Namun, Jihan meraih dagu Wina dengan satu tangan dan memaksa wanita itu untuk menatapnya.Jihan masih tetap terlihat berwibawa dan bermartabat, wajahnya yang tampan sama sekali tidak berubah.Walaupun bagian bawah matanya terlihat begitu hitam, tetap saja dia tampan.Rambutnya juga disisir dengan rapi, membuat Jihan terlihat elegan dan berkelas ....Jihan mengenakan kemeja putih di balik jasnya dan dua kancing teratas kemejanya sengaja dibuka ....Wina jadi bisa melihat lekuk leher dan tulang selangka Jihan dengan jelas ....Jika melihat makin turun, dada Jihan yang bidang dan pahanya yang kokoh juga terlihat ....Semenjak pulang, ini adalah pertama kalinya Wina melihat Jihan sedekat ini. Wina merasa Jihan berubah, tetapi ternyata tidak.Begitu melihat pantulan wajahnya pada bola mata Wina, Jihan pun tersenyum kecil. Barulah pada saat ini dia merasa akhirnya Wina menatapnya.Jihan menyentuh rambut Wina yang pendek sambil berkata, "Seingatku, dulu kamu suka membiarkan rambutmu tumbuh pa
Wina sudah bilang tidak akan pernah menjadi perusak hubungan orang lain, jadi mana mungkin Jihan akan melakukan sesuatu yang membuat Wina kecewa?Jihan memeluk Wina dengan erat, lalu menumpahkan isi hatinya. "Kalau kamu nggak kembali, selamanya aku nggak akan menikah."Wina sontak terkejut, sorot matanya juga perlahan-lahan terlihat kaget. Dia tidak menyangka Jihan memiliki tekad seperti ini.Walaupun merasa sangat kaget, Wina tidak berkomentar apa-apa. Dia juga tidak bertanya kenapa Jihan tidak jadi menikahi Winata.Jihan pun mengusap pipi Wina sambil berkata, "Cuma kamu yang ingin kunikahi."Suara Jihan terdengar sangat serius, tetapi tetap tersirat nada yang penuh kasih sayang. Wina jadi tersentuh, tetapi dia segera mengenyahkannya karena tidak percaya pada Jihan.Jihan pun hendak mengatakan sesuatu lagi, tetapi Daris berujar dari arah depan, "Kita sudah sampai, Pak Jihan."Jihan menatap Wina, lalu memeluk wanita itu dengan erat lagi. Dia merasa sangat tidak rela melepaskan Wina.Wi
Jihan membuka telapak tangannya dan melihat bekas lukanya yang ada di sana, lalu tiba-tiba terkekeh.Ini pertama kalinya Wina melihat senyuman Jihan yang begitu putus asa ....Wina ingin menjauh, tetapi Jihan malah melangkah mendekat. Wina pun berkata, "Jangan mendekat."Tanpa menoleh, Jihan pun berujar dari dalam mobil dengan suara yang serak, "Ivan berada di vila di depan sana. Sana, pergi temui dia."Wina melirik ke arah vila, lalu Jihan yang berada dalam mobil. Dia akhirnya memalingkan wajahnya, lalu berbalik dan berjalan menuju vila.Jihan menatap Wina yang berlari ke arah Ivan tanpa ragu dengan mata yang memerah ....Jihan menutup telapak tangannya seolah ingin menutup masa lalu. Dia tidak mau mengungkit ataupun memaksakan kehendaknya lagi.Daris pun menoleh menatap Jihan. "Pak Jihan juga sampai mencoba bunuh diri demi dia ...."Jihan tersenyum kecil, lalu berkata, "Dia nggak boleh sampai tahu soal ini.""Kenapa?" tanya Daris sambil mengernyit kebingungan.Jihan sudah melakukan b
Begitu mendengar suara yang tidak asing itu, pria yang duduk di atas kursi roda itu sontak mematung.Dia menoleh perlahan, lalu menatap ke arah orang yang berdiri di puncak tangga ....Sosok itu mengenakan gaun merah panjang dan berambut pendek, angin sepoi-sepoi menggoyangkan rambutnya dan menunjukkan wajahnya yang cantik.Itu adalah wajah yang telah berulang kali Ivan lihat dalam mimpinya. Walaupun gaya berpakaiannya berbeda, wajahnya tetap sama.Ivan termangu menatap sosok itu dari kejauhan, dia sama sekali tidak berani mendekat ....Berulang kali Ivan melihat Wina muncul seperti ini. Setiap kali Ivan bergegas menghampiri, sosok itu langsung lenyap.Mungkin saja yang dia lihat saat ini hanyalah ilusi. Jika Ivan membiarkannya di situ, mungkin dia bisa melihat Wina lebih lama ...."Ivan ...."Ivan merasa seperti sedang bermimpi saat mendengar namanya dipanggil oleh suara yang lembut dan tenang itu ....Ivan benar-benar hanya bergeming sampai dia melihat Wina berjalan perlahan menuruni
