Di toilet sebelah ruang VIP di bandara.Setelah Wina mencuci tangannya, dia merias wajahnya sambil berkaca.Kulitnya kini tidak lagi sepucat dulu, tampaknya jauh lebih segar.Dia cukup menggunakan bedak dan lipstik tipis-tipis untuk membuat penampilannya lebih energik.Setelah selesai berdandan dan hendak kembali ke ruang VIP, tiba-tiba seorang pria bertubuh tinggi dan tegap berjalan masuk.Pria itu mengenakan setelan jas berwarna hitam. Aura yang terpancar dari tubuhnya terkesan begitu dingin, garis wajahnya terlihat sangat tegas.Sorot tatapannya tampak begitu tajam dan dingin, kesan mengintimidasi terpancar dengan kuat.Jihan segera berjalan menghampiri Wina sambil mengatupkan bibirnya dengan rapat. Tanpa mengatakan apa-apa, Jihan langsung menyeret Wina keluar dengan ekspresi dingin.Wina sontak tertegun, tetapi lalu tersadar dan mencoba melepaskan cengkeraman Jihan. Sayangnya, Jihan tidak membiarkan Wina kabur."Jihan!"Wina merasa sudah memberikan penjelasan yang cukup, jadi kenap
"Kalau dugaanku benar, mungkin Pak Jihan nggak menemukan wanita lain yang lebih kompatibel secara fisik, itu sebabnya Pak Jihan mati-matian mengejarku," sindir Wina.Wajah Jihan yang semula pucat mendadak berubah menjadi lebih serius dan dingin. Sorot tatapannya berubah menjadi lebih tajam sehingga semua rasa sayangnya kepada Wina tertutupi.Dia mencengkeram pipi Wina dengan sangat marah, lalu menarik tubuh Wina ke hadapannya.Jihan menatap wajah Wina dengan tajam, lalu berkata sambil menggertakkan giginya, "Ucapanmu benar. Aku memang nggak bisa melepaskanmu karena aku belum menemukan orang yang lebih baik darimu."Ekspresi Wina langsung berubah, hatinya terasa begitu sakit. Akan tetapi, Wina langsung mengontrol ekspresinya.Dia tersenyum dengan acuh tak acuh. "Aku sudah menikah dan nggak akan lagi terjun dalam dunia seperti itu. Tolong Pak Jihan tahu diri dan jangan pernah mengusikku lagi."Rasanya jantung Jihan berhenti berdetak selama sepersekian detik. Rasa sakit menghujamnya denga
Jihan sudah memeluk Wina dengan begitu erat, tetapi rasanya Wina tidak ada di sini bersamanya. Perasaan seperti ini membuat Jihan gila!"Mau nggak? Kalau nggak mau, lepaskan aku," kata Wina dengan dingin.Jihan merasa begitu kesakitan sampai-sampai sulit bernapas dan tidak bisa bicara. Dia hanya bisa menempelkan kepala Wina di dadanya, berharap Wina bisa mendengar hatinya yang remuk redam. Akan tetapi, mana mungkin Wina yang tidak mencintainya akan memedulikan perasaannya ....Wina mendorong Jihan dengan kencang, tetapi percuma saja. Jihan terus memeluknya.Akhirnya, Wina menghela napas dengan frustrasi. "Kamu sebenarnya mau aku ngapain sih supaya kamu rela melepaskanku?""Aku mau kamu mencintaiku," jawab Jihan dengan tegas dan dingin.Jawaban Jihan membuat jantung Wina seolah berhenti selama sepersekian detik, tetapi ekspresi Wina tetap datar.Dari sikap Wina yang diam saja, Jihan sudah tahu jawabannya.Dia menundukkan kepalanya dan bertanya pada Wina, "Wina, apa kamu nggak bisa menci
Wina sontak mematung. Dia menatap Jihan dengan tidak percaya. "Ivan ... masih hidup?"Jihan mengepalkan tangannya dengan erat untuk menahan rasa sakit yang menyiksa ini, lalu mengangguk. "Ya."Jihan menyadari bagaimana sorot tatapan Wina yang semula meredup perlahan-lahan kembali berbinar begitu tahu Ivan masih hidup.Ternyata memang hanya Ivan saja yang bisa meluluhkan hati Wina. Tidak peduli apa pun yang Jihan lakukan, Wina tidak akan peduli.Jihan pun tersenyum mentertawakan dirinya sendiri ....Begitu mendengar jawaban Jihan, mata Wina perlahan-lahan menjadi berkaca-kaca. "Bukannya dia sudah ...."Berita mengabarkan bagaimana Ivan bunuh diri karena patah hati. Sara juga bilang Ivan sudah tiada. Jadi, bagaimana mungkin ...."Aku menyelamatkannya," jawab Jihan dengan nada datar.Sorot tatapan Wina terlihat agak kaget, dia tidak menyangka Jihan menyelamatkan Ivan.Walaupun Wina merasa agak kaget dan ada semacam perasaan aneh yang menjalari benaknya, dia akhirnya berkata, "Terima kasih
