Jihan pun meraih tangan Wina yang dingin dan berlumuran darah itu dengan gemetar, lalu meletakkannya di wajahnya. Wajah Jihan yang pucat langsung ternoda merah.Jihan menurunkan pandangannya dan memandangi sekujur tubuh Wina yang berlumuran darah. Wina pasti sangat kesakitan dengan begitu banyak luka, darah dan selang yang dipasang, bukan?Untuk pertama kalinya, Jihan menyadari bahwa di saat dia sedang merasa kasihan pada orang lain, hatinya terasa begitu sakit dan menderita. Jihan bahkan seolah bisa merasakan rasa sakit yang sama seperti yang Wina rasakan.Seandainya bisa, Jihan ingin memindahkan semua penderitaan Wina ini kepadanya. Dia rela menanggung semua karmanya. Dia bersedia melakukan apa saja, bahkan mati, asalkan Wina-nya tidak perlu menderita.Jihan menundukkan wajahnya yang terlihat lelah dan putus asa sambil terus memegang tangan Wina dan membenamkan dirinya di meja operasi. Tubuhnya yang tinggi tegap itu membungkuk seperti orang beriman yang sedang berlutut dan berdoa mem
Bagaimanapun juga, sebesar apa pun rasa cinta yang Jodie miliki, mana mungkin bisa menandingi rasa cinta Jihan sebagai suami Wina? Jodie juga menyadari hal ini, tetapi dia tidak ambil pusing. Untuk apa juga dia peduli soal itu di saat dia merasa bahagia hanyut dalam perasaannya?Akan tetapi, Jodie merasa sangat menyesal melihat kondisi Wina saat ini. Seandainya saja dia tahu, dia pasti akan memberi tahu Wina waktu Wina bertanya kepadanya apa yang dia katakan waktu! Seharusnya waktu itu dia jujur saja!Jodie jadi benci dengan sifat pengecutnya. Kenapa dia harus menahan diri dan sok bersikap sungkan? Akan tetapi, ini semua hanyalah rasa penyesalan kecil yang tidak seberapa dibandingkan dengan rasa tidak teganya untuk Wina.Seandainya saja bisa, Jodie bahkan rela memohon kepada langit agar biar dia saja yang menggantikan Wina melalui semua penderitaan ini, supaya Wina dan Jihan bisa bersatu kembali dan hidup bahagia ....Sayangnya, tidak ada yang peduli dengan hidup dan mati Jodie. Berbed
Sikap Ivan pun lebih terkendali dan sopan. Dia tahu Wina tidak lagi mencintainya, tetapi dia tetap diam-diam mencintai wanita itu.Justru perasaan berharga itulah yang membuat Jihan menengadah dan memandangi profil Ivan dari belakang. Jihan sedikit mengernyit, matanya yang memerah menyorotkan kesan berkecamuk.Saat pintu ICU hendak ditutup, telinga Ivan pun menangkap sebuah suara yang dingin dan acuh tak acuh ...."Terima kasih."Ivan sontak berhenti berjalan, lalu menoleh menatap Jihan yang duduk di samping ranjang rumah sakit itu. Jihan bersikap begitu angkuh sepertinya di luar, tetapi di hadapan Wina bisa bersikap begitu lembut. Jihan pasti begitu mencintai Wina sampai-sampai rela mengucapkan terima kasih yang sedemikian tulusnya.Ivan menggunakan semua koneksi yang dia miliki untuk mencari dokter yang dikenal hebat. Begitu ketemu, dia langsung membawa dokter itu ke rumah sakit. Namun, setiap dokter yang melihat kondisi Wina mengatakan hal yang sama dengan Moran. Bahwa kemungkinan W
Dari respons Jihan, Sara menduga Jihan menyalahkan anak itu atas kondisi Wina saat ini. Itu sebabnya Jihan memberikan jarak antara dirinya dengan putranya yang masih bayi. Sara juga tidak berminat memaksa Jihan.Sara menggendong bayi itu, lalu meletakkannya di sebelah Wina. Kemudian, Sara meraih tangan Wina dan meletakkannya di atas perut bayi itu. Bayi itu pun mulai menangis, mungkin karena ada koneksi batin antara dirinya dengan sang ibu.Tangisan bayi itu membuat mata Jihan menjadi berkaca-kaca. Dia pun refleks mengulurkan jemarinya yang ramping dan meletakkannya di tangan mungil bayi itu ....Begitu menyentuh tangan Jihan, tangisan bayi itu pun perlahan berhenti. Kemudian, bayi itu membuka matanya yang besar. sorot tatapannya tampak begitu cerah, polos dan berbinar. Dia menatap Jihan dengan rasa ingin tahu, lalu menggenggam jari kelingking Jihan ....Saking mungilnya, kelima jemari bayi itu hanya bisa menggenggam jari kelingking Jihan. Genggaman mungil itu menandakan bahwa Jihan ad
