Wina sontak terkejut, lalu akhirnya mengatupkan bibirnya dan tidak memperpanjang masalah.Alvin duduk-duduk sebentar, tetapi dia merasa bosan. Akhirnya, dia bangkit berdiri dan berjalan pergi.Malam itu, Wina tidak lagi bermimpi bolak-balik mencari Ivan di daerah universitas, melainkan bagaimana Ivan bunuh diri di depan kuburan menggunakan pistol.Ivan meletakkan moncong pistol di pelipisnya, lalu menarik pelatuk tanpa ragu ....Darah Ivan langsung terciprat di atas batu nisan, foto Wina pun terwarnai menjadi merah. Kali ini, tidak ada yang datang untuk menyelamatkan Ivan ....Saat Wina akhirnya terbangun, hatinya terasa begitu sakit. Betapa dia berharap bisa memutar waktu kembali.Tidak ada siapa pun yang lain di dalam kamar itu, tidak ada juga yang datang merawat Wina. Wina dibiarkan terbaring diam di atas tempat tidur.Sore hari setelah perawat membersihkan tubuh Wina, barulah George masuk ke kamar Wina sambil membawa peralatannya."Nona Wina, mulai hari ini, aku akan mengobatimu."
Wina hanya terdiam mendengarkan penjelasan George.Ternyata inilah alasannya bisa tetap hidup.Ternyata dia bukan anak yatim piatu, dia memiliki seorang kakak perempuan ....Jantung dari kakaknya-lah yang menyelamatkan hidupnya.Akan tetapi, Wina masih tidak mengerti kenapa kakaknya membawanya kabur ke luar negeri.Selain itu, George bilang kakaknya begitu ingin mengakhiri hidupnya demi menyelamatkan Wina sekaligus menghindari Alvin?Apa yang terjadi di antara mereka berdua sampai-sampai kakaknya rela mengakhiri hidupnya demi tidak bertemu lagi dengan Alvin?Ekspresi Wina terlihat sangat bingung. Dia mengerahkan segenap tenaganya untuk bertanya pada George, tetapi pria itu tidak bisa memberikan jawaban rinci."Aku juga nggak tahu banyak soal pengalaman hidup kakakmu semasa kecil ....""Tapi, kakakmu menghindari Alvin karena dia melakukan sesuatu yang buruk kepada kakakmu."George tidak menjelaskan lebih lanjut tentang sesuatu yang buruk itu dan kembali membahas topik semula."Nona Wina
"Kakakmu juga memberitahuku namamu ...."Wina sontak memalingkan pandangannya dari foto itu dan menatap George."Ibumu memberimu nama Verina. Verina Dinsa."Wina pun tersenyum kecil.Ternyata dia juga punya nama. Verina Dinsa, ya .... Nama yang terdengar begitu cantik ....Apa ibunya mendoakan segala hal yang baik untuknya saat menamainya seperti itu?Sayangnya, selama ini Wina merasa hanya Sara dan Ivan saja yang memperlakukannya dengan baik.Wina jadi ingat masa lalunya. Bagaimana dia bersandar di dinding panti asuhan sambil menyaksikan anak-anak di luar sana dipeluk oleh orang tua masing-masing.Senyuman Wina pun perlahan-lahan lenyap. Matanya langsung berkaca-kaca, perasaan sedih dan kesepian menjalari hatinya.George mengambil beberapa helai tisu dengan sigap dan mengusap air mata Wina dengan sopan sambil berkata, "Jangan menangis, matamu sangat penting."Wina mengerjap-ngerjapkan matanya sambil mengiakan dengan singkat, lalu bertanya lagi, "Ibuku ....""Maaf, Vera bilang ibu kali
Demi bisa sembuh secepatnya, Wina mengikuti sesi pengobatan George dengan sebaik mungkin.Sekitar enam bulan kemudian, Wina sudah bisa berjalan-jalan dan melakukan beberapa gerakan sederhana.George mengatakan bahwa selama Wina terus menjalani sesi rehabilitasi dengan baik, sekitar enam bulan lagi Wina bisa bergerak dengan bebas.Penglihatan Wina juga perlahan-lahan membaik ....Walaupun belum bisa melihat sejelas sebelumnya, tetap saja Wina merasa sangat senang.Selama enam bulan terakhir, Wina juga terus berusaha menghubungi Ivan dan Sara.Wina menghubungi mereka melalui WhatsApp, Twitter, email dan metode komunikasi lainnya, tetapi tidak menerima balasan apa pun.Alvin juga mengetahui tindakan Wina ini, tetapi dia dengan berbaik hati membiarkan Wina melakukannya.Namun, begitu Wina mengutarakan keinginannya pulang ke tanah air, ekspresi Alvin langsung berubah menjadi serius. Alvin memperingatkan Wina untuk tidak pergi sambil membawa jantung Vera.Wina juga tidak mengungkit-ungkit la
