu.Sara pikir itu akan memakan waktu lama. Tidak disangka Alvin yang sangat pandai menghasilkan uang itu bisa mengurus masalah ini dengan cepat.Sebelum membawa keluar koper-kopernya yang berukuran besar, Sara memperhatikan kembali vila yang dia beli ini.Awalnya dia ingin menjual vila ini, tetapi tidak jadi karena berpikir mungkin saja suatu saat nanti dia bisa mengajak Wina kabur dar
Sara mengibas-ngibaskan tangannya, dia tidak peduli soal itu. Yang dia pedulikan adalah Jihan yang datang menemui Wina."Kenapa Jihan datang menemuimu?" tanya Sara dengan bingung.Wina kembali teringat akan sosok Jihan yang tidak bisa mengendalikan perasaannya itu, entah kenapa rasanya ada yang mengganjal hati Wina. "Dia bilang dia selalu mencintaiku selama delapan tahun ini dan memintaku memberinya kesempatan.""Bukankah menurutmu itu konyol, Sara?" tanya Wina sambil tersenyum dengan getir.Setelah memperlakukannya seperti itu, Jihan masih berani-beraninya mengaku mencintainya. Wina tidak percaya rasa sayang Jihan yang muncul terlambat itu benar-benar tulus.Setelah Sara pulih dari keterkejutannya, sorot matanya tampak berkecamuk."Wina, ada sesuatu yang belum kuberitahukan padamu.""Sebenarnya, setelah kamu dinyatakan tiada, Jihan datang menemuimu.""Waktu dia tahu kamu meninggal, dia terlihat begitu sengsara.""Tapi, waktu itu aku nggak ambil pusing karena aku sendiri merasa begitu
Di toilet sebelah ruang VIP di bandara.Setelah Wina mencuci tangannya, dia merias wajahnya sambil berkaca.Kulitnya kini tidak lagi sepucat dulu, tampaknya jauh lebih segar.Dia cukup menggunakan bedak dan lipstik tipis-tipis untuk membuat penampilannya lebih energik.Setelah selesai berdandan dan hendak kembali ke ruang VIP, tiba-tiba seorang pria bertubuh tinggi dan tegap berjalan masuk.Pria itu mengenakan setelan jas berwarna hitam. Aura yang terpancar dari tubuhnya terkesan begitu dingin, garis wajahnya terlihat sangat tegas.Sorot tatapannya tampak begitu tajam dan dingin, kesan mengintimidasi terpancar dengan kuat.Jihan segera berjalan menghampiri Wina sambil mengatupkan bibirnya dengan rapat. Tanpa mengatakan apa-apa, Jihan langsung menyeret Wina keluar dengan ekspresi dingin.Wina sontak tertegun, tetapi lalu tersadar dan mencoba melepaskan cengkeraman Jihan. Sayangnya, Jihan tidak membiarkan Wina kabur."Jihan!"Wina merasa sudah memberikan penjelasan yang cukup, jadi kenap
"Kalau dugaanku benar, mungkin Pak Jihan nggak menemukan wanita lain yang lebih kompatibel secara fisik, itu sebabnya Pak Jihan mati-matian mengejarku," sindir Wina.Wajah Jihan yang semula pucat mendadak berubah menjadi lebih serius dan dingin. Sorot tatapannya berubah menjadi lebih tajam sehingga semua rasa sayangnya kepada Wina tertutupi.Dia mencengkeram pipi Wina dengan sangat marah, lalu menarik tubuh Wina ke hadapannya.Jihan menatap wajah Wina dengan tajam, lalu berkata sambil menggertakkan giginya, "Ucapanmu benar. Aku memang nggak bisa melepaskanmu karena aku belum menemukan orang yang lebih baik darimu."Ekspresi Wina langsung berubah, hatinya terasa begitu sakit. Akan tetapi, Wina langsung mengontrol ekspresinya.Dia tersenyum dengan acuh tak acuh. "Aku sudah menikah dan nggak akan lagi terjun dalam dunia seperti itu. Tolong Pak Jihan tahu diri dan jangan pernah mengusikku lagi."Rasanya jantung Jihan berhenti berdetak selama sepersekian detik. Rasa sakit menghujamnya denga