Jihan balas mengangguk kecil. Saat ini, Jihan rela melakukan apa pun selama itu bisa membuat Wina siuman.Sara sedikit tidak percaya, tetapi dia langsung memberitahukan alamatnya kepada Jihan."Katanya kalau kamu bersujud mulai dari kaki gunung hingga ke kuil yang ada di puncak gunung, semua permintaanmu akan terkabul. Dulu aku merasa itu adalah sesuatu nggak masuk akal, tapi sekarang ...."Jihan yang mengenakan jas dan sepatu kulit itu pun mengesampingkan martabat dan kesombongannya, lalu berlutut dan bersujud di setiap langkahnya menuju ke atas. Keningnya sampai berdarah, tetapi dia tidak menyerah.Setibanya di puncak gunung, barulah Jihan jatuh tersungkur. Wajahnya yang pucat pun menengadah, kedua tangannya terkatup rapat dan dia perlahan memejamkan matanya dengan aroma dupa di sekelilingnya ....Dia, Jihan Lionel ....Pertama memohon agar istrinya, Wina Septa, bisa siuman.Kedua, agar anak mereka sehat selalu.Ketiga, agar Wina dan anak mereka sehat selalu dan panjang umur.Hanya i
Ranjang rumah sakit Wina terletak di dekat jendela. Kaca jendela dibuka sedikit, membuat angin sepoi-sepoi berembus masuk bersama butiran air hujan dan meniup tirai putih kamar dengan lembut. Angin dan air hujan itu pun mengenai bagian kepala ranjang dan menghadirkan sensasi sejuk.Begitu merasakan perubahan suhu itu, Wina memalingkan pandangannya dari langit-langit kamar ke luar jendela kaca. Di luar sana, langit tampak mendung seiring dengan butiran hujan yang turun ....Wina menggerakkan jari-jarinya untuk mencoba menangkap butiran hujan yang jatuh, tetapi ternyata tubuhnya terasa begitu sakit. Mulai dari ujung jarinya hingga ke perut, jantung, tubuh bagian bawah dan kepalanya. Saking sakitnya, sekujur tubuh Wina sontak menegang dan air mata pun mengalir membasahi pipinya ....Di pintu kamar rawat, Dokter Seno yang membawa kotak peralatannya pun mendorong pintu masuk dan melihat Wina menangis. Dia sontak mematung sesaat, lalu bergegas memeriksa denyut nadi Wina untuk memastikan Wina
Sara pun terjatuh ke atas kursi dengan lemas. "Dokter Seno, apa dia hilang ingatan? Kenapa dia masih bisa ingat hidupnya saat berusia 18 tahun ke bawah?"Dokter Seno pun tersadar dari lamunannya. "Entahlah, harus diperiksa dulu."Sara segera bangkit berdiri. "Akan kuminta dokter untuk segera memeriksanya. Lebih baik segera memulihkan kondisinya sebelum Jihan kembali."Sara merasa sangat kasihan pada Jihan, jadi dia berharap para dokter dapat membantu memulihkan ingatan Wina sebelum Jihan kembali dari kuil.Setelah pemeriksaan, dokter mengabarkan bahwa Wina mengalami amnesia sementara akibat pendarahan otak. Dengan kata lain, yang diingat Wina sekarang hanyalah hidupnya saat berusia 18 tahun ke bawah."Terus, kapan dia bisa sembuh?" tanya Sara dengan bingung.Dokter meletakkan hasil pemeriksaan tersebut dan menjawab, "Kapannya tergantung ke pribadi masing-masing pasien.""Apa bisa diobati dengan obat?" tanya Sara."Nggak," jawab si dokter. "Dalam kasus hilang ingatan seperti ini, justru
van menunduk menatap bola mata Wina yang memantulkan sosoknya seorang, rasanya kendalinya nyaris lenyap. Akan tetapi, Ivan tahu betul Wina bukan algi miliknya. Ivan pun mengendalikan debaran jantungnya, lalu menjawab dengan enggan, "Bukan."Jika bayi itu bukan anaknya dengan Ivan, berarti anaknya dengan Jihan. Nama pria yang terkesan begitu asing bagi Wina. Wina pun bertanya dengan tidak terima, "Bukannya kita sudah janji untuk bersama selamanya? Kenapa kita malah berpisah?"Sara bilang Jihan adalah suaminya, begitu pula para dokter lainnya. Masalahnya, Wina paling menginginkan Ivan sebagai suaminya, kenapa dia malah berakhir menikah dengan orang lain?Jemari Wina perlahan terkepal. Ivan bergumul hebat di dalam hati, lalu akhirnya mendorong tangan Wina menjauh dengan lembut. "Itu karena aku sudah nggak mencintaimu lagi ...."Wina tahu dia hilang ingatan dan sudah ada banyak hal yang terjadi selama ini, tetapi tetap saja dia merasa sedih mendengar jawaban Ivan. "Ivan, kamu bilang kamu a