"Maaf ya, Jefri, kakakmu yang satu ini memang nggak pintar bicara."Wina pun menatap Jihan dengan kesan menyalahkan."Kamu pulang saja dulu, aku mau di sini sebentar menemani bayi-bayi Sara."Jihan yang sudah duduk di sofa pun sedikit menengadah, sorot tatapannya terlihat agak tajam."Biar kutemani."Itu berarti dia tidak akan pergi apabila Wina tidak pergi.Jefri pun menatap Wina dengan kesan memelas.Wina menghela napas, lalu akhirnya mengembalikan bayi itu kepada Sisilia dengan sangat enggan.Setelah mengambil cucunya kembali, barulah Sisilia menyadari bahwa wajah cucunya memang agak jelek.Sisilia pun mengernyit menatap cucunya, lalu ke Jefri dan Sara. Orang tuanya anak ini tidak jelek, jadi kenapa anak mereka jelek sekali?Makin lama Sisilia memperhatikan cucunya, makin dia merasa cucunya ini jelek. Sisilia pun menyerahkan anak itu kembali kepada Wina. "Kamu 'kan bibinya, lebih baik kamu gendong dia lebih lama."Wina pun menggendong bayi itu kembali dengan senang hati. "Kalau gitu
Ivan yang berdiri di luar pintu tampak rapi dan segar dengan kemeja putihnya.Dibandingkan dengan saat dia masih menggunakan kursi roda, aura Ivan saat berdiri benar-benar tidak terkalahkan.Pandangan Wina yang lembut dan tenang pun berpindah dari wajah tampan Ivan ke kaki pria itu.Saat melihat kaki Ivan yang sudah bisa berdiri dengan tegak bahkan berjalan dengan mantap memasuki ruang bersalin, rasa bersalah dalam hati Wina perlahan menghilang.Ivan akhirnya bisa berdiri lagi dan tidak harus menghabiskan hidupnya di kursi roda. Mulai sekarang, dia bisa menjalani kehidupan yang baik seperti orang lain kebanyakan.Sorot tatapan Wina terlihat bahagia, dia mendoakan hidup Ivan baik-baik saja. Namun, Wina tidak berani menatap Ivan dengan terlalu terang-terangan karena ada Jihan di sini. Wina hanya balas mengangguk, lalu memalingkan wajahnya.Ivan juga tidak berani terlalu fokus terhadap Wina. Dia tidak akan terbuai dalam rasa sakit hatinya jika tidak melihat Wina. Terkadang ada perasaan ya
Artha diam-diam mengawasi Aulia yang menemani Ivan melewati masa-masa sulit, dia bisa melihat bagaimana sosok Ivan sedikit demi sedikit memenuhi relung hati Aulia ....Ternyata lebih menyakitkan melihat orang yang dicintai perlahan-lahan jatuh cinta dengan orang lain daripada berhenti jatuh cinta. Ucapan Aulia itu seperti belati yang menghujam jantung Artha ....Rasa sakit yang hebat itu seolah menggerogoti tulang Artha dan menyebar ke sekujur tubuhnya. Dia mendadak merasa hidupnya tidak berarti lagi.Artha pun bersandar di dinding dan membalikkan punggungnya, lalu perlahan mengangkat matanya yang berkaca-kaca. Langit masih terlihat biru dan dunia masih cukup indah, tetapi kenapa hatinya terasa begitu hampa?Artha sudah siap menjaga Aulia secara diam-diam selamanya, asalkan mereka tidak saling jatuh cinta dengan orang lain. Kenapa Aulia dulu yang melanggar satu-satunya aturan yang tersisa di antara mereka berdua?Artha sepertinya lupa bahwa dia sendiri yang membuat aturan ini tanpa mel
Setelah itu, saat Aulia menyebut soal Ivan lagi, Sara pun bertanya kepadanya bagaimana dia bisa jatuh cinta pada Ivan.Aulia mengaku dia merasa Ivan begitu kasihan dan kesepian setiap kali Aulia melihat pria itu duduk sendirian di dekat jendela sambil memandangi hamparan bunga.Dia merasa bahwa ketika seorang wanita mulai merasa kasihan pada seorang pria, itu berarti sudah ada rasa romantis di sana. Aulia memutuskan untuk mengikuti kata hatinya, sementara Ivan yang terjebak dalam masa lalu tidak mau menerima orang baru lagi.Baginya, hidup dan dunianya milik Wina seorang. Ivan menolak semua bentuk perhatian dan kasih sayang dari Aulia, bahkan tidak mau menerima perawatan dan kunjungan dari Aulia lagi.Ivan lebih memilih tersiksa karena depresinya daripada membuka kembali hatinya dan menerima wanita lain, dia takut akan melupakan Wina lagi.Ivan menyalahkan amnesianya atas semua hal yang dia sesali tentang Wina. Itu sebabnya dia menolak mengizinkan siapa pun memasuki hatinya lagi.Meski