"Kalau kakakku tahu kamu akan memperlakukanku seperti ini, mungkin dia juga nggak akan meninggalkan jantungnya," komentar Wina dengan ekspresi tidak berdaya.Sepertinya, komentar itu menyinggung perasaan Alvin. Sorot matanya yang semula tampak serius mendadak berubah menjadi marah.Alvin langsung bangkit berdiri dan bergegas berjalan pergi dengan langkah yang agak terhuyung, sosoknya dari belakang terlihat sangat kesepian.Wina tidak mau ambil pusing, dia memalingkan pandangannya ke luar jendela.George bilang kondisinya sudah membaik, tetapi Wina masih membutuhkan satu bulan lagi untuk benar-benar pulih.Masalahnya, Wina tidak ingin lagi berlama-lama terjebak dalam kondisi ini.Akan tetapi, bagaimana dia bisa pulang? Di negeri asalnya, Wina tidak memiliki identitas apa-apa lagi karena dianggap sudah meninggal.Wina pun berpikir sambil mengernyit. Mungkin dia bisa diam-diam menggunakan paspor Vera dan membeli tiket pesawat pulang.Tidak ada surat kematian atas nama Vera, informasi prib
Wajah Alvin yang tampan itu terlihat sama sekali tidak peduli. "Silakan saja kamu menolak, tapi kalau gitu, jangan pernah berharap bisa pulang ...."Wina sontak tertegun. Alvin saling mengetukkan kotak cincin itu dengan paspor Vera sambil berkata, "Aku hanya akan memberimu waktu berpikir lima menit."Itu berarti Alvin hanya memberikan Wina satu kesempatan. Jika Wina menolak mematuhi syarat dari Alvin, jangan harap Wina bisa terpikir lagi untuk pulang.Rasanya seperti ada batu yang mengganjal hati Wina. Setiap tarikan napasnya terasa lebih berat, dia juga tidak tahu harus memilih apa.Alvin terus mengamati perubahan ekspresi Wina. Pria itu terlihat sabar menunggu karena tahu akan menang.Lima menit kemudian, Wina menarik napas dalam-dalam dan akhirnya mengangguk. "Oke, aku setuju, tapi pernikahan kita cuma sebatas hitam di atas putih.""Memangnya kamu pikir apa lagi selain itu?" cibir Alvin.Alvin mengambil cincin itu, lalu mengedikkan dagunya sebagai kode bagi Wina untuk mengulurkan ta
Begitu melihat Wina, sorot tatapan Jihan yang redup perlahan-lahan kembali berbinar.Wajahnya yang tirus, tetapi tetap tampan itu terlihat sedikit gembira. Nostalgia bahkan perlahan-lahan memenuhi benaknya.Dunia seolah mendadak menjadi sunyi. Semua orang lenyap dan hanya sosok wanita di hadapannya itu saja yang tersisa.Jihan berdiri termangu sambil memperhatikan wanita itu dengan saksama, matanya pun perlahan-lahan tampak berkaca-kaca.Wina ... belum mati?Dia ... dia masih hidup?Jihan pun berjalan menghampiri Wina dengan langkah yang agak kaku, ekspresinya terlihat tidak percaya.Begitu melihat Jihan berjalan mendekat, Wina refleks berbalik badan hendak menghindar. Akan tetapi, Wina lalu melihat Jihan yang mendadak berhenti melangkah.Sorot tatapan Jihan yang semula tampak tertarik pun perlahan-lahan lenyap. Ekspresinya berangsur-angsur menjadi lebih dingin, alisnya juga tidak lagi bertaut.Begitu melihat kini Jihan menatapnya seolah-olah dia adalah orang asing, rasa gugup Wina pun
Sikap hormat sopir itu kepada Alvin membuat Wina agak kebingungan ....Dia duduk di dalam mobil dengan kebingungan, lalu refleks menoleh menatap Alvin yang duduk di sebelahnya."Kamu kerja apa sih?"Selama satu tahun tinggal bersama Alvin di Britton, Wina tidak pernah melihat pria itu keluar rumah untuk berangkat kerja atau semacamnya. Kenapa setelah pulang ke tanah air dia malah mendadak dipanggil Pak Alvin?Alvin balas menatap Wina, lalu mengangkat alisnya yang agak tebal itu dan menjawab dengan nada angkuh, "Aku seorang arsitek.""Pak Alvin adalah arsitek yang paling terkenal kedua di berbagai penjuru dunia," timpal si sopir."Nomor satunya siapa?" tanya Wina.Sopir itu mendadak diam, Alvin juga hanya menoleh menatap pemandangan di luar jendela.Suasana di dalam mobil langsung terasa canggung seolah-olah Wina habis mengungkit topik yang sensitif.Wina pun menundukkan kepalanya dan berpikir. Jangan-jangan nomor satunya adalah kakaknya, Vera?Tidak lama kemudian, mobil itu berhenti di