Jihan sudah memeluk Wina dengan begitu erat, tetapi rasanya Wina tidak ada di sini bersamanya. Perasaan seperti ini membuat Jihan gila!"Mau nggak? Kalau nggak mau, lepaskan aku," kata Wina dengan dingin.Jihan merasa begitu kesakitan sampai-sampai sulit bernapas dan tidak bisa bicara. Dia hanya bisa menempelkan kepala Wina di dadanya, berharap Wina bisa mendengar hatinya yang remuk redam. Akan tetapi, mana mungkin Wina yang tidak mencintainya akan memedulikan perasaannya ....Wina mendorong Jihan dengan kencang, tetapi percuma saja. Jihan terus memeluknya.Akhirnya, Wina menghela napas dengan frustrasi. "Kamu sebenarnya mau aku ngapain sih supaya kamu rela melepaskanku?""Aku mau kamu mencintaiku," jawab Jihan dengan tegas dan dingin.Jawaban Jihan membuat jantung Wina seolah berhenti selama sepersekian detik, tetapi ekspresi Wina tetap datar.Dari sikap Wina yang diam saja, Jihan sudah tahu jawabannya.Dia menundukkan kepalanya dan bertanya pada Wina, "Wina, apa kamu nggak bisa menci
Wina sontak mematung. Dia menatap Jihan dengan tidak percaya. "Ivan ... masih hidup?"Jihan mengepalkan tangannya dengan erat untuk menahan rasa sakit yang menyiksa ini, lalu mengangguk. "Ya."Jihan menyadari bagaimana sorot tatapan Wina yang semula meredup perlahan-lahan kembali berbinar begitu tahu Ivan masih hidup.Ternyata memang hanya Ivan saja yang bisa meluluhkan hati Wina. Tidak peduli apa pun yang Jihan lakukan, Wina tidak akan peduli.Jihan pun tersenyum mentertawakan dirinya sendiri ....Begitu mendengar jawaban Jihan, mata Wina perlahan-lahan menjadi berkaca-kaca. "Bukannya dia sudah ...."Berita mengabarkan bagaimana Ivan bunuh diri karena patah hati. Sara juga bilang Ivan sudah tiada. Jadi, bagaimana mungkin ...."Aku menyelamatkannya," jawab Jihan dengan nada datar.Sorot tatapan Wina terlihat agak kaget, dia tidak menyangka Jihan menyelamatkan Ivan.Walaupun Wina merasa agak kaget dan ada semacam perasaan aneh yang menjalari benaknya, dia akhirnya berkata, "Terima kasih
Setelah membawa Wina keluar dari bandara, Jihan dan Wina masuk ke dalam sebuah mobil yang mewah.Wina duduk di kursi belakang. Dia menarik sabuk pengaman dan mencoba mengencangkannya.Jihan dengan sigap membantunya.Setelah itu, dia melirik Wina dengan sorot tatapannya yang datar.Ekspresi Wina terlihat tenang. Jihan pun duduk dengan tegak, lalu memerintahkan Daris yang mengikuti mereka untuk mengemudi.Mesin mobil dinyalakan dan mobil pun melaju pergi. Wina menoleh menatap pemandangan di luar jendela sana dalam diam.Jihan juga menoleh menatap ke luar jendela dalam diam, ekspresinya terlihat dingin.Walaupun Jihan dan Wina duduk di barisan kursi yang sama, mereka tampak seperti orang asing.Beberapa saat kemudian, Jihan yang tidak tahan lagi pun kembali menoleh melirik Wina ....Wina duduk di dekat pintu mobil, kaca jendelanya setengah terbuka. Angin sepoi-sepoi dari luar membuat rambut pendek Wina bergoyang.Wina menatap pemandangan di luar jendela sana dalam diam. Sifat penurutnya i
Namun, Jihan meraih dagu Wina dengan satu tangan dan memaksa wanita itu untuk menatapnya.Jihan masih tetap terlihat berwibawa dan bermartabat, wajahnya yang tampan sama sekali tidak berubah.Walaupun bagian bawah matanya terlihat begitu hitam, tetap saja dia tampan.Rambutnya juga disisir dengan rapi, membuat Jihan terlihat elegan dan berkelas ....Jihan mengenakan kemeja putih di balik jasnya dan dua kancing teratas kemejanya sengaja dibuka ....Wina jadi bisa melihat lekuk leher dan tulang selangka Jihan dengan jelas ....Jika melihat makin turun, dada Jihan yang bidang dan pahanya yang kokoh juga terlihat ....Semenjak pulang, ini adalah pertama kalinya Wina melihat Jihan sedekat ini. Wina merasa Jihan berubah, tetapi ternyata tidak.Begitu melihat pantulan wajahnya pada bola mata Wina, Jihan pun tersenyum kecil. Barulah pada saat ini dia merasa akhirnya Wina menatapnya.Jihan menyentuh rambut Wina yang pendek sambil berkata, "Seingatku, dulu kamu suka membiarkan rambutmu tumbuh pa