Membahas soal Zeno membuat sorot tatapan Jihan yang dingin menjadi sendu dan penuh penyesalan.Dia menurunkan pandangannya, bulu matanya yang lentik membentuk bayangan di bagian bawah matanya.Lama sekali Jihan hanya diam hingga sorot tatapannya yang sedih itu lenyap, lalu akhirnya dia menengadah menatap Jodie lagi dengan ekspresi serius."Siapa nama orang itu?""Favian Yusril."Favian Yusril.Jihan mengangguk kecil sambil mengingat-ingat nama itu."Aku lagi pulang karena kebetulan ada urusan, jadi sekalian saja aku ke sini untuk memberitahumu."Sebenarnya, Jodie tidak perlu sengaja ke sini demi memberi tahu Jihan. Dia cukup menelepon Jihan. Terlihat jelas dia punya maksud lain.Mana mungkin Jihan tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam benak Jodie? Jodie juga tidak pintar mengendalikan emosinya, dia selalu bersikap sesukanya.Dalam kurun waktu ini, Jodie juga sempat bermimpi yang aneh. Dia mimpi Wina berulang kali tersandung menghampirinya. Jodie menangkap tubuhnya dengan kuat, lalu
Ternyata Wina juga masih ingat dengan makan malam terakhir mereka."Oke, ayo kita pergi bersama," kata Jihan sambil menatap Wina dengan tegas.Wina pun mengulurkan tangannya dan meraih lengan Jihan yang kekar. "Ayo pulang, Sayang."Jihan balas merangkul pinggang Wina, lalu berjalan bersama istrinya menuju Bundaran Blue Bay sambil memegangi perut Wina.Begitu melihat kedua majikannya pulang dengan selamat, Paman Rudi sontak merasa lega. Jantungnya yang semula berdebar dengan tegang akhirnya menjadi tenang.Saking senangnya, dia langsung menyuruh koki untuk masak besar. Dia juga menyuruh orang untuk menjemput Gisel sepulang sekolah.Wina sudah lama tidak bertemu Gisel, dia sangat merindukan keponakannya itu sekaligus merasa bersalah.Padahal Gisel masih sangat kecil, tetapi Wina pergi begitu saja dan hanya meninggalkan selembar surat untuk Gisel.Paman Rudi bilang Gisel sangat peka dan perhatian. Dia tahu paman dan bibi ada urusan, jadi dia hanya sesekali menanyakan soal mereka dan tidak
Jihan tidak membantah lagi dan mengisyaratkan Wina untuk bicara. "Sebelumnya, aku sudah janji ke Ivan akan memberikannya hadiah besar saat dia sudah bisa berdiri lagi ...."Wina takut Jihan akan salah paham, jadi dia segera menambahkan, "Aku juga harus memberikan hadiah buat Jodie yang sudah menyelamatkan hidupku, lalu buat Sam dan George yang sudah membantu mengurus Gisel. Jadi ....""Sayang, kamu nggak perlu minta izin dariku," sela Jihan dengan hangat. "Kasih saja kalau kamu memang mau kasih."Wina pun mengangkat wajah Jihan yang tampan paripurna itu, lalu menciumnya dengan mesra. "Kamu memang baik banget, Sayang!"Setelah memuji suaminya, Wina pun melanjutkan, "Kalau gitu, sekarang aku pilih hadiah-hadiahnya dulu. Nanti aku akan minta Paman Rudi untuk menyuruh orang mengirimkannya."Namun, belum sempat Wina bangkit berdiri, Jihan menyelanya, "Beri tahu aku saja kamu mau kasih apa. Nanti biar aku yang atur."Wina merasa terharu dengan kebaikan hati Jihan yang sama sekali tidak ingin
Begitu mengetahui kebenarannya, Jordan menghabiskan semalaman dalam kondisi yang kaget dan tidak habis pikir. Padahal Keluarga Lionel dan Keluarga Dinsa sedang berseteru, tetapi mereka mendadak berkerabat berkat kehadiran Jihan.Jordan awalnya masih ingin balas dendam, tetapi Permana memperingatkannya untuk melupakan masalah ini karena mereka bersaudara. Jordan dilarang balas dendam ke Jihan kecuali ada anggota Keluarga Lionel yang diam-diam menikam Keluarga Dinsa.Tentu saja Permana mengeluarkan peringatan seperti ini karena dia tahu Jordan tidak mungkin bisa mengalahkan Jihan. Demi mempertahankan garis keturunan terakhir Keluarga Dinsa, dia sengaja menggunakan "kata-kata yang baik" untuk membujuk Jordan.Permana membujuk Jordan karena yang paling sulit menerima kenyataan ini adalah Jihan, bukan Keluarga Dinsa. Bagaimanapun juga, Jihan harus memanggil Permana dengan sebutan "paman". Dalam hal senioritas, Permana benar-benar di atas Jihan.Setelah mendengarkan penjelasan ayahnya, Jorda
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je