Semua ucapan Sara sangat akurat dan membuat hati Jihan mendadak terasa hampa, seolah-olah dia telah kehilangan sesuatu.Jihan menggelengkan kepalanya, menatap Sara dengan mata yang begitu merah dan berkata, "Nggak, kalau dia mati, kalian nggak akan mengkremasi dia secepat ini ...."'Rian sangat mencintainya, nggak mungkin Rian rela mengkremasi dia seperti ini!'Sara menatap Jihan dengan dingin. Mendadak, dia merasa Jihan sangat menyedihkan. Setelah melihat semua bukti, Jihan masih tidak percaya pada kenyataan Wina sudah tidak ada di dunia.Sara terdiam sejenak, lalu berkata dengan dingin, "Setelah mendengar suara Winata, Wina sendiri yang meminta untuk segera dikremasi setelah dia meninggal."Dia sendiri yang meminta untuk segera dikremasi setelah meninggal ....''Apa karena aku nggak datang menemuinya untuk terakhir kali dan membiarkan Winata menyakitinya?''Jadi dia nggak membiarkanku melihatnya untuk terakhir kalinya? Meski hanya jasadnya?'Saat menyadari Wina pergi dengan membawa p
Jihan menutup matanya dengan satu tangan untuk mencegah Sara melihat betapa menyedihkan dirinya saat ini.Akan tetapi, Sara bisa melihat ada air yang mengalir keluar dari ujung jari Jihan. Saat melihat itu, Sara tidak bisa menjelaskan apa yang dia rasakan.Sara ingin terus melukai perasaan Jihan dengan kata-katanya, tetapi dia merasa saat ini Jihan benar-benar rapuh.Teringat dengan apa yang ditinggalkan Wina, Sara pergi membuka laci dan menyerahkan surat yang hanya berisi beberapa kalimat itu kepada Jihan."Kalau bukan karena Wina menulis ini, aku nggak akan pernah membiarkanmu masuk."Sara meletakkan surat itu ke tangan Jihan, berbalik dan berjalan keluar.Jihan menatap surat di tangannya, tetapi mendadak tidak berani membukanya.Dia bersandar ke dinding. Setelah berdiam lebih dari sepuluh menit, dia pun perlahan membuka surat itu ...."Jihan.""Dia bilang 'jangan mengira aku akan mencintaimu'.""Ternyata dia nggak mencintaiku."Tiga kalimat itu membuat Jihan benar-benar putus asa da
Jihan meremas surat itu di tangannya, mengangkat mata merahnya, dan melihat sisa-sisa cahaya di luar jendela.Cahaya dalam hidupnya hilang. Dia pun mengikuti sisa-sisa cahaya yang berubah menjadi malam.Saat hari menjadi gelap gulita, seluruh dunia menjadi sunyi.Jihan berdiri dalam kegelapan, terus mencoba mencari cahaya di sekitarnya.Namun, cahaya itu sudah lama diusir oleh tangannya sendiri ....Rian takut Jihan akan menyakiti Sara. Setelah melepaskan diri dari kendali Daris, dia bergegas kembali ke apartemen kecil itu.Dia menghela napas lega ketika melihat Sara yang duduk di sofa ruang tamu diam-diam menyeka air matanya, baik-baik saja."Dia sudah pergi?"Sara menggelengkan kepalanya dan melihat ke arah kamar tidur kedua dan berkata, "Di dalam."Rian berjalan menuju kamar itu dan hanya sekilas dia sudah melihat Jihan yang pucat duduk di lantai.Seperti yang dia duga, Jihan memiliki perasaan pada Wina, tetapi tidak pernah menunjukkan perasaannya.Rian melihat surat yang dipegang e
"Jihan, kontraknya masih sisa setengah tahun, apa bisa tunggu sampai selesai?""Bisa.""Kalau begitu bisa mengambil fotoku? Biar bisa dijadikan kenang-kenangan untukmu setelah kita berpisah.""Ya.""Kalau begitu ...."Jihan mengulurkan jarinya dan meletakkannya di bibir lembut Wina."Aku akan melakukan apa pun yang kamu minta."Wina tersenyum padanya. Senyuman itu terlihat tenang, cantik dan lembut."Kalau begitu ... bisakah kelak kita nggak bertemu lagi untuk selamanya, baik hidup maupun mati?"Rasa sakit yang menyelimuti hati Jihan, membuatnya tiba-tiba terbangun dari mimpinya."Nggak!"Saat membuka matanya, Jihan hanya melihat langit-langit putih. Sosok Wina sudah menghilang.Dia mengalihkan pandangannya dengan susah payah, melihat ke pergelangan tangannya dan menemukan ada balutan kain kasa. Seketika, ekspresinya menjadi muram.Sepertinya mereka masih tidak berubah, mereka tidak ingin dia mati begitu saja. Namun, yang tidak dia duga adalah ....Jihan ingin mengikuti Wina pergi, tet
