Artha diam-diam mengawasi Aulia yang menemani Ivan melewati masa-masa sulit, dia bisa melihat bagaimana sosok Ivan sedikit demi sedikit memenuhi relung hati Aulia ....Ternyata lebih menyakitkan melihat orang yang dicintai perlahan-lahan jatuh cinta dengan orang lain daripada berhenti jatuh cinta. Ucapan Aulia itu seperti belati yang menghujam jantung Artha ....Rasa sakit yang hebat itu seolah menggerogoti tulang Artha dan menyebar ke sekujur tubuhnya. Dia mendadak merasa hidupnya tidak berarti lagi.Artha pun bersandar di dinding dan membalikkan punggungnya, lalu perlahan mengangkat matanya yang berkaca-kaca. Langit masih terlihat biru dan dunia masih cukup indah, tetapi kenapa hatinya terasa begitu hampa?Artha sudah siap menjaga Aulia secara diam-diam selamanya, asalkan mereka tidak saling jatuh cinta dengan orang lain. Kenapa Aulia dulu yang melanggar satu-satunya aturan yang tersisa di antara mereka berdua?Artha sepertinya lupa bahwa dia sendiri yang membuat aturan ini tanpa mel
Setelah itu, saat Aulia menyebut soal Ivan lagi, Sara pun bertanya kepadanya bagaimana dia bisa jatuh cinta pada Ivan.Aulia mengaku dia merasa Ivan begitu kasihan dan kesepian setiap kali Aulia melihat pria itu duduk sendirian di dekat jendela sambil memandangi hamparan bunga.Dia merasa bahwa ketika seorang wanita mulai merasa kasihan pada seorang pria, itu berarti sudah ada rasa romantis di sana. Aulia memutuskan untuk mengikuti kata hatinya, sementara Ivan yang terjebak dalam masa lalu tidak mau menerima orang baru lagi.Baginya, hidup dan dunianya milik Wina seorang. Ivan menolak semua bentuk perhatian dan kasih sayang dari Aulia, bahkan tidak mau menerima perawatan dan kunjungan dari Aulia lagi.Ivan lebih memilih tersiksa karena depresinya daripada membuka kembali hatinya dan menerima wanita lain, dia takut akan melupakan Wina lagi.Ivan menyalahkan amnesianya atas semua hal yang dia sesali tentang Wina. Itu sebabnya dia menolak mengizinkan siapa pun memasuki hatinya lagi.Meski
Membahas soal Zeno membuat sorot tatapan Jihan yang dingin menjadi sendu dan penuh penyesalan.Dia menurunkan pandangannya, bulu matanya yang lentik membentuk bayangan di bagian bawah matanya.Lama sekali Jihan hanya diam hingga sorot tatapannya yang sedih itu lenyap, lalu akhirnya dia menengadah menatap Jodie lagi dengan ekspresi serius."Siapa nama orang itu?""Favian Yusril."Favian Yusril.Jihan mengangguk kecil sambil mengingat-ingat nama itu."Aku lagi pulang karena kebetulan ada urusan, jadi sekalian saja aku ke sini untuk memberitahumu."Sebenarnya, Jodie tidak perlu sengaja ke sini demi memberi tahu Jihan. Dia cukup menelepon Jihan. Terlihat jelas dia punya maksud lain.Mana mungkin Jihan tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam benak Jodie? Jodie juga tidak pintar mengendalikan emosinya, dia selalu bersikap sesukanya.Dalam kurun waktu ini, Jodie juga sempat bermimpi yang aneh. Dia mimpi Wina berulang kali tersandung menghampirinya. Jodie menangkap tubuhnya dengan kuat, lalu
Ternyata Wina juga masih ingat dengan makan malam terakhir mereka."Oke, ayo kita pergi bersama," kata Jihan sambil menatap Wina dengan tegas.Wina pun mengulurkan tangannya dan meraih lengan Jihan yang kekar. "Ayo pulang, Sayang."Jihan balas merangkul pinggang Wina, lalu berjalan bersama istrinya menuju Bundaran Blue Bay sambil memegangi perut Wina.Begitu melihat kedua majikannya pulang dengan selamat, Paman Rudi sontak merasa lega. Jantungnya yang semula berdebar dengan tegang akhirnya menjadi tenang.Saking senangnya, dia langsung menyuruh koki untuk masak besar. Dia juga menyuruh orang untuk menjemput Gisel sepulang sekolah.Wina sudah lama tidak bertemu Gisel, dia sangat merindukan keponakannya itu sekaligus merasa bersalah.Padahal Gisel masih sangat kecil, tetapi Wina pergi begitu saja dan hanya meninggalkan selembar surat untuk Gisel.Paman Rudi bilang Gisel sangat peka dan perhatian. Dia tahu paman dan bibi ada urusan, jadi dia hanya sesekali menanyakan soal mereka dan tidak
