Rian membeli buket bunga krisan dan pergi ke tempat makam.Dari jauh, dia melihat sesosok tubuh yang tinggi dan tegap berlutut dengan satu kaki di depan batu nisan.Rambut pria itu berantakan, wajahnya sangat pucat hingga terlihat sangat kuyu. Rian hampir tidak mengenalinya.Dia mengira Jihan akan mengatakan sesuatu pada Wina, jadi dia menghentikan langkahnya.Namun, setelah menunggu lama, Jihan tidak berbicara, dia hanya menatap foto almarhum. Menatap foto itu dengan tenang.Rian mengambil langkahnya, berjalan mendekat dan meletakkan buket krisan di depan batu nisan.Merasakan kedatangan seseorang, bulu mata Jihan sedikit bergetar, tetapi dia tidak mengangkat kepalanya, seolah dia tahu siapa yang datang.Kedua pria itu hanya berdiri di depan batu nisan sambil melihat foto almarhum, mereka tidak berbicara satu sama lain. Mereka tidak sampai membenci satu sama lain untuk saling mengusir.Setelah hening lama, Rian berbicara lebih dulu, "Apa kamu mencintainya?"Hati Jihan terasa sakit kar
Selama bertahun-tahun Rian bersama Wina, dia tidak pernah menyentuh Wina. Sekalipun sangat mencintai Wina, Rian hanya akan menciumnya sekali.Rian merasa bahwa dia harus membangun rumah untuk Wina terlebih dahulu, menikahinya dan baru akan menyentuhnya.Namun, Wina menyerahkan diri kepada Jihan untuk menolong dirinya. Memberikan tubuhnya terlebih dahulu, baru kemudian hatinya.Rian tidak menyesal tidak pernah menyentuh Wina, tetapi merasa sangat kasihan padanya. Wina telah memberikan segalanya untuk Jihan, tetapi Jihan memperlakukannya seperti itu.Jihan bahkan bisa memaksa Wina melakukan itu di hadapannya. Hal ini menunjukkan bahwa Jihan sama sekali tidak memperlakukan Wina sebagai manusia, tetapi hanya sebuah alat.Meskipun tahu Jihan sudah gila karena cemburu, marah dan posesif, Rian tetap merasa Jihan tidak layak untuk Wina.Rian tahu Jihan salah paham, mengira Wina sudah tidur dengan dirinya. Jadi, dia sengaja mengatakan yang sebenarnya, membiarkan Jihan hidup dalam perasaan bersa
"Ivan ....""Ivan!"Pemuda berkemeja putih itu duduk di bawah naungan pohon sambil membaca sebuah buku. Cahaya matahari yang lembut menyinari tubuhnya melalui celah-celah dedaunan.Terdengar suara manis gadis yang sedang mendekat dari arah luar kampus, "Ivan, aku datang untuk menemuimu ...."Ketika mendengar suara itu, pemuda menengadah, melihat gadis itu berlari mendatanginya, kedua sudut bibirnya terangkat dan dia berkata, "Pelankan larimu ...."Disuruh untuk berlari lebih pelan, gadis itu malah mempercepat larinya. Sikap keras kepala gadis itu membuat si pemuda langsung bangkit dan melangkah maju untuk menangkapnya.Si pemuda memeluknya, mengelus hidungnya dengan penuh kasih dan berkata, "Kamu ada penyakit jantung tapi masih berlari begitu cepat. Sungguh bandel."Gadis itu memeluk pinggang si pemuda, meletakkan kepalanya di dadanya dan berkata dengan manja, "Aku minum obat tepat waktu setiap hari. Aku sangat patuh."Si pemuda tersenyum lembut sambil menatap gadis itu dan berkata, "W
Ditatap oleh sepasang mata seperti itu, Wina merasa sedikit panik.Dia dengan cepat menurunkan kelopak matanya untuk menutupi tatapan yang membara itu.Pria itu menatapnya cukup lama. Setelah melihat bulu mata Wina bergerak-gerak, dia baru yakin Wina benar-benar bangun.Pria itu menegakkan tubuh, berbalik dan berjalan keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian, dia segera masuk bersama seorang pria tua.Pria tua itu berambut pirang bercampur dengan putih, mengenakan jas putih, tampak energik dan berwibawa.Pria itu menunjuk ke arah Wina yang berbaring di atas kasur sambil mengernyit dan berkata kepada pria tua itu, "George, kenapa dia bisa bangun?"'George?'Wina tertegun sejenak.Dia ingin Lilia mengatakan bahwa Jihan membantunya untuk menghubungi dokter spesialis jantung ternama internasional. Nama dokter itu adalah George. Apa mungkin orang yang sama?George tidak membalas perkataan pria itu, mengeluarkan peralatannya dan mulai memeriksa seluruh tubuh Wina. Dia terlihat san
