Wajah seketika Jefri menjadi masam dan bertanya, "Apa maksudmu?"Sara memelototinya sejenak, lalu berbalik dan pergi tanpa menjawabnya.Saat Jefri bereaksi, Sara sudah tidak kelihatan.Jefri menjadi sangat marah dan menendang mobil mewahnya.Awalnya dia ingin melampiaskan amarahnya, tetapi bagian yang dia tendang adalah pelat besi yang membuat jari kakinya kesakitan.Jefri, yang sangat sial, dibawa ke ruang gawat darurat dengan bantuan dokter dan asistennya.Setelah perawat memberi tahu bahwa Wina sudah sadar, Lilia segera datang ke kamar rawat VIP dengan membawa stetoskopnya.Lilia menghela napas lega, setelah memeriksa kondisi fisik Wina dan menemukan tidak ada tanda-tanda infeksi di bagian belakang kepala Wina."Nona Wina, selanjutnya kita hanya perlu mengamati apakah ada infeksi setelah menjalani operasi di belakang kepalamu. Tenang saja, ini bukan masalah besar, tapi ...."Lilia berhenti sejenak, menatap Wina dengan tatapan penyesalan dan berkata, "Kondisi jantungmu semakin membur
Ekspresi putus asa Wina membuat Lilia merasa tertekan. Dia segera membungkuk dan memeluk Wina."Nona Wina, terima kasih."Pelukan lembut Lilia menyadarkan Wina dari lamunannya. Dengan susah payah, dia mengangkat tangannya dan menepuk-nepuk punggung Lilia."Aku juga ingin berterima kasih sudah menyelamatkanku. Kalau bukan karena kamu, aku mungkin nggak akan ada kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada kakakku."Setelah Sara pergi, seorang perawat masuk untuk memeriksa kondisinya. Perawat itu juga memberi tahu Wina bahwa dia diselamatkan dengan tepat waktu oleh Lilia.Meskipun dia tidak tahu bagaimana Lilia bisa bergegas datang menyelamatkannya, dia hanya perlu mengingat utang nyawa ini selamanya dan tidak perlu bertanya terlalu jauh."Sebenarnya Ji ...."Lilia ingin memberi tahu Wina bahwa Jihan yang meminta dirinya untuk menyelamatkannya, tetapi ucapannya disela oleh Wina, "Dokter Lilia, kakakku, maksudku Sara, ke mana dia pergi?"Sudah dua jam berlalu dan Sara masih belum k
Sara berdiri di depan kamar rawat, dia tidak berani masuk.Bukan karena tidak berani menghadapi Wina, tetapi dia tidak bisa menghadapi kepergian Wina.Sara melipat tangannya dan bersandar ke dinding dan perlahan berjongkok. Seolah-olah seluruh dunia telah meninggalkannya, dia tampak sangat tidak berdaya.Ketika Lilia memimpin sekelompok dokter untuk melakukan pemeriksaan, dia melihat Sara. Kemudian, dia segera meminta dokter lain untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Sementara dia melangkah maju untuk membantu Sara berdiri."Nona Sara, kamu baik-baik saja?"Sara tertegun dan menggelengkan kepalanya.Lilia menatap mata Sara yang bengkak karena menangis, lalu menarik napas dalam-dalam."Nona Sara, hidup dan mati sudah ditakdirkan. Nggak ada yang bisa mengubahnya. Yang bisa kamu lakukan sekarang adalah lebih sering menemaninya. Jangan sampai ada penyesalan di kemudian hari."Kata-kata itu menyadarkan Sara. Secercah cahaya kehidupan terlihat pada pupil matanya yang redup itu."Berapa lama ..
