"Kita sudah menyinggungnya, aku khawatir dia pasti akan menyulitkan kita di masa depan ...."'Aku nggak masalah karena aku masih bisa mencari Pak Jihan untuk melindungiku, tapi Wina ....'Kalau Mira sampai tahu hubungan dia dengan Pak Jihan, aku takut ....'Lilia tidak berani memikirkannya lagi, karena yang terpikirkan olehnya hanyalah Clara yang disiksa sampai mati.Wina merasa sangat bersalah saat melihat ekspresi ketakutan Lilia dan berkata, "Dokter Lilia, maafkan aku, aku jadi menyusahkanmu."Lilia menggelengkan kepalanya pelan dan berkata, "Aku nggak menyalahkanmu, Mira memang sudah keterlaluan."Takut Wina terlalu menyalahkan diri sendiri, Lilia menghiburnya, "Jangan takut, aku akan memberi tahu Pak Jihan nanti, dia akan melindungi kita."Wina tersenyum tidak berdaya. 'Aku begitu kejam pada Jihan, dia pasti sudah membenciku, jadi mana mungkin dia kan melindungiku.'Lilia masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi beberapa polisi datang dan menanyakan apa yang terjadi tadi.Lilia menj
Yuno tercekat, seolah tersadar kembali. Emosi yang aneh di matanya dengan cepat memudar dan digantikan oleh rasa kebencian."Aku bukan kakakmu!"Dia mendorong Lilia menjauh dan mundur selangkah. Saat menatap Lilia lagi, sorot matanya penuh dengan kebencian."Kakakmu hanya si berengsek itu. Aku nggak ada hubungan darah denganmu!"Lilia tidak bereaksi sama sekali terhadap sorot mata Yuno yang penuh kebencian itu, seakan-akan dia sudah terbiasa.Sikap tenang Lilia itu semakin kebencian Yuno membesar. Dia melangkah maju, meraih wajah Lilia yang masih bengkak itu, menggertakkan gigi dan berkata, "Lilia, kamu malah mengikuti si berengsek itu bekerja dengan Jihan. Mulai hari ini, kita lanjutkan permainan saat masih kecil kita ...."Mendengar Yuno ingin melanjutkan permainan yang mereka mainkan saat kecil, tubuh Lilia gemetar sejenak, tetapi dia tetap menunjukkan ekspresi keras kepala, yang menolak untuk mengaku kalah.Yuno langsung menamparnya dan berseru, "Kalau kamu melihatku seperti itu la
Lilia tidak mengatakan seberapa besar pertikaiannya dan Wina juga tidak bertanya.Keduanya terdiam beberapa saat, lalu Lilia membuka laci dan mengeluarkan beberapa kotak obat yang baru tiba itu dan menyerahkannya kepada Wina. "Ingat untuk minum obat-obat ini tepat waktu," ujar Lilia.Setelah mengucapkan terima kasih, Wina hendak mentransfer uang obat itu dengan ponselnya, "Dokter Lilia, berapa harganya? Aku transfer uangnya ke kamu."Lilia melambaikan tangannya dan berkata, "Nggak perlu, bagiku ini hanya beberapa kotak obat saja, sebaliknya kamu kelihatan sedang kekurangan uang, ya?"Wina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Orang yang hidupnya sudah nggak lama lagi seperti mana mungkin kekurangan uang. Hanya saja, aku ingin meninggalkan lebih banyak uang untuk kakakku."Lilia mengangguk, mengerti ucapannya. Kemudian, dia teringat sesuatu dan menyerahkan sebuah kartu nama kepada Wina."Dia adalah seorang dokter spesialis jantung terkenal di Kameria. Pak Jihan mengundangnya untuk menca
Wina secara tiba-tiba menerima tamparan keras dari Mira.Bekas jari merah langsung muncul di pipi pucat dan kurusnya.Wina sangat ingin menamparnya kembali, tetapi tubuhnya tidak cukup kuat.Tamparan itu membuat kepalanya berdengung dan detak jantungnya tiba-tiba bertambah cepat, membuatnya sulit bernapas.Dia tidak memiliki kekuatan untuk bersaing dengan Mira, jadi dia hanya bisa bertahan dan menatap dingin ke arah Mira yang sangat arogan di depannya."Nona Mira, apa maksudmu?""Nggak ada, aku hanya ingin menamparmu setiap bertemu denganmu!"Mira mengangkat dagunya setinggi-tingginya, dengan angkuh mengangkat tangannya lagi untuk menampar Wina.Wina menggertakkan gigi dan mundur selangkah untuk menghindari tamparan itu.Dia segera mengeluarkan ponsel dari sakunya, tetapi sebelum dia bisa membuka ponselnya, Winata dengan cepat merampas ponselnya.Mira tidak berhasil menampar Wina, lalu ketika melihat Wina mencoba untuk memanggil polisi, dia menjadi semakin marah.Untungnya, Winata mera