Masalahnya, jelas-jelas dia sendiri yang mengantar jenazah Wina ke krematorium. Kenapa bisa-bisanya Wina muncul di hadapannya dalam kondisi baik-baik saja ....Ivan menduga dia sedang berhalusinasi, tetapi jarinya yang menempel pada punggung Wina terasa begitu hangat dan nyata. Sudah jelas Wina adalah manusia sungguhan.Ivan mengangkat tubuh Wina yang gemetar karena menangis itu dengan tangan yang gemetar. Sambil memegangi wajah Wina, Ivan pun menatap wanita itu dengan saksama ....Walaupun sudah tiga tahun berlalu, Wina tidak banyak berubah. Wajahnya justru tidak terlihat pucat lagi dan rona kemerahan di pipinya sudah kembali.Seolah-olah Wina sudah mengucapkan selamat tinggal pada masa lalunya yang penyakitan, lalu sekarang menyambut hidup baru dengan penampilan yang baru pula ....Sambil menatap Wina, Ivan pun memanggil dengan lembut, "Wina ....""Ya," jawab Wina sambil menatap Ivan dengan mata yang berkaca-kaca penuh kegembiraan.Wina di sini, dia ada di sini ...."Untung saja aku
Wina hanya terdiam melamun selama beberapa saat, lalu tersadar kembali dari lamunannya dan menatap kaki Ivan sambil bertanya, "Kamu sendiri gimana? Kakimu kenapa?"Ivan mengikuti arah pandangan Wina, lalu mengelus-elus kakinya yang cacat sambil menjawab dengan santai, "Tenang saja, ini gara-gara kakiku ketembak."Begitu mendengar jawaban Ivan, Wina langsung menyangka semua ini terjadi saat Ivan hendak bunuh diri. Ekspresi Wina pun terlihat sangat bersalah. "Jangan-jangan di depan batu nisanku kamu ...."Ivan menggelengkan kepalanya dan menyangkal, "Nggak, ini nggak ada hubungannya denganmu. Jangan salahkan dirimu sendiri."Namun, mana mungkin Wina percaya? Wina pun berkata sambil mengernyit, "Ivan, kita sudah lama saling kenal. Apa lagi yang belum kamu ceritakan padaku?"Selama sekian tahun, mereka berdua sama-sama menjadi cinta pertama masing-masing dan sudah seperti keluarga. Persahabatan mereka begitu dalam sampai-sampai tidak lekang oleh waktu.Ivan menatap Wina dan terdiam untuk w
Begitu melihat Wina berjalan pergi, mata Ivan mendadak menjadi berkaca-kaca ....Hatinya terasa disayat-sayat, begitu menyakitkan sampai-sampai Ivan merasa sulit bernapas. Betapa Ivan ingin mengejar dan memeluk Wina agar wanita itu tidak pergi.Sayangnya, kakinya sama sekali tidak mau berkompromi. Punya hak apa seorang cacat sepertinya meminta Wina untuk tetap berada di sisinya ....Ivan pun menengadah menatap matahari yang mulai terbenam. Dia mencoba menahan air matanya, tetapi tidak bisa. Air matanya bergulir turun.Sebelah tangan Ivan menutup matanya dan dia menangis dengan pilu. Tiba-tiba, sesosok tubuh mungil muncul di hadapannya dan mengadang sinar matahari yang menyilaukan dari mata Ivan.Melalui sela-sela jarinya, Ivan bisa melihat Wina sedang memiringkan kepalanya sambil menyodorkan segelas air minum kepada Ivan."Ivan, aku perhatikan bibirmu kering, jadi aku minta segelas air pada Jesse. Kubantu kamu minum, ya?"Ternyata Wina tidak pergi ....Ivan tidak tahu dia harus merasa
Setelah Jesse pergi, Wina terlihat agak kaget. Ternyata Jihan bukan hanya menyelamatkan Ivan, tetapi juga mempekerjakan seseorang untuk merawatnya.Seolah bisa membaca isi pikiran Wina, Ivan meletakkan sendok dan garpunya, lalu menatap Wina dengan ekspresi berkecamuk."Wina, selama tiga tahun ini, Jihan benar-benar berusaha membantuku tetap hidup ....""Kayaknya dia melakukan semua ini demi menebus dosa-dosanya. Aku nggak tahu dosa mana yang mau dia tebus, tapi yang kutahu dia sangat mencintaimu."Setelah mengucapkan kalimat terakhir, Ivan seolah menebus penyesalannya karena waktu itu tidak mengakui perasaannya kepada Wina.Ivan menghela napas dengan lega, lalu menatap Wina. Dia ingin tahu apakah setelah tiga tahun berlalu, Wina masih mencintai Jihan atau tidak.Wina menurunkan pandangannya untuk menyembunyikan sorot tatapannya, lalu bertanya dengan lembut, "Kalau kamu masih hidup, kenapa semua berita mengabarkan kematianmu?"Alih-alih menanggapi ucapannya, ternyata Wina memilih untuk
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je