Jihan yang biasanya bersikap dengan angkuh itu pun menundukkan kepalanya saat mendengar nada bicara Wina yang terdengar sangat hati-hati itu. "Kalau kayak gitu, kamu hanya punya 10% kemungkinan bertahan hidup. Kalau anak ini dikeluarkan sekarang, harapan hidupmu masih ada 30%."Jihan mengelus wajah Wina dengan tangannya yang satu lagi, dia menelusuri alis dan garis wajah Wina dengan saksama. "Wina, aku nggak mau kamu sampai pergi lagi, jadi jangan pikirkan anak itu, ya? Yang penting kamu tetap hidup dulu oke? Habis itu baru kita pikirkan lagi."Jawaban Jihan itu membuat Wina sontak merasa seperti terjatuh ke dalam gua es. Dia tidak menyangka peluangnya bertahan hidup hanya 10% atau 30%. Itu berarti ujung-ujungnya dia akan mati. Jika dia mati, begitu pula dengan janin yang ada di dalam kandungannya. Wina sontak merasa tertekan dan sedih.Dia sendiri tidak merasa takut dengan kematian, dia 'kan sudah pernah mengalami situasi seperti itu. Namun, Jihan .... Wina pun menatap wajah Jihan yan
Jihan pun menemui dokter kandungan terkemuka, lalu meminta bantuannya untuk mengevaluasi ulang kondisi fisik Wina, terutama untuk mengetahui apakah nyawa si ibu dan juga si anak bisa diselamatkan. Sayangnya, evaluasi ulang dokter itu sama seperti Alexa.Jihan pun mengirimkan hasil pemeriksaan kepada George dan juga kepala rumah sakit di Walston. Setelah menganalisis hasil itu, mereka berdua sepakat bahwa operasi caesar yang dilakukan dalam kondisi pre-eklampsia berisiko tinggi menyebabkan pendarahan hebat, gagal jantung atau pendarahan otak. Wina sudah menjalani operasi transplantasi jantung, jadi mereka juga kesulitan memperkirakan apakah Wina bisa bertahan hidup atau tidak.Kepala rumah sakit di Walston maupun George bukanlah spesialis kandungan, jadi mereka sama-sama mencari dokter spesialis yang terkemuka dan merekomendasikannya kepada Jihan. Setelah berdiskusi dengan Jihan, dokter spesialis itu berjanji akan mengusahakan yang terbaik dengan Alexa agar 30% kemungkinan hidup Wina bi
Jihan berdiri diam di depan pintu, hatinya ikut terasa pilu saat melihat Wina menangis dengan hebat. Dia juga terpaksa memilih salah satu di antara istri atau calon anaknya dengan getir.Namun, sebagai seorang pria, sudah sepantasnya dia menanggung semua ini. Dia hanya berharap mengambil keputusan ini akan membuat istrinya tetap selamat dan aman. Jika tidak, apalah arti hidup bagi Jihan.Wina memeluk pakaian berukuran kecil itu dan berbaring di kamar bayi perempuan itu hingga jatuh tertidur dengan air mata berlinang. Jihan duduk di samping Wina sambil menatap punggung istrinya. Jihan sama sekali tidak tidur malam itu.Wina tidak mengucapkan sepatah kata pun selama persiapan operasi caesar. Dia hanya bersandar di ranjang rumah sakit dengan satu tangan membelai perutnya dan satu tangan lain menggenggam pakaian bayinya. Wina terlihat seperti boneka yang tidak berjiwa.Hidup Wina terlihat damai, tetapi sebenarnya sangat rapuh. Jihan ikut merasa tertekan melihat istrinya yang seperti ini. D
Di dalam ruang operasi, ada dua orang perawat yang sedang menyiapkan peralatan bedah. Begitu menoleh, Wina sudah tidak terlihat lagi. Mereka sontak ketakutan, salah satu dari mereka bergegas mengejar sementara yang lain menelepon Alexa.Alexa sontak tertegun, lalu langsung mengetuk pintu ruang ganti. "Gawat, Pak Jihan. Nyonya Wina tiba-tiba kabur ruang operasi ...."Jihan yang baru saja berganti pakaian steril langsung tercekat, dia bergegas membuka pintu ruang ganti dan berlari mencari Wina dengan secepat kilat.Wina yang dikejar oleh seorang perawat itu pun berlari sambil tersandung, dia juga sesekali menoleh ke belakang untuk melihat posisi si perawat. Wina yang tidak memperhatikan jalan itu pun menubruk seseorang ....Pria yang ditubruk itu refleks menopang tubuh Wina yang berdiri terhuyung-huyung, lalu menurunkan pandangannya yang terkesan dingin itu dan menatap Wina yang menoleh dengan bingung. "Ngapain kamu lari-lari begini?"Ternyata orang yang Wina tubruk adalah Jodie. Wina se