Jihan tidak membantah lagi dan mengisyaratkan Wina untuk bicara. "Sebelumnya, aku sudah janji ke Ivan akan memberikannya hadiah besar saat dia sudah bisa berdiri lagi ...."Wina takut Jihan akan salah paham, jadi dia segera menambahkan, "Aku juga harus memberikan hadiah buat Jodie yang sudah menyelamatkan hidupku, lalu buat Sam dan George yang sudah membantu mengurus Gisel. Jadi ....""Sayang, kamu nggak perlu minta izin dariku," sela Jihan dengan hangat. "Kasih saja kalau kamu memang mau kasih."Wina pun mengangkat wajah Jihan yang tampan paripurna itu, lalu menciumnya dengan mesra. "Kamu memang baik banget, Sayang!"Setelah memuji suaminya, Wina pun melanjutkan, "Kalau gitu, sekarang aku pilih hadiah-hadiahnya dulu. Nanti aku akan minta Paman Rudi untuk menyuruh orang mengirimkannya."Namun, belum sempat Wina bangkit berdiri, Jihan menyelanya, "Beri tahu aku saja kamu mau kasih apa. Nanti biar aku yang atur."Wina merasa terharu dengan kebaikan hati Jihan yang sama sekali tidak ingin
Begitu mengetahui kebenarannya, Jordan menghabiskan semalaman dalam kondisi yang kaget dan tidak habis pikir. Padahal Keluarga Lionel dan Keluarga Dinsa sedang berseteru, tetapi mereka mendadak berkerabat berkat kehadiran Jihan.Jordan awalnya masih ingin balas dendam, tetapi Permana memperingatkannya untuk melupakan masalah ini karena mereka bersaudara. Jordan dilarang balas dendam ke Jihan kecuali ada anggota Keluarga Lionel yang diam-diam menikam Keluarga Dinsa.Tentu saja Permana mengeluarkan peringatan seperti ini karena dia tahu Jordan tidak mungkin bisa mengalahkan Jihan. Demi mempertahankan garis keturunan terakhir Keluarga Dinsa, dia sengaja menggunakan "kata-kata yang baik" untuk membujuk Jordan.Permana membujuk Jordan karena yang paling sulit menerima kenyataan ini adalah Jihan, bukan Keluarga Dinsa. Bagaimanapun juga, Jihan harus memanggil Permana dengan sebutan "paman". Dalam hal senioritas, Permana benar-benar di atas Jihan.Setelah mendengarkan penjelasan ayahnya, Jorda
"Enak saja! Bajingan apanya! Lagian, ayahku juga ganteng kok!" sahut Jordan sambil cemberut."Ah, keluar dari sini, sialan!" bentak Jodie dengan marah.Jordan mengencangkan cengkeramannya pada sabuk pengaman, lalu menyahut dengan ekspresi membangkang, "Nggak mau!"Di saat Jodie hendak menendang Jordan saking marahnya, Jihan yang duduk di kursi belakang pun menatap ke kursi depan dengan matanya yang indah itu."Jodie, Jordan, kakak ipar kalian itu lagi hamil. Jangan bertengkar dan fokus menyetir.""..."Ucapan acuh tak acuh Jihan itu sukses membungkam kedua pria yang kekanak-kanakan itu berhenti bertengkar. Jordan menurut karena yang menegurnya adalah kakak sepupunya sendiri, sementara Jodie menurut karena tidak mau menyulitkan Wina.Bagaimanapun juga, Jodie juga merasa khawatir karena Wina sedang hamil. Jodie pun memperlambat laju mobilnya dan memendam hasratnya untuk menendang Jordan habis-habisan.Di sisi lain, Cessa sedang bersujud berdoa. Setiap pukul 10, dia akan ke sini untuk men
Seandainya Favian tidak muncul, Cessa mungkin bisa mengendalikan diri selama satu tahun. Namun, kehadiran Favian justru ibarat setetes air hujan yang menyebabkan riak saat terjatuh ke atas permukaan air yang tenang.Semua orang berusaha meyakinkan Cessa bahwa Favian bukanlah Zeno. Zeno tidak memiliki tahi lalat di matanya dan tidak suka makan daun ketumbar. Zeno juga tidak suka mengenakan pakaian kasual atau membaca kitab. Favian bukanlah Zeno karena kedua pria itu menyukai hal-hal yang sangat berbeda.Namun, Cessa yakin Favian adalah Zeno. Zeno jadi orang yang berbeda karena kehilangan ingatannya akan Cessa. Dia sangat yakin bahwa Zeno kembali menemuinya dalam bentuk lain, mengganggu Favian dan mengejutkan orang awam yang ada di sekitarnya. untuk menjadi seorang Buddhis. Murid itu turun dari altar.Suatu hari, Favian turun dari atas altar dan berjalan menghampiri Cessa. Saat itu Cessa masih berlutut di atas bantalan untuk berdoa mengucapkan terima kasih kepada langit yang sudah membaw