Hingga kematiannya, Jovan tidak mengungkapkan identitas Vian yang sebenarnya. Dia menyembunyikan rahasia kelahiran Vian demi melindungi Vian. Vian jadi merasa agak tersentuh.Jovan memang menyembunyikan identitas Vian yang sebenarnya dan bahkan membuat Vian menganggapnya sebagai ayah, tetapi kenyataannya Jovan memang tidak pernah menyakitinya dan memperlakukannya dengan sangat baik. Bahkan Jovan sendiri yang menyusui Vian sewaktu masih kecil.Vian sedang duduk di restoran tepi pantai sambil makan malam ketika salah seorang anggota markas Organisasi Shallon menyampaikan kabar kematian Jovan kepadanya. Dia memegang ponselnya dan berulang kali bertanya apakah Jovan ada mengatakan sesuatu kepada James sebelum meregang nyawa, tetapi anggota itu bilang tidak ada.Vian pun menurunkan pandangannya dan refleks menangis. Dia bertanya kepada anggota itu apa ayahnya sempat makan sebelum akhirnya meninggal.Anggota itu melaporkan bahwa sudah beberapa hari Jovan tidak makan karena terus dikejar dan
Namun, itu semua adalah cerita di kemudian hari. Saat ini, yang terpenting adalah Wina harus melahirkan anaknya.Sekembalinya dari Britton, Jihan langsung pergi ke rumah Jefri untuk menjemput istrinya.Selama dua hari kepergian Jihan, Wina tinggal bersama Sara untuk mengurus anak kembar mereka bersama Jefri.Untungnya, Jefri lebih menyukai anak perempuannya. Selama Wina tidak bersaing dengan Jefri untuk mengurus Edna, mereka damai-damai saja.Dengan kehadiran Wina dan Jefri, tentu saja Sara bisa lebih santai. Dia berbaring di atas tempat tidur dan menikmati waktu istirahatnya.Saat Jihan berjalan masuk, Jefri dan Wina sedang menggendong Ethel dan Edna."Kak Wina, karena Kak Jihan menamai kedua anakku, berarti aku juga boleh menamai anak kalian, 'kan?"Jefri menggendong bayinya dengan terampil, lalu menunjuk ke arah Ethel dan juga Edna yang digendong oleh Wina."Supaya nama mereka mirip, nanti nama anak kalian Ninel. Jadi, Ethel dan Edna ada temannya. Gimana?""Nggak gimana-gimana."Bel
Mata Jihan terasa begitu pedih. Dia pun menahan emosinya yang mendadak berubah itu dan refleks melangkah maju hendak melihat rupa anaknya dengan lebih jelas.Jihan memang pandai mengendalikan emosinya, tetapi Wina sangat mengenal Jihan. Dia bisa membaca emosi suaminya dari alisnya. Wina pun meraih tangan ramping Jihan dan meletakkannya di atas perutnya.Telapak tangan Jihan diletakkan persis di atas jemari si janin yang bergerak-gerak. Tangan Jihan dan tangan si janin saling menempel walaupun terpisah oleh perut Wina seolah-olah anak itu sedang menyapa ayahnya.Begitu merasakan tangan kecil di bawah telapak tangannya, Jihan harus mati-matian menahan air mata yang menggenangi pelupuk matanya. Terutama saat mendengar Wina bertanya, "Sayang, anak kita lucu, ya?"Jantung Jihan bahkan seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik. Seandainya tidak ada Alexa di sini, Jihan pasti akan mengabaikan citranya dan memeluk Wina, lalu berbaring di atas perut Wina untuk merasakan gerak anak mere
Untung saja Jihan pulang tepat waktu dan menemukan Wina yang terjatuh. Jihan bergegas membawa Wina ke rumah sakit dan mendesak Alexa untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.Wina terlalu banyak bepergian sehingga tidak sempat melakukan kontrol kehamilan sebagaimana semestinya. Wina hanya melakukan pemeriksaan ala kadarnya yang tidak sesuai dengan prosedur. Wina belum pernah menjalani pemeriksaan secara menyeluruh.Kali ini, Wina mendadak pingsan sebelum mandi. Bukan karena Wina kekurangan oksigen akibat mandi terlalu lama, tetapi Jihan juga tidak tahu apa penyebabnya. Jihan merasa sangat cemas, jadi dia minta istrinya diperiksa secara menyeluruh.Setelah menyelesaikan pemeriksaan, Alexa pun memeriksa rekam medis Wina. Ternyata Wina sudah menjalani operasi besar lebih dari sekali, menjalani transplantasi jantung dan juga memiliki mata yang bermasalah. Tubuh Alexa mendadak menjadi dingin.Seandainya Wina tidak mengalami pre-eklampsia, yaitu tekanan darah yang tinggi akibat kehamila