Jihan sudah melepas pakaian bedahnya dan sekarang mengenakan jas hitam. Dia tampak seperti pembawa pesan dari alam baka. Aura yang menguar dari tubuhnya begitu dingin, ekspresinya juga sangat datar. Amarah yang berusaha Jihan tahan terlihat dengan begitu jelas.Jihan berjalan ke kursi di samping pengemudi, lalu menatap wanita yang duduk di dalam sana dari balik kaca film jendela mobil. "Mau keluar sendiri atau kugendong keluar setelah kuhancurkan mobil ini?"Wina perlahan menurunkan pandangannya setelah melihat sosok Jihan yang diliputi amarah, lalu membuka pintu mobil.Belum sempat dia turun, jemari Jihan yang dingin sudah menggenggam pergelangan tangan Wina. Seandainya saat ini Wina tidak hamil, Jihan pasti sudah menarik Wina keluar dengan paksa.Jihan membantu Wina turun dari mobil Jodie, lalu mengalihkan pandangannya yang dingin dan mengintimidasi itu kepada Jodie.Begitu mata mereka berdua bertemu, Jodie bisa melihat sekelebat hasrat membunuh terpancar dalam sorot tatapan Jihan. D
Jihan tidak kuasa menahan emosinya, dia membenamkan wajahnya ke leher Wina. Jihan pun memeluk istrinya dengan erat seolah-olah mereka sedang saling mengucapkan salam perpisahan.Jihan hanya memeluk Wina dalam diam. Tepat pada saat itu, hujan pun turun. Tetesan airnya mengenai kaca jendela mobil Jihan setelah beberapa saat.Jihan sudah seminggu tidak tidur nyenyak, dia menatap hujan yang turun dengan mata yang memerah. Dia mengatupkan bibirnya dengan lemah. Rasa putus asa yang mencekam hatinya sama seperti hujan yang turun dengan deras dan menghalangi jalan di depan sehingga orang yang berjalan di bawahnya tidak tahu harus ke mana ....Mereka berdua sudah sepakat memilih kemungkinan 10% demi menyelamatkan anak mereka. Namun, sore itu ketika Jihan sedang mengemudikan mobilnya kembali ke Bundaran Blue Bay, tiba-tiba Wina mulai mengalami pendarahan ....Awalnya tidak begitu hebat. Wina baru menyadari pendarahannya sudah cukup parah saat dia merasa pusing dan tidak bisa melihat lampu lalu l
"Lalu ... karena si ibu mengalami pendarahan hebat saat sayatan pertama dibuat, jadi dokter berusaha menyelamatkan si ibu sehingga janin terlalu lama berada di dalam perut. Saat dikeluarkan, bayi itu sudah nggak bernapas lagi ...."Begitu mendengar setiap patah kata si dokter, Jihan yang sedang menyandarkan sikunya di atas lutut dan sedikit menekuk tubuh bagian atasnya ke depan pun bereaksi. Hasrat membunuh mendadak berkelebat dalam pandangannya.Jihan pun bangkit berdiri dengan marah, lalu melangkah maju dan mencengkeram leher dokter itu. Dia mengangkat tubuh dokter itu dari atas lantai dan menekannya dengan kuat ke pintu ruang operasi."Apa katamu!"Dokter pria itu sontak ketakutan dengan reaksi Jihan, tubuhnya yang tergantung di tengah udara tidak bisa berhenti gemetar. Namun, dia menahan rasa takut akibat intimidasi Jihan dan mengulangi ucapannya lagi ...."Si ... si ibu mengalami pendarahan hebat yang sulit dihentikan saat proses melahirkan. Napasnya sudah berhenti dan detak jantu
Jihan menoleh dan melihat Jared bergegas berjalan menghampiri sambil membawa tas peralatannya. Jihan bergegas mendekati Jared, lalu mencengkeram pergelangan tangan dokter itu dan menyeretnya ke ruang operasi ....Begitu melihat kondisi Wina, Jared menyadari bahwa Wina belum mati otak. Dia segera mengambil penjepit untuk menghentikan pendarahan ...."Semuanya, keluar!""Suster, bersihkan ruang operasi!""Dokter yang di sana, cepat ke sini dan bantu aku!"Sambil menghentikan pendarahan Wina, Jared pun memerintahkan Keiran yang hampir mati dicekik Jihan."Setelah aku menghentikan pendarahannya, terus lakukan kejut jantung hingga detak jantung si ibu kembali normal!""Baik!"Ruang operasi itu kembali menjadi ricuh karena kedatangan Jared. Mereka semua berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan Wina yang baru saja masuk ke gerbang alam baka ....Jihan dan juga Sara yang datang terlambat tetap ingin di dalam ruang operasi menemani Wina, tetapi Jefri menyeret mereka keluar ....Mereka pun men