Setelah membawa Wina keluar dari bandara, Jihan dan Wina masuk ke dalam sebuah mobil yang mewah.Wina duduk di kursi belakang. Dia menarik sabuk pengaman dan mencoba mengencangkannya.Jihan dengan sigap membantunya.Setelah itu, dia melirik Wina dengan sorot tatapannya yang datar.Ekspresi Wina terlihat tenang. Jihan pun duduk dengan tegak, lalu memerintahkan Daris yang mengikuti mereka untuk mengemudi.Mesin mobil dinyalakan dan mobil pun melaju pergi. Wina menoleh menatap pemandangan di luar jendela sana dalam diam.Jihan juga menoleh menatap ke luar jendela dalam diam, ekspresinya terlihat dingin.Walaupun Jihan dan Wina duduk di barisan kursi yang sama, mereka tampak seperti orang asing.Beberapa saat kemudian, Jihan yang tidak tahan lagi pun kembali menoleh melirik Wina ....Wina duduk di dekat pintu mobil, kaca jendelanya setengah terbuka. Angin sepoi-sepoi dari luar membuat rambut pendek Wina bergoyang.Wina menatap pemandangan di luar jendela sana dalam diam. Sifat penurutnya i
Namun, Jihan meraih dagu Wina dengan satu tangan dan memaksa wanita itu untuk menatapnya.Jihan masih tetap terlihat berwibawa dan bermartabat, wajahnya yang tampan sama sekali tidak berubah.Walaupun bagian bawah matanya terlihat begitu hitam, tetap saja dia tampan.Rambutnya juga disisir dengan rapi, membuat Jihan terlihat elegan dan berkelas ....Jihan mengenakan kemeja putih di balik jasnya dan dua kancing teratas kemejanya sengaja dibuka ....Wina jadi bisa melihat lekuk leher dan tulang selangka Jihan dengan jelas ....Jika melihat makin turun, dada Jihan yang bidang dan pahanya yang kokoh juga terlihat ....Semenjak pulang, ini adalah pertama kalinya Wina melihat Jihan sedekat ini. Wina merasa Jihan berubah, tetapi ternyata tidak.Begitu melihat pantulan wajahnya pada bola mata Wina, Jihan pun tersenyum kecil. Barulah pada saat ini dia merasa akhirnya Wina menatapnya.Jihan menyentuh rambut Wina yang pendek sambil berkata, "Seingatku, dulu kamu suka membiarkan rambutmu tumbuh pa
Wina sudah bilang tidak akan pernah menjadi perusak hubungan orang lain, jadi mana mungkin Jihan akan melakukan sesuatu yang membuat Wina kecewa?Jihan memeluk Wina dengan erat, lalu menumpahkan isi hatinya. "Kalau kamu nggak kembali, selamanya aku nggak akan menikah."Wina sontak terkejut, sorot matanya juga perlahan-lahan terlihat kaget. Dia tidak menyangka Jihan memiliki tekad seperti ini.Walaupun merasa sangat kaget, Wina tidak berkomentar apa-apa. Dia juga tidak bertanya kenapa Jihan tidak jadi menikahi Winata.Jihan pun mengusap pipi Wina sambil berkata, "Cuma kamu yang ingin kunikahi."Suara Jihan terdengar sangat serius, tetapi tetap tersirat nada yang penuh kasih sayang. Wina jadi tersentuh, tetapi dia segera mengenyahkannya karena tidak percaya pada Jihan.Jihan pun hendak mengatakan sesuatu lagi, tetapi Daris berujar dari arah depan, "Kita sudah sampai, Pak Jihan."Jihan menatap Wina, lalu memeluk wanita itu dengan erat lagi. Dia merasa sangat tidak rela melepaskan Wina.Wi
Jihan membuka telapak tangannya dan melihat bekas lukanya yang ada di sana, lalu tiba-tiba terkekeh.Ini pertama kalinya Wina melihat senyuman Jihan yang begitu putus asa ....Wina ingin menjauh, tetapi Jihan malah melangkah mendekat. Wina pun berkata, "Jangan mendekat."Tanpa menoleh, Jihan pun berujar dari dalam mobil dengan suara yang serak, "Ivan berada di vila di depan sana. Sana, pergi temui dia."Wina melirik ke arah vila, lalu Jihan yang berada dalam mobil. Dia akhirnya memalingkan wajahnya, lalu berbalik dan berjalan menuju vila.Jihan menatap Wina yang berlari ke arah Ivan tanpa ragu dengan mata yang memerah ....Jihan menutup telapak tangannya seolah ingin menutup masa lalu. Dia tidak mau mengungkit ataupun memaksakan kehendaknya lagi.Daris pun menoleh menatap Jihan. "Pak Jihan juga sampai mencoba bunuh diri demi dia ...."Jihan tersenyum kecil, lalu berkata, "Dia nggak boleh sampai tahu soal ini.""Kenapa?" tanya Daris sambil mengernyit kebingungan.Jihan sudah melakukan b