Seandainya Favian tidak muncul, Cessa mungkin bisa mengendalikan diri selama satu tahun. Namun, kehadiran Favian justru ibarat setetes air hujan yang menyebabkan riak saat terjatuh ke atas permukaan air yang tenang.Semua orang berusaha meyakinkan Cessa bahwa Favian bukanlah Zeno. Zeno tidak memiliki tahi lalat di matanya dan tidak suka makan daun ketumbar. Zeno juga tidak suka mengenakan pakaian kasual atau membaca kitab. Favian bukanlah Zeno karena kedua pria itu menyukai hal-hal yang sangat berbeda.Namun, Cessa yakin Favian adalah Zeno. Zeno jadi orang yang berbeda karena kehilangan ingatannya akan Cessa. Dia sangat yakin bahwa Zeno kembali menemuinya dalam bentuk lain, mengganggu Favian dan mengejutkan orang awam yang ada di sekitarnya. untuk menjadi seorang Buddhis. Murid itu turun dari altar.Suatu hari, Favian turun dari atas altar dan berjalan menghampiri Cessa. Saat itu Cessa masih berlutut di atas bantalan untuk berdoa mengucapkan terima kasih kepada langit yang sudah membaw
Setelah itu, Favian akhirnya rela menggantikan posisi Zeno. Bukan hanya karena keinginannya sendiri, melainkan juga karena pesan dari mimpinya. Dia bahkan tidak pernah memaksa Cessa untuk memanggil namanya yang sebenarnya hingga akhir hayatnya.Setelah bersama dengan Cessa, Favian berubah menjadi Zeno seutuhnya. Dia bahkan menyukai apa yang Zeno sukai. Terkadang saat melihat wajah Cessa, Favian jadi bertanya-tanya dia ini sebenarnya Zeno atau Favian.Bertahun-tahun setelah itu, Cessa dan Favian dikaruniai dua orang anak. Namun, Cessa mendadak menyadari bahwa Favian bukanlah Zeno. Cessa pun kabur meninggalkan Favian entah ke mana dan tidak pernah bertemu dengan pria itu lagi.Favian juga berhenti mempertanyakan dia itu Zeno atau Favian. Favian berlutut di depan Cessa dan berulang kali mengatakan bahwa dia adalah Zeno yang lupa ingatan dan meminta Cessa agar jangan meninggalkannya.Saat itu, sebenarnya Cessa sudah tahu siapa yang ada di hadapannya sebenarnya. Dia bisa tahu karena dia sec
Jihan sontak terpana memandangi wajah Favian yang sama persis dengan Zeno itu. Rasanya dia bisa membayangkan Zeno merangkak keluar dari sarang ular itu dan berjalan menghampirinya dengan terhuyung, lalu memamerkan kehebatannya yang berhasil keluar dari sarang ular itu dengan selamat.Berulang kali Jihan berharap itulah yang terjadi, bahkan imajinasinya itu sampai terbawa mimpi. Sayangnya, sorot tatapan datar Favian berbeda dari Zeno. Zeno memiliki sorot tatapan yang tetap berbinar sekalipun sudah melalui berbagai macam rintangan, sementara sorot tatapan Favian terlihat seperti seseorang yang sudah melepaskan diri dari masalah duniawi.Begitu melihat Favian, Jihan langsung bisa membedakannya dari Zeno. Meskipun begitu, Jihan tetap menyimpan harapan karena wajah Favian yang sama dengan Zeno. Dia pun menjawab, "Menemuimu."Begitu mendengar suara Jihan, ekspresi Cessa yang sedang meminum madu hangat pun sontak berubah menjadi lebih serius. Matanya juga tampak menyalang dengan marah. Namun,
Senyuman Favian yang terkesan agak suci itu memengaruhi Wina dan juga Jihan. Debaran jantung mereka sebelumnya karena ingin melihat Zeno pun menjadi lebih tenang.Jihan yang tidak pernah sembarang minum di luar mengambil gelas kaca warna-warni itu, lalu menyesap isinya. Aroma teh yang ringan dan rasa yang unik langsung menyerbu lidahnya.Jihan terdiam selama beberapa saat, lalu menengadah menatap Favian. "Wajahmu memang mirip dengannya, tapi kamu bukan dia."Itu berarti bagi Jihan, tidak ada yang bisa menggantikan Zeno. Zeno adalah pribadi yang unik dan semirip apa pun orang lain dengan Zeno, mereka tidak akan bisa menjadi Zeno.Favian sangat puas dengan tanggapan Jihan itu. "Kalau kamu bisa membedakan kami, itu berarti Zeno sangat penting bagimu. Persahabatan yang erat selayaknya keluarga ini adalah sesuatu yang sangat berharga."Jihan menurunkan pandangannya untuk menutupi kesan kesepian dalam sorot tatapannya. "Aku juga sempat berpikir betapa baiknya kalau kamu itu dia. Tapi, saat m