Pria itu duduk di sofa tunggal di samping kasur. Dia berkata kepada Wina, "Karena kamu sudah bangun, kamu harus menggantikan dia untuk menjalani hidup yang baik."Wina tidak tahu siapa itu "dia" yang dikatakan pria itu. Wina mengedipkan matanya dengan bingung, berharap pria itu bisa menjelaskannya lebih detail.Namun, pria itu tidak mau repot-repot menjelaskan apa pun padanya. Dia mengambil pisau cukur yang sebelumnya dia letakkan di nakas, lalu mengangkat kepala Wina.Tepat Wina kebingungan dengan apa yang akan dilakukan pria itu, terdengar suara dengungan pisau cukur itu dari atas kepalanya.Wina terkejut. 'Dia mau mencukur rambutku? Kenapa rambutku harus dicukur?'Pria itu menyadari ekspresi kaget Wina dan berbaik hati menjelaskan sambil mencukur rambutnya, "Perawat bilang rambutmu terlalu panjang, merepotkan untuk dicuci. Aku pikir lebih baik dicukur saja biar hemat waktu ...."Wina melihat rambut yang berjatuhan itu sangat pendek. Hal ini mengartikan dia sudah dicukur tidak hanya
Wina menurunkan arah matanya, melihat orang yang terbaring di atas tubuhnya.Melihat dari arah ini, hanya terlihat rambut tebal pria itu.Wina tidak tahu apa yang ingin pria itu lakukan, tetapi karena tidak bisa bergerak, jadi dia hanya bisa menatapnya ....Alvin tampak menghela napas pelan dan bergumam, "Kenapa kamu nggak bisa menungguku lebih lama lagi ...."Suaranya sangat sedih, seolah-olah dia telah kehilangan orang yang paling penting. Meninggalkan dirinya terjebak di masa lalu dan tidak bisa keluar.Sekarang Wina mulai mengerti, jantungnya sudah diganti. Diganti dengan jantung milik kekasih Alvin.Tidak heran saat siang hari Alvin menyuruhnya untuk menggantikan seseorang untuk tetap hidup dengan baik. Ternyata orang itu adalah kekasihnya.Merasakan detak jantung yang dia dengar menjadi lebih cepat, Alvin pun menyadari Wina sudah bangun.Dia mengangkat kepalanya sedikit. Saat dia menatap Wina dari jarak dekat, sedikit kemarahan tiba-tiba muncul di matanya yang gelap dan dalam.Al
"Kupikir bunuh diri untuk bertemu kekasih hanyalah legenda kuno. Aku nggak menyangka ada orang yang benar-benar melakukannya ...."Perkataan Alvin masuk ke telinga Wina sedikit demi sedikit, membuat hatinya goyah dan dia sama sekali tidak percaya.Wina berjuang untuk bangkit dari kasurnya, tetapi dia sama sekali tidak bisa bergerak.Dia menatap Alvin dalam-dalam dengan mata merahnya, membuka mulutnya dan akhirnya mengeluarkan beberapa kata yang terpisah-pisah, "Aku ... bermimpi ... tentang dia .... Dia ... nggak mati ...."Dia bermimpi Ivan berlutut di depan makam dan menembak dirinya sendiri, tetapi seseorang menyelamatkannya ....Dia tidak percaya Ivan sudah meninggal. Ivan berjanji padanya bahwa dia akan menjaga Sara dengan baik, jadi bagaimana mungkin Ivan bisa mengikutinya mati.Alvin meletakkan ponselnya dan menatap Wina dengan penuh simpati, "Berita ini disiarkan di TV dua tahun lalu ketika kamu sedang koma. Saat itu, tubuhmu bereaksi keras tetapi kamu nggak bangun. Aku menduga
Wina sontak terkejut, lalu akhirnya mengatupkan bibirnya dan tidak memperpanjang masalah.Alvin duduk-duduk sebentar, tetapi dia merasa bosan. Akhirnya, dia bangkit berdiri dan berjalan pergi.Malam itu, Wina tidak lagi bermimpi bolak-balik mencari Ivan di daerah universitas, melainkan bagaimana Ivan bunuh diri di depan kuburan menggunakan pistol.Ivan meletakkan moncong pistol di pelipisnya, lalu menarik pelatuk tanpa ragu ....Darah Ivan langsung terciprat di atas batu nisan, foto Wina pun terwarnai menjadi merah. Kali ini, tidak ada yang datang untuk menyelamatkan Ivan ....Saat Wina akhirnya terbangun, hatinya terasa begitu sakit. Betapa dia berharap bisa memutar waktu kembali.Tidak ada siapa pun yang lain di dalam kamar itu, tidak ada juga yang datang merawat Wina. Wina dibiarkan terbaring diam di atas tempat tidur.Sore hari setelah perawat membersihkan tubuh Wina, barulah George masuk ke kamar Wina sambil membawa peralatannya."Nona Wina, mulai hari ini, aku akan mengobatimu."