Alexa sontak merasa takut saat melihat ekspresi yang begitu mengintimidasi dan mencekam dari Jihan yang beraura dingin dan bermartabat itu. Meskipun begitu, sebagai seorang dokter, tentu saja dia wajib menjelaskan alasannya dan memberi tahu Jihan risiko seperti apa yang mungkin terjadi."Seandainya Dokter Lilia masih hidup dan terus mengawasi kesehatan Nyonya Wina, kemungkinan besar pre-eklampsia ini nggak akan terjadi. Dengan begitu, seburuk apa pun kesehatan Nyonya Wina, dia pasti masih bisa selamat saat melahirkan. Masalahnya, sekarang dia mendadak menderita pre-eklampsia dan juga penggumpalan darah ....""Tentu saja ini adalah masalah yang umum ditemui di ibu hamil. Kedua penyakit ini sebenarnya dapat diobati agar pendarahan hebat nggak terjadi saat proses melahirkan. Sayangnya, kondisi fisik Nyonya Wina terlalu buruk. Ditambah dengan pre-eklampsia yang dia alami, dia bisa mengalami pendarahan hebat kapan saja dan mudah mengalami komplikasi.""Saat ini, kami berikan dua pilihan. Pi
Kebetulan sekali Killian baru saja pulang. Belum sempat dia duduk di atas sofa, dia sudah bisa melihat mobil Jihan masuk ke dalam vilanya melalui jendela yang terbentang dari langit-langit itu.Jihan menabrak pintu utama hingga rusak, para pelayan sontak melangkah mundur dengan takut. Jihan turun dari mobil dan bergegas menuju ruang tamu dengan sangat marah, dia bahkan tidak ambil pusing sedikit pun dengan apa yang telah dia lakukan."Killian! Kamu tahu nyawanya akan berada dalam bahaya apabila dia menjalani proses melahirkan, tapi kamu malah merahasiakannya dariku? Sekarang dia sama-sama terancam mati, entah melahirkan atau nggak! Kamu pernah mikir nggak apa aku ini bisa bertahan hidup atau nggak tanpa dia!"Walaupun Jihan sudah begitu marah dan memberondongnya dengan pertanyaan, Killian tetap mengambil cangkir tehnya yang ada di atas meja dengan tenang. Sayangnya, belum sempat pinggiran cangkir menyentuh bibirnya, Jihan yang berdiri di depannya itu sudah menendangnya.Cangkir teh Kil
Alexa terdiam sesaat di ujung telepon sana, lalu berujar lagi, "Pak Jihan, berdasarkan kondisi fisik Nyonya Wina, kecil sekali kemungkinan anak itu bisa selamat apabila Nyonya Wina menjalani induksi persalinan. Kami akan melakukan operasi caesar dan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan janin, tapi ....""Nyonya Wina sudah menjalani beberapa operasi besar. Jantungnya hasil transplantasi, penglihatannya buruk, dia juga mengalami pre-eklampsia dan penggumpalan darah. Risiko kehamilannya ini tinggi sekali. Dalam situasi seperti ini, bayi prematur yang dilahirkan melalui operasi caesar juga kemungkinan besar nggak akan bisa bertahan hidup.""Berbahaya sekali mengoperasi wanita hamil dengan risiko tinggi seperti ini, nggak akan ada yang bisa memprediksi kondisi darurat seperti apa yang mungkin terjadi selama operasi. Mempertahankan si janin akan mengancam nyawa si ibu atau bahkan nyawa mereka berdua akan melayang ...."Alexa tidak berani berjanji, itu sebabnya dia memberikan dua o
Jihan yang biasanya bersikap dengan angkuh itu pun menundukkan kepalanya saat mendengar nada bicara Wina yang terdengar sangat hati-hati itu. "Kalau kayak gitu, kamu hanya punya 10% kemungkinan bertahan hidup. Kalau anak ini dikeluarkan sekarang, harapan hidupmu masih ada 30%."Jihan mengelus wajah Wina dengan tangannya yang satu lagi, dia menelusuri alis dan garis wajah Wina dengan saksama. "Wina, aku nggak mau kamu sampai pergi lagi, jadi jangan pikirkan anak itu, ya? Yang penting kamu tetap hidup dulu oke? Habis itu baru kita pikirkan lagi."Jawaban Jihan itu membuat Wina sontak merasa seperti terjatuh ke dalam gua es. Dia tidak menyangka peluangnya bertahan hidup hanya 10% atau 30%. Itu berarti ujung-ujungnya dia akan mati. Jika dia mati, begitu pula dengan janin yang ada di dalam kandungannya. Wina sontak merasa tertekan dan sedih.Dia sendiri tidak merasa takut dengan kematian, dia 'kan sudah pernah mengalami situasi seperti itu. Namun, Jihan .... Wina pun menatap wajah Jihan yan
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je