Sara menangis selama dua jam penuh, seolah-olah dia telah mengeringkan semua air matanya baru berhenti menangis.Wina mengangkat sudut bibirnya dan mentertawakannya, "Kak Sara di dalam ingatanku selalu kuat, nggak kusangka bisa jadi cengeng seperti ini."Sara tidak ada niat bercanda dengannya, dia hanya bertanya dengan ekspresi pahit di wajahnya, "Apakah Dokter Lilia tahu bahwa kamu nggak bisa melihat?"Wina menggelengkan kepalanya, "Nggak tahu."Setelah itu, Wina menambahkan, "Aku nggak ingin merepotkannya."Ketika mendengar ini, Sara merasa sangat sedih. Dia tahu Wina mungkin merasa hidupnya hanya tinggal beberapa hari lagi, jadi tidak peduli apakah bisa melihat atau tidak.Sara menatap mata Wina yang terlihat kusam, menekan keputusasaan yang hampir runtuh di dalam hatinya dan bertanya dengan suara serak, "Wina, kapan kamu mulai menderita gagal jantung?"Sara sudah pernah mencari tahu bahwa gagal jantung tidak mungkin akan langsung sampai ke tahap stadium terakhir.Oleh karena itu, S
Teringat dengan perkataan Wina untuk tidak menyalahkan Rian, Sara pun mengabaikannya dan pergi mengambil air.Rian berdiri di depan pintu, memandangi tubuh mungil dan lemah yang terbaring di ranjang itu. Perlahan-lahan seperti ada kabut yang memenuhi mata Rian.Setelah menenangkan tubuh yang terus gemetar, Rian mengepalkan tangannya dan menggerakkan kakinya yang terasa berat menuju ranjang Wina selangkah demi selangkah.Wina yang tidak bisa melihat, hanya bisa merasakan ada seseorang mendekat. Dia mengira Sara sudah kembali dan mengulurkan tangannya untuk memegang pakaian Sara."Sara ...."Sebelum terpegang, tangan Wina digenggam oleh telapak tangan yang besar.Wina merasakan tangan yang memegangnya dengan erat sedikit gemetar. Seakan pemilik tangan ini memiliki ribuan kata untuk diucapkan tetapi tidak tahu harus berkata apa, jadi dia hanya bisa memegang tangannya dengan erat.Wina menyadari bahwa itu adalah sepasang tangan pria. Seketika, wajah tampan Jihan muncul di benaknya, tetapi
Sekarang Rian mulai mengerti mengapa Wina sebelumnya memperlakukannya begitu kejam.Saat itu, Wina mengusirnya karena takut dia akan bersedih dan merasa bersalah setelah melihat kematian Wina.Ternyata Wina miliknya tidak pernah berubah. Menjelang akhir hidup pun Wina selalu memikirkannya.Sedangkan dirinya, malah berpikir Wina begitu kejam padanya karena sudah jatuh cinta pada Jihan.Rasa bersalah yang mendalam menyelimuti Rian sepenuhnya, membuatnya gemetar bahkan saat dia memegang tangan Wina.Wina merasakan ketidakberdayaan Rian, mengulurkan tangan untuk meremas telapak tangan Rian dan berkata, "Ivan, kamu kembali ke sana, ya?"Rian menyentuh wajah pucat Wina dan berkata dengan lembut, "Wina, apa pun yang kamu katakan kali ini, aku nggak akan pergi. Aku akan berada di sisimu selamanya, menemanimu selamanya ...."Kata selamanya terlalu berat untuk diterima Wina, tetapi dia tidak ingin menyakiti hati Rian.Wina menghirup oksigen dalam-dalam untuk menghilangkan rasa sesaknya, lalu ber
Dalam beberapa hari terakhir, Wina menghabiskan lebih banyak waktu untuk tidur daripada bangun.Bahkan ketika dia bangun, dia hanya bisa berbicara beberapa kata dan tertidur lagi.Rian terus menemaninya di samping, sama sekali tidak bergerak. Wajahnya sedikit pucat dan muncul kumis tipis. Dia tampak kelelahan.Sara membujuknya untuk istirahat, tetapi dia tidak mau. Sara tidak bisa memaksanya, jadi tidak memedulikannya lagi.Sara berpikir Wina mungkin ingin makan sesuatu setelah bangun, jadi pergi menyiapkannya dulu meski Wina mungkin tidak akan bisa makan.Setelah memberi tahu Rian bahwa dirinya pergi membeli bubur, Sara pun meninggalkan kamar rawat dan turun ke bawah.Tidak lama kemudian, Wina terbangun. Pembengkakan di tangan dan kakinya membuatnya tidak bisa bergerak.Wina bisa menebak kalau wajahnya mungkin bengkak juga dan pasti terlihat sangat jelek.Dia merasakan tangan Rian memegang tangannya begitu kuat hingga jantungnya berhenti sejenak.Dia menelan ludahnya dan berbicara den
Saat Wina mentertawakan dirinya sendiri, saluran pernapasannya tiba-tiba menegang. Dia terbatuk-batuk sampai mengeluarkan darah dan langsung memenuhi seluruh masker oksigennya."Wina!"Seketika, Rian terlihat pucat dan bergegas menekan bel untuk memanggil dokter. Dia berlutut dengan satu kaki, mengambil tisu, membuka masker oksigen itu dan menahan darah yang dibatukkan Wina.Ketika darah mengalir ke tisu dan menodai jari-jarinya, sekujur tubuh Rian gemetar.Dia mengulurkan tangan yang satu lagi, mencoba menyeka darah dari sudut mulutnya. Namun, semakin dia menyeka, semakin banyak darah yang keluar ....Darah mengalir di pipi Wina, menodai pakaian dan bantalnya.Warna merah pekat itu sangat menusuk mata dan jantung Rian, membuatnya tidak bisa berhenti gemetar.Ketika mendengar bel berbunyi, perawat segera memanggil dokter yang merawat Wina dan Dokter Lilia.Melihat Wina terbatuk-batuk seperti itu, Lilia segera memerintahkan dokter lain untuk mendorongnya ke ruang gawat darurat.Mereka y