Saat Wina batuk-batuk, ada banyak ludah yang berwarna merah bercampur ke dalam air jamban.Pengawal yang menahan kepala Wina langsung terkejut. Dia mengira Wina batuk darah, jadi segera mengangkat kepalanya ke atas.Setelah dapat menghirup udara lagi, Wina tersadar kembali, tetapi masih terus batuk-batuk.Yang keluar saat dia batuk masih ludah berwarna merah. Ini merupakan gejala stadium akhir.Mira hanya mengira perut Wina sakit karena kemasukan air. Amarahnya pun sedikit mereda, tetapi dia masih menatap Wina dengan tajam."Ini adalah balasan yang pantas kamu terima! Kamu pantas mati tersedak sampai mati!"Setelah mengatakan itu, Mira mengangkat dagunya ke arah kedua pengawal itu dan mereka segera melepaskan Wina."Kali ini aku akan melepaskanmu. Kalau kamu masih berani melawanku lagi, jangan pernah berpikir untuk bisa hidup lagi!"Setelah melontarkan ancaman itu, Mira meraih lengan Winata dan berbalik untuk pergi.Siapa sangka, Mira yang baru berjalan dua langkah, lehernya ditarik ol
Mira, yang sudah bisa bernapas kembali, sangat marah hingga seluruh tubuhnya gemetar dan dia sama sekali tidak mendengar pertanyaan Jihan.Dia sangat marah karena pertama kalinya sejak lahir dia diperlakukan begitu hina seperti iniSetelah bangkit dari lantai, dia bergegas mendorong Wina dengan keras.Wina yang didorong secara tiba-tiba itu terjatuh ke dalam bilik toilet dan kepalanya membentur tepi jamban.Darah merah mengalir keluar, mengalir dari tepi jamban dan jatuh ke lantai setetes demi setetes ....Wajah Jihan seketika menjadi muram dan tangan yang memegang pinggang Winata tiba-tiba mengeluarkan kekuatan yang tak terkendali.Winata mengernyit kesakitan dan bertanya, "Jihan, ada apa?"Jihan segera melepaskan Winata dan berjalan mendekati Wina.Tangan Jihan yang terulur tiba-tiba ditarik kembali karena tatapan terkejut Winata.Jihan menatap Wina dan mengucapkan dua kata dengan dingin, "Minta maaf."Wina menengadah, tetapi darah yang mengalir dari kepalanya menutupi pandangannya d
Jihan tidak mengetahui situasi Wina yang terbaring di belakangnya. Dia hanya bertanya dengan dingin kepada Mira, "Apa ini cukup?"Tamparan itu menghilangkan keraguan Mira.Jihan tidak akan pernah melukai orang yang disayanginya. Sebaliknya, dia kan berjuang untuk melindunginya.Melihat Jihan menampar Wina tanpa belas kasihan menunjukkan bahwa Jihan tidak ada hubungan dengan wanita jalang ini.Mira berpikir Jihan tadi membela wanita jalang ini, kemungkinan karena si jalang Lilia.Namun, pada akhirnya Jihan memberi pelajaran kepada teman Lilia. Hal ini menunjukkan bahwa Jihan yang sebagai kakak masih sayang padanya.Mira awalnya ingin membunuh Wina, tetapi karena tidak ingin kehilangan kasih sayang dari Jihan, dia pun memilih untuk mengalah."Kak Jihan turun tangan membeli pelajaran pada wanita jalan ini, tentu saja sudah cukup!"Mira mengeluarkan tisu basah dari tasnya dan menyerahkannya kepada Jihan."Kak Jihan, bersihkan tanganmu, kotor ...."Dengan wajah tanpa ekspresi, Jihan mengamb
Sara, Sara ....Samar-samar seperti ada suara tangisan Sara yang memilukan hatinya, suara tangisan itu membuat Wina berhenti melangkah maju.Dia berdiri di tengah kabut, saat perlahan berbalik, dia langsung melihat Sara berlari ke arahnya."Wina, jangan pergi. Kembalilah, masih banyak hal yang ingin kukatakan padamu ...."Wina membuka mulutnya untuk membalas kata-kata Sara, tetapi ternyata dia tidak bisa mengeluarkan suara.Kemudian, seperti ada udara segar masuk, memperlambat jantungnya yang mati lemas.Perlahan-lahan, kabut dan Sara di depannya menghilang. Wina jatuh dalam keadaan koma sepenuhnya ...."Dokter Lilia, jantungnya kembali berdetak!""Cepat, terus beri dia oksigen!"Lilia seketika merasa lega ketika dia melihat fluktuasi data elektrokardiogram yang terputus-putus.Pertama kalinya dia begitu gugup terhadap seorang pasien, karena takut Wina akan mati begitu saja.Tangannya sampai sekarang masih gemetar, dia bahkan tidak punya tenaga untuk mengangkat tangannya."Dokter Aldo,