Jihan tidak kuasa menahan emosinya, dia membenamkan wajahnya ke leher Wina. Jihan pun memeluk istrinya dengan erat seolah-olah mereka sedang saling mengucapkan salam perpisahan.Jihan hanya memeluk Wina dalam diam. Tepat pada saat itu, hujan pun turun. Tetesan airnya mengenai kaca jendela mobil Jihan setelah beberapa saat.Jihan sudah seminggu tidak tidur nyenyak, dia menatap hujan yang turun dengan mata yang memerah. Dia mengatupkan bibirnya dengan lemah. Rasa putus asa yang mencekam hatinya sama seperti hujan yang turun dengan deras dan menghalangi jalan di depan sehingga orang yang berjalan di bawahnya tidak tahu harus ke mana ....Mereka berdua sudah sepakat memilih kemungkinan 10% demi menyelamatkan anak mereka. Namun, sore itu ketika Jihan sedang mengemudikan mobilnya kembali ke Bundaran Blue Bay, tiba-tiba Wina mulai mengalami pendarahan ....Awalnya tidak begitu hebat. Wina baru menyadari pendarahannya sudah cukup parah saat dia merasa pusing dan tidak bisa melihat lampu lalu l
"Lalu ... karena si ibu mengalami pendarahan hebat saat sayatan pertama dibuat, jadi dokter berusaha menyelamatkan si ibu sehingga janin terlalu lama berada di dalam perut. Saat dikeluarkan, bayi itu sudah nggak bernapas lagi ...."Begitu mendengar setiap patah kata si dokter, Jihan yang sedang menyandarkan sikunya di atas lutut dan sedikit menekuk tubuh bagian atasnya ke depan pun bereaksi. Hasrat membunuh mendadak berkelebat dalam pandangannya.Jihan pun bangkit berdiri dengan marah, lalu melangkah maju dan mencengkeram leher dokter itu. Dia mengangkat tubuh dokter itu dari atas lantai dan menekannya dengan kuat ke pintu ruang operasi."Apa katamu!"Dokter pria itu sontak ketakutan dengan reaksi Jihan, tubuhnya yang tergantung di tengah udara tidak bisa berhenti gemetar. Namun, dia menahan rasa takut akibat intimidasi Jihan dan mengulangi ucapannya lagi ...."Si ... si ibu mengalami pendarahan hebat yang sulit dihentikan saat proses melahirkan. Napasnya sudah berhenti dan detak jantu
Jihan menoleh dan melihat Jared bergegas berjalan menghampiri sambil membawa tas peralatannya. Jihan bergegas mendekati Jared, lalu mencengkeram pergelangan tangan dokter itu dan menyeretnya ke ruang operasi ....Begitu melihat kondisi Wina, Jared menyadari bahwa Wina belum mati otak. Dia segera mengambil penjepit untuk menghentikan pendarahan ...."Semuanya, keluar!""Suster, bersihkan ruang operasi!""Dokter yang di sana, cepat ke sini dan bantu aku!"Sambil menghentikan pendarahan Wina, Jared pun memerintahkan Keiran yang hampir mati dicekik Jihan."Setelah aku menghentikan pendarahannya, terus lakukan kejut jantung hingga detak jantung si ibu kembali normal!""Baik!"Ruang operasi itu kembali menjadi ricuh karena kedatangan Jared. Mereka semua berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan Wina yang baru saja masuk ke gerbang alam baka ....Jihan dan juga Sara yang datang terlambat tetap ingin di dalam ruang operasi menemani Wina, tetapi Jefri menyeret mereka keluar ....Mereka pun men
"Dobrak pintunya!"James mengangkat dan melambaikan tangannya kepada orang-orang berbaju hitam yang mengikutinya. Mereka segera mengangkat alat pemotong masing-masing dan bekerja bergiliran untuk mendobrak pintu ruang operasi."Para dokter, cepat selamatkan cucuku! Kalau sampai cucuku mati, kalian semua akan ikut mati bersamanya!""Baik!"Begitu diperintahkan oleh James, para dokter pun bergegas memasuki ruang operasi. Keiran yang sudah kelelahan sontak menghela napas lega saat melihat bala bantuan. Dia pun membantu menyerahkan pisau bedah kepada dokter lainnya.Jared yang masih berusaha menyelamatkan si janin juga berhenti merasa bersalah dan fokus pada pekerjaannya.Hanya Killian saja yang menatap ke arah James yang berdiri di luar pintu sana dengan tongkat berjalannya itu, tatapannya penuh dengan rasa tidak percaya.James bilang apa barusan?Wina adalah cucunya?Ternyata Wina adalah cucu James?Ternyata Wina berasal dari keluarga yang begitu hebat? Keluarga Ivoron 'kan penguasa Kame