Lama sekali Jihan memasak, dia baru selesai saat hari menjelang senja. Jihan keluar sambil membawa beberapa piring bergaya barat dan menaruhnya di atas meja bambu.Entah masakan apa yang Jihan hidangkan di atas piring itu. Wina tidak berani memakannya, tetapi Favian mau tidak mau harus memakannya.Bagaimanapun juga, dia yang tadi melihat Jihan menaburkan setengah toples garam ke dalam panci. Favian sebenarnya agak takut untuk memakan masakan Jihan.Di sisi lain, Jihan tampak tenang dan agak percaya diri. Jihan pun menyerahkan pisau dan garpu kepada Favian yang duduk di seberangnya. "Cobain."Favian tidak mungkin menolak kebaikan hati Jihan, jadi dia mengambil alat makan itu dan memotong steak yang terhidang. Lama sekali Favian hanya memotong daging, sebelum akhirnya selesai dan berpaling ke piring yang lain.Ada semacam cairan berwarna kuning di dalamnya, sepertinya terbuat dari pasta kari. Aroma kari memang tercium, tetapi penampakannya sulit untuk dijelaskan.Favian tidak berniat mak
Jihan menatap James dengan dingin dan acuh tak acuh, "Kenapa? Kamu nggak bisa menemukan Jovan, jadi kamu berencana menggunakan cip itu untuk mengendalikanku dan menemukannya?"Vian bilang James sudah mencari Jovan ke penjuru dunia, tetapi tidak kunjung ketemu. Jovan seolah mendadak lenyap dari dunia ini. James pasti menemui Jihan karena merasa buntu, bukan?James pasrah menerima dugaan Jihan itu. "Aku nggak sejahat itu. Aku mau bicara soal cip itu karena aku ingin memberitahumu kalau aku sudah menghancurkan sistem peledakannya. Mulai hari ini, nggak ada cip apa pun lagi yang mengendalikanmu."Jihan sontak terkejut. Sepulang dari Mebasta, Jihan berusaha menghancurkan sistem peledakan cip itu, tetapi gagal."Sistem peledakannya memang sudah dihancurkan, tapi kalau cip itu dikeluarkan, bisa-bisa infeksi virus dan bakterinya menyebar," kata James. "Mau nggak mau cip itu akan berada dalam otakmu selamanya."Jihan sudah tahu akan hal itu, jadi dia tidak memberikan tanggapan apa pun. James pu
Wina mengibaskan tangannya dengan tidak peduli. "Itu nggak ada hubungannya dengan Kakak, Kakak 'kan cuma mengikuti perintah. Lagian, Kakak juga sudah membantuku."Andrew menurunkan pandangannya untuk menyembunyikan rasa bersalahnya, lalu menatap perut Wina. "Apa kamu sudah punya nama buat calon anakmu?"Wina mengikuti arah pandangan Andrew, lalu menggelengkan kepalanya. "Belum. Apa Kak Andrew punya saran?"Ekor mata Andrew pun menatap Jihan yang berdiri menunggu Wina tidak jauh dari situ. "Kalau ada dia di sini, aku nggak berani menyarankan nama apa pun."Wina ikut menengadah dan menatap Jihan yang tinggi, tampan dan berwibawa itu. "Dia itu cuma dingin di luar, tapi sebenarnya berhati lembut kok. Kalau banyak menghabiskan waktu dengannya, nanti Kakak tahu sendiri."Jihan selalu baik hati kepada orang-orang yang ingin dia lindungi dan sayangi. Jika tidak, tidak mungkin Zeno, Daris dan Alta sudi mengikuti Jihan selamanya."Menghabiskan waktu dengannya?""Paling-paling aku hanya akan data
Hingga kematiannya, Jovan tidak mengungkapkan identitas Vian yang sebenarnya. Dia menyembunyikan rahasia kelahiran Vian demi melindungi Vian. Vian jadi merasa agak tersentuh.Jovan memang menyembunyikan identitas Vian yang sebenarnya dan bahkan membuat Vian menganggapnya sebagai ayah, tetapi kenyataannya Jovan memang tidak pernah menyakitinya dan memperlakukannya dengan sangat baik. Bahkan Jovan sendiri yang menyusui Vian sewaktu masih kecil.Vian sedang duduk di restoran tepi pantai sambil makan malam ketika salah seorang anggota markas Organisasi Shallon menyampaikan kabar kematian Jovan kepadanya. Dia memegang ponselnya dan berulang kali bertanya apakah Jovan ada mengatakan sesuatu kepada James sebelum meregang nyawa, tetapi anggota itu bilang tidak ada.Vian pun menurunkan pandangannya dan refleks menangis. Dia bertanya kepada anggota itu apa ayahnya sempat makan sebelum akhirnya meninggal.Anggota itu melaporkan bahwa sudah beberapa hari Jovan tidak makan karena terus dikejar dan