"Tuan Muda Jihan, Nyonya sudah naik ke atas, cepat sembunyikan fotonya ...."Rudi mendesak Jihan dengan ekspresi panik.Namun, Jihan terlihat tidak peduli dan masih membelai foto itu.Wina sudah mati, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.Karena mereka tidak akan membiarkannya mati, dia akan hidup dengan baik.Dia akan memberi tahu mereka apa yang akan terjadi pada mereka setelah menyelamatkan seorang iblis!Suara kursi roda yang berguling-guling di tanah terdengar perlahan dari arah koridor di luar pintu.Semakin dekat suaranya, Rudi semakin ketakutan dan tidak berani bersuara sedikit pun.Ruangan yang awalnya gelap tiba-tiba menjadi terang sebelum sekelompok orang masuk.Seorang wanita yang duduk di kursi roda dan didorong oleh seorang pria jangkung dan kekar.Di belakangnya ada sekelompok pengawal profesional yang merupakan mantan tentara pasukan khusus.Setelah mereka masuk, Jihan bahkan tidak menoleh ke belakang, matanya yang merah selalu menatap foto Wina.Melihat Jihan tahu d
Setelah melihat penampilan Clara yang sebelum mati, Lilia mengalami mimpi buruk selama beberapa bulan.Dia tidak mengerti bagaimana seorang ibu bisa begitu kejam pada putra sendiri.Selama itu adalah sesuatu yang Jihan pedulikan, entah itu orang atau benda, dia akan sangat marah sampai menggunakan segala cara untuk menghancurkannya.Saat berpura-pura menjadi wanita Jihan, Lilia juga takut disiksa sampai mati seperti Clara.Namun, Lilia tetap mengumpulkan keberanian untuk melakukannya. Karena orang seperti dirinya seharusnya sudah lama menghilang dari dunia ini ketika Yuno mengirim orang untuk memerkosanya.Jihan-lah yang mengulurkan tangannya, membantunya dan memberitahunya bahwa tidak perlu buru-buru membalaskan sebuah dendam, pada akhirnya pasti akan berhasil.Baru setelah itu Lilia memiliki keberanian untuk hidup. Dengan dukungan Jihan, dia pergi ke luar negeri dan kembali setelah mempelajari keterampilan medis.Jihan memberinya kekuatan untuk tetap hidup, jadi dia secara alami ingi
Setelah sekian lama, jari Jihan yang berada di pelatuk perlahan mengendur.Orang yang paling Wina sayangi di dunia ini adalah Ivan dan Sara.Dia tidak bisa menyeret orang-orang kesayangan Wina itu demi dendamnya sendiri.Sorot mata Jihan berangsur-angsur kembali menjadi dingin dan jauh.Setelah mengendalikan emosinya, dia perlahan meletakkan pistol di tangannya.Seolah-olah bisa menebak Jihan akan meletakkan senjatanya demi orang yang dia sayangi, wanita di kursi roda itu tersenyum lebih sinis."Inilah kenapa kamu nggak bisa melawanku. Kamu punya kelemahan dan aku nggak punya ...."Pria yang baru saja lolos dari todongan senjata menjadi sedikit pucat saat mendengar kata-kata tersebut.Untungnya, Jihan mengalah. Jika tidak, kakak perempuannya itu tidak akan peduli dengan hidup atau matinya.Jihan hanya tersenyum sinis dan mendengus dingin. Dia sama sekali tidak ingin mengatakan apa pun pada wanita di kursi roda itu.Melihat Jihan masih bersikap arogan, wanita di kursi roda itu langsung
Setelah orang-orang itu pergi, Jihan memandang Rudi, yang berdiri di samping dan menjadi pucat karena ketakutan dan berkata, "Panggilkan dokter untuk Lilia."Rudi mengangguk cepat dan menjawab, "Baik, aku akan segera panggil dokter ...."Rudi pun bergegas keluar. Lilia yang terbaring di lantai dan tidak bisa bergerak, mengalihkan pandangannya dengan susah payah dan menatap Jihan.Lilia sedikit terkejut ketika melihat tangan kanan Jihan, yang terbungkus kain kasa, mengeluarkan banyak darah karena memegang pistol tadi."Pak Jihan, biarkan aku menghentikan pendarahan di tanganmu dulu."Saat Lilia ingin bangkit berdiri, dia dihentikan oleh suara dingin, "Nggak perlu."Setelah mengatakan itu, Jihan berbalik dan duduk di sofa. Matanya yang acuh tak acuh itu menatap dingin sisa-sisa cahaya matahari terbenam.Lilia dapat melihat sorot mata Jihan sangat redup dan kusam, seolah-olah telah kehilangan warna kehidupan.Melihat Jihan seperti itu, rasa bersalah yang mendalam tiba-tiba melonjak di hat