Jihan pun menatap Wina yang terbaring di meja operasi dengan nanar. Dia meminta Wina untuk ingat pulang dan Wina menurut kepadanya. Wina bekerja sama dengan para dokter dan kembali dari alam baka ....'Terima kasih, Wina, terima kasih. Kamu memang kuat banget. Jangan lupa pulang,' batin Jihan. Ini pertama kalinya Jihan merasa begitu takut dan bersyukur. Untung saja Wina yang gigih berhasil selamat.Tangan Jihan yang tergeletak di atas lantai pun ternoda dengan darah yang mengalir membasahi lantai. Rasa takut kembali menguasai tubuh Jihan, membuatnya tidak bisa berdiri ....Tepat pada saat itu, terdengarlah suara tangisan bayi dari ruang operasi. Jihan refleks menengadah menatap bayi yang Jared gendong. Ukuran bayi itu hanya sedikit lebih besar dari telapak tangan orang dewasa, tetapi dia sama gigihnya dengan ibunya dan berhasil kembali dari kematian ....Suara tangisan bayi dan bunyi detak jantung dari layar monitor membuat Jihan untuk pertama kalinya merasakan betapa hebatnya hidup in
Jared mengiakan, lalu berdiri di samping menunggu perintah dari si dokter tua. Tidak lama kemudian, berbagai macam komplikasi pun terjadi seperti yang dokter tua itu perkirakan.Dokter tua itu menyerahkan pisau bedah kepada Jared, lalu meminta Alexa dan Keiran untuk menangani komplikasi masing-masing. Dia sendiri fokus menyelesaikan gagal jantung Wina.Dokter tua itu sudah menyelamatkan banyak pasien dari cengkeraman kematian, tetapi pasiennya kali ini adalah yang paling sulit. Dia bahkan merasa tidak berdaya menghadapi begitu banyak komplikasi.Sementara dia terus berusaha menyelamatkan Wina, dia meminta perawat untuk keluar dan memberitahukan kondisi Wina yang kritis kepada pihak keluarga. Dia bahkan tidak bisa menjamin Wina bisa selamat dari komplikasi yang terjadi secara bersamaan ini!Jihan yang berada di luar ruang operasi kembali merasa putus asa melihat surat keterangan kritis yang diserahkan oleh dokter. Dia hanya bisa diam mematung seperti mayat berjalan."Pak Jihan, tolong t
Jihan pun meraih tangan Wina yang dingin dan berlumuran darah itu dengan gemetar, lalu meletakkannya di wajahnya. Wajah Jihan yang pucat langsung ternoda merah.Jihan menurunkan pandangannya dan memandangi sekujur tubuh Wina yang berlumuran darah. Wina pasti sangat kesakitan dengan begitu banyak luka, darah dan selang yang dipasang, bukan?Untuk pertama kalinya, Jihan menyadari bahwa di saat dia sedang merasa kasihan pada orang lain, hatinya terasa begitu sakit dan menderita. Jihan bahkan seolah bisa merasakan rasa sakit yang sama seperti yang Wina rasakan.Seandainya bisa, Jihan ingin memindahkan semua penderitaan Wina ini kepadanya. Dia rela menanggung semua karmanya. Dia bersedia melakukan apa saja, bahkan mati, asalkan Wina-nya tidak perlu menderita.Jihan menundukkan wajahnya yang terlihat lelah dan putus asa sambil terus memegang tangan Wina dan membenamkan dirinya di meja operasi. Tubuhnya yang tinggi tegap itu membungkuk seperti orang beriman yang sedang berlutut dan berdoa mem
Bagaimanapun juga, sebesar apa pun rasa cinta yang Jodie miliki, mana mungkin bisa menandingi rasa cinta Jihan sebagai suami Wina? Jodie juga menyadari hal ini, tetapi dia tidak ambil pusing. Untuk apa juga dia peduli soal itu di saat dia merasa bahagia hanyut dalam perasaannya?Akan tetapi, Jodie merasa sangat menyesal melihat kondisi Wina saat ini. Seandainya saja dia tahu, dia pasti akan memberi tahu Wina waktu Wina bertanya kepadanya apa yang dia katakan waktu! Seharusnya waktu itu dia jujur saja!Jodie jadi benci dengan sifat pengecutnya. Kenapa dia harus menahan diri dan sok bersikap sungkan? Akan tetapi, ini semua hanyalah rasa penyesalan kecil yang tidak seberapa dibandingkan dengan rasa tidak teganya untuk Wina.Seandainya saja bisa, Jodie bahkan rela memohon kepada langit agar biar dia saja yang menggantikan Wina melalui semua penderitaan ini, supaya Wina dan Jihan bisa bersatu kembali dan hidup bahagia ....Sayangnya, tidak ada yang peduli dengan hidup dan mati Jodie